#05. Mahen dan Rasa Syukur

29 7 0
                                    

"Anying sia Mahen, kunaon eta leher maneh?"

(Anying lo Mahen, kenapa itu leher lo?)

     Seorang lelaki tertawa sambil memegang leher Mahen yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat Mahen, Samudra.

     Mahen yang bingung pun akhirnya juga ikut memegang lehernya, karena penasaran Mahen membuka kamera di ponselnya lalu mengarahkan benda tersebut ke bagian yang dipegang oleh Samudra, eee... Berwarna biru keunguan.

     Samudra tertawa dengan terbahak sampai matanya menyipit, "Main sama siapa sia Mahen?" Kata Samudra. Mahen tau apa yang dimaksud dengan kata main itu.

"Aku teh nggak se-brengsek itu, Mud"

     Jelas Mahen tidak terima atas pernyataan Samudra tadi. Mahen lebih memilih untuk bermain kelereng dengan anak-anak di daerah rumahnya daripada bermain di hotel apalagi di semak-semak.

"Lah terus eta kunaon anying?"

(Lah terus itu kenapa anying?)

     Gelak tawa Samudra tidak ada hentinya, membayangkan bagaimana temannya yang sedikit tabu dengan hal itu diam diam ternyata... Ahh tidak mungkin juga lah, pikirnya. Mahen nggak mungkin melakukan itu.

"Ieu teh habis di cubit bidadari semalam" Ucap Mahen berbangga diri.

"Saha?" Tanya Samudra yang sekarang sudah bisa menghentikan tawanya. Wajah pemuda itu berubah menjadi serius. Samudra memiringkan sedikit kepalanya lalu mendekati Mahen, penasaran dengan jawaban Sang empu.

(Siapa?)

"Hayang ngali teu maneh?" Tanya Mahen dan Samudra mengangguk setuju yang diiringi dengan seringai senyuman di wajahnya. Ternyata Mahen bisa jatuh cinta juga, mungkin itu adalah perkataan yang sedang berada dibenak Samudra untuk saat ini.

(Mau liat nggak lo?)

     Mahen berjalan keluar pintu kelas diikuti dengan Samudra yang membututinya dari belakang. Setelah sampai Mahen berdiri di depan kaca kelas sebelah lalu melihat ke dalam kelas melalui jendela yang agak berdebu itu.

Mahen menengok ke arah Samudra, "eta tah," Mahen menunjuk salah satu gadis yang duduk di paling ujung, agaknya sedang menyalin pekerjaan rumah milik temannya.

(Itu tuh)

     Samudra melihat ke sekeliling kelas itu tapi ia sama sekali tidak menemukan apa yang ditunjuk oleh Mahen. Mengerjapkan dan menyipitkan matanya untuk beberapa kali, Samudra masih tidak menemukan "Bidadari" Yang dimaksud oleh Mahen.

"Teu aya anying, belegug sia nunjuk naon? Jurig?" Lelaki itu menepuk pundak Mahen takut, Samudra berpikir bisa saja Mahen punya indra ke enam atau sebagainya.

(Nggak ada anying, belegug lo nunjuk apa? Setan?)

"Lain jurig, Mud. Eta tah nu ti ujung"

(Bukan setan, Mud. Itu tuh yang di ujung).

"Eta eta kumaha sia Mahen? Eta teh loba!"

(Itu itu gimana lo Mahen? Itu kan banyak!)

"Buta maneh teh?"

"Sialan!"

     Mereka berdua tidak menyadari kalau yang sedari tadi dibicarakan dan didebatkan memperhatikan juga karena sikap Mahen dan Samudra yang heboh sendiri di depan kelas MIPA 2. Gadis itu berdiri dari duduknya lalu menghampiri kedua orang tersebut.

MAHENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang