Empat hari Minho dirawat di rumah sakit. Dan selama itu pula dia tidak banyak bicara dengan Changbin. Hingga pada akhirnya di hari terakhir mereka berjumpa sebuah tanya dilontarkan pada pacarnya.
"Awal pacaran aku bilang sama kamu, kalau aku akan coba buat kamu jatuh cinta sama aku, dan kamu setuju."
Changbin diam mendengarkan. Dia duduk tidak jauh dari ranjang Minho. Tidak berani terlalu dekat karena rasa bersalahnya.
"Aku mikir waktu itu kamu nerima aku ya murni karena kamu mau belajar juga bareng aku. Mau coba lepas dari mantan kamu, tapi ternyata aku salah. Niat awal kamu memang buat jadiin aku pelampiasan, kan?"
"Minho," tegur Changbin pelan.
"Jadi wajar enam bulan kita pacaran kamu nggak ada rasa sama aku."
Karena niat awalnya saja sudah jadi pelampiasan. Sudah pasti Changbin tidak berniat balas rasa cintanya.
"Aku sebenernya nggak mau berhenti di sini, tapi kayaknya memang harus diberhentiin. Aku nggak mau buat kamu ngerasa tersiksa lagi."
Padahal jelas yang paling tersiksa dalam hubungan mereka adalah dirinya. Bukan hanya tersiksa batin, tapi juga fisiknya.
Changbin bisa rasakan punggungnya seketika kaku dengar ucapan Minho. Dia angkat wajahnya. Dan langsung bertemu tatap dengan pemuda berwajah manis itu.
"Mau putus?" Tawar Minho dengan alis terangkat.
Alih-alih memutuskan dia lebih pilih menyerahkan pilihan pada Changbin. Minho tidak ingin merasa menyesal karena telah melepaskan orang yang dia cintai. Maka dari itu, dia lebih pilih diputuskan daripada memutuskan.
"Min," panggil Changbin pelan. "Memang bener aku nggak cinta sama kamu, tapi bukan berarti aku mau putus."
"Kamu nggak harus bilang segamblang itu," kekeh Minho dengan nada tersendat. Dadanya nyeri mendengar langsung kalau Changbin tidak mencintainya. Padahal memang sudah jelas begitu.
Changbin merasa serba salah saat ini. Sulit diakui, tapi dia tidak ingin Minho lepas darinya. Namun di sisi lain dia juga ingin menggenggam Felix kembali.
Hening menyelimuti. Malam itu kosan minho terdengar sangat lengang dan sunyi. Keduanya duduk berhadapan. Namun dengan jarak yang memisahkan. Jaraknya tidak jauh, tapi entah kenapa justru terasa sangat jauh.
"Kamu," suara lembut Minho kembali terdengar. "Kamu bahkan nggak ngubah username twitter kamu, Bin."
Hah?
Changbin kerutkan dahinya. Bertingkah tidak paham padahal dia tahu pembicaraan ini mengarah ke mana.
"Ini kedengerannya sepele, tapi menurutku nggak. Kamu masih tulis inisial mantan kamu di sana. Tapi kalo sama aku, mentionan pun nggak. Foto aku bahkan nggak pernah ada di sana. Kamu malukan ngakuin aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PATH OF SACRIFICE | MINBIN [✓]
FanfictionHubungan yang dipertahankan hanya dari satu pihak sudah pasti sulit bertahan, tapi Minho pikir tidak apa untuk mencoba. ... "wajar sih, gue kalo jadi cowok lo juga pasti berantem tiap hari. Dan kalo gue cowok lo, kayaknya udah putus dari hari pertam...