[DAH TAMAT]
Warn: -COWOK SAMA COWOK
-Dewasa 🔞
-Banyak kata kasar
-Ada adegan dewasa
Walaupun ini cerita tentang kita, apakah akhirnya juga akan tentang kita?
👨❤️👨 √ Zayden Narendra [seme]
√ Jauzan Bagasdit...
"Mohon maaf kami tidak bisa menyelamatkan Aurora," kata pria berjas putih keluar dari ruangan yang di depannya ditunggu oleh 4 orang.
Hening. Keempat orang yang tadi menunggu dengan wajah risau tergantikan dengan wajah tegang masing-masing, sampai tangisan bunda dan mami bersahut-sahutan barulah Jauzan dan Naren mendekap ibu mereka masing-masing yang hampir jatuh ke lantai.
Dokter menatap sendu orang-orang itu sekaligus prihatin, hal seperti ini memang sudah sering sekali dia lihat tapi dia juga tak bisa apa-apa selain mengucapkan belasungkawa. "Turut berduka cita ya," katanya lalu berlalu pergi meninggalkan duka yang ada.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Naren menatap air danau rumah sakit yang kelihatan tenang banget dengan suasana sejuk dan angin sepoi-sepoi, tapi tetap saja perasaan Naren terasa kosong dan hampa. Pikiran-pikiran kotor melayang-layang dalam otaknya, apakah ia harus mengakhiri hidupnya seperti Aurora? Apakah ia malah harus menanggung dosa-dosa yang dia pikul di pundaknya? Naren hilang arah. Apa yang dia takutkan benar terjadi.
Aurora pergi. Pergi jauh untuk selama-lamanya. Ini semua karena ulah Naren sendiri, coba aja kalau Aurora tidak sakit pasti dengan kenyataan kemarin yang ia dengar bersama dengan gadis itu gak buat Aurora mengakhiri hidupnya dengan meminum obat-obatan yang dia beli dari dokter sampai overdosis. Semua salah Naren. Jelas banget.
Perlahan air mata yang sedari tadi dia tahan menetes dari pipinya, mau terlihat tegar agar Jauzan tadi gak terlalu sedih akhirnya runtuh juga. Cowok itu memelum dirinya sendiri sambil duduk di rerumputan dekat danau. Tubuh cowok itu bergetar hebat, kepalanya perlahan merunduk dan bibirnya mengeluarkan isakan pelan. Dia malu. Malu banget sama semesta, segagal itu dia menjaga adiknya sendiri? Seorang kakak yang kaya apa dia ini?
"Ra.. Kenapa pergi?" lirihnya pelan. "Lo janji mau sembuh tapi nyatanya lo ninggalin gue." Naren menarik nafasnya. "Gue gak banget kan Ra jadi seorang abang? Bahkan gue belum sempat untuk jadi peran itu," sambung Naren.
"Maaf ya Ra? Maaf banget, maaf udah biarin lo pergi gitu aja. Padahal masih banyak hal yang harus lo lalui tapi lo udah terlanjur gak sanggup kan?"
"Ra gue gak siap untuk dibenci Ujan, gue gak siap Ra. Untuk sekedar pisah sama Ujan aja gue gak sanggup, apalagi dibenci sama Ujan? Gue beneran gak sanggup..." cowok itu diam bentar terus mendongakkan kepalanya kembali natap ke danau di depan dia. "Gue mau kabur Ra, tapi, gak mungkin kan gue gak hadir di pemakaman lo? Tapi gue takut lihat betapa marahnya Jauzan karena ini semua gara-gara gue."
Naren menoleh waktu pundaknya ditepuk terus matanya semakin basah saat matanya dengan jelas menangkap sosok Aurora di sebelahnya sambil tersenyum lembut. Tangan cowok itu terangkat dan perlahan membelai pipi adiknya itu.
"Gue tau lo bisa," kata gadis berpakaian putih dengan wajah cantik itu. "Hadiri pemakaman gue, minta maaf sama Jauzan gue yakin adik gue yang satu itu pasti maafin lo kok. Dan lo berhasil jadi peran kakak di hidup gue. Makasih ya Ren?"