"Apa-apaan lagi ini?! Bunda sudah capek banget sama kamu. Kenapa nilai selalu jelek?!"
Amarah seorang wanita muda memenuhi seisi ruang tamu itu. Nafasnya menderu, kedua bola matanya membulat. Terlihat hanya ada aura kebencian di dalam dirinya.
"Maaf Bunda ...." Ucapan lirih penuh kesedihan dan rasa sakit hati keluar dari mulut seorang anak SMA tersebut.
"Kamu tuh ya nggak pernah banggain Bunda. Sekali aja jangan malu-maluin apa nggak bisa, apa susah?!"
"Apa bakat kamu? Mau jadi apa kamu setelah lulus nanti hah?!" Sambungnya dengan penuh tekanan.
Wanita itu melotot lalu merobek kertas ujian yang berada di tangannya, mengepal benda itu lalu melempar robekan kertas ke wajah Sang anak sembari berdesis.
"Bunda nggak butuh nilai jelek kamu itu!"
"Coba aja kamu itu kaya teman kamu. Nilai selalu bagus nggak pernah dapat kosong kaya gini! Kamu tuh niat sekolah nggak s—"
"BUN! Ini aku, Bun... Bukan teman aku, aku sama dia jelas beda, nggak semua anak itu sama ...."
Timpal anak itu dengan bentakan di awal. Telinganya memanas, wajah putihnya itu berubah menjadi merah padam. Kepala lelaki itu terasa sakit dan panas karena menahan tangisan.
"Tapi kamu itu paling beda dari yang lain. Kamu yang paling buruk."
Sedikit kalimat terakhir yang terlontar keluar dari mulutnya langsung menusuk hati lelaki itu tanpa basa basi dan kata permisi.
"Bun... Udah... Aku capek ..."
Getaran suaranya tak bisa berbohong kalau anak itu sedang berusaha menahan agar air matanya tak tumpah. Ia hanya menunduk melihat kedua sepatunya yang kusam.
"Capek apa kamu?! Kerjaan kamu setiap hari cuma tidur dan lupa untuk sekolah, sekalinya masuk sekolah kamu malah buat onar"
"Bunda tau kemarin lusa kamu itu datang ke psikolog, untuk apa hah? Karena beban kamu banyak, Iya?"
Tanya wanita itu dengan suara yang meremehkan, tatapan kesal dan penuh amarah seakan tak pernah terhempas dari kedua bola matanya.
"Aku capek Bunda ...."
"Bunda sama Ayah selalu nggak ada buat aku" Sambungnya.
"Bunda dan Ayah kerja! Untuk kamu makan dan keperluan kamu yang lain!" Bentaknya.
"Emang dasarnya kamu itu anak nggak tau diri. Cuma bisa ngehabisin uang sama buat masalah. Bunda nyesel udah ngelahirin anak kaya kamu!"
"Dan denger ya! Besok-besok nggak ada ya kamu pergi-pergi ke psikolog. Nggak ada orang gila di rumah ini!"
Diam terduduk di lantai yang dingin sambil menangis, tangisan tanpa suara. Air mata yang tak ingin ia tumpahkan akhirnya keluar tanpa permisi. Hatinya sakit, dia tidak bisa menjelaskan betapa rasa sakitnya perkataan orangtuanya tadi.
Pemuda itu menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak, kepalanya terasa sakit dan panas. "Kalau aku bisa pilih, aku juga nggak mau lahir ke dunia, aku nggak minta dilahirin bunda ...."
.
.
.
Kediaman Cahyo terasa ramai untuk malam ini karena kedua temannya sedang membantu Cahyo untuk melakukan live streaming endorse bakso aci. Katanya Cahyo agar tidak sepi dan seru.
Jelas Wijar dan Gafi tidak menolak tawaran Cahyo karena pasti nanti di sana mereka dapat makanan gratis, lumayan untuk sekedar mengisi perut.
"Iki isi bakso aci'e ada banyak ya ges, ada cireng nya, ada bakso yang lonjong ada juga yang bulet, ada pilus nya, bumbu'e juga gede"

KAMU SEDANG MEMBACA
MAHEN
Teen Fiction"Aku ingin menjadi seseorang yang dikirim Tuhan untuk menjaga kamu sampai aku ditelan oleh tanah" Kalimat itu terlontar keluar dari mulutnya untukku, dengan suara yang amat sangat lembut. Mahen Koswara Putra Kusuma namanya, anak laki-laki aneh peny...