"Umi mau ke Pasar dulu. Kemarin Umi pesan roti nanti penjualnya teh dateng ke sini nganterin rotinya, Eneng tungguin ya! Lagian masih jam segini juga, Eneng keburu lah kalo mau sakola. Oh iya maaf ya hari ini Umi nggak bisa masak makanan buat temen-temen kamu soalnya lagi sibuk."
Begitulah pesan terakhir umi sebelum ninggalin rumah buat ke Pasar. Sumpah demi apapun si tukang roti itu lama banget, aku udah nungguin dari 1 jam yang lalu, kalau begini ceritanya aku bakal terlambat datang ke sekolah.
"Jangan jangan penjual roti itu jelmaan bekicot lagi, lambat banget nggak sat set sat set."
Dari tadi yang aku lakukan hanya melihat jam lalu ngomel sendiri, sudah frustrasi menunggu tukang roti yang nggak pasti itu.
"Ih yang bener aja nih tukang rotiroti, gue bacotin pakai bahasa Jaksel tau ra—"
Tok Tok Tok....
Omonganku terpotong saat seseorang mengetok pintu rumah. Aku berdiri dari dudukku dan berjalan menuju pintu, sebelum ku buka pintunya aku memutuskan untuk melihat seseorang itu dari jendela yang berada di sebelah pintu.
Ku intip orang itu dari balik gorden, "Eh tunggu tunggu," aku terkejut.
Aku membuka pintu itu dengan terburu karena aku agak kurang percaya dengan apa yang aku lihat barusan. Aku melihat orang itu dengan mata melotot dan mulut yang terbuka karena terkejut. Ternyata aku tidak salah lihat.
"Loh, Juminten?" Lelaki berbau parfum semangka itu terkejut juga agaknya.
"Setop panggil gue Juminten! Nama gue Dhara."
"Atuh kamu nggak bilang kamari" Mahen hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
(Kamu nggak bilang kemarin)."Jangan bahas yang kemarin. Lu ke sini mau apa? Kenapa bisa tau rumah gue?" Ku suguhi dia dengan Pertanyaan-pertanyaan itu, karena aku ingin tau.
"Pertama, aku teh ke sini mau anter roti. Kedua, aku tau rumah kamu karena ini alamatnya"
"Hah... Yang bener aja si umi pesan roti sebanyak itu, Hen?"
Aku melihat dua kardus berukuran sedang yang di bawa Mahen menggunakan Vespa nya itu. Yang aku heran kan untuk apa umi pesan roti sebanyak itu?
"Ya teu apal atuh, kan umi kamu yang pesan Dhara" Jawabnya enteng. lagi dan lagi sambil tersenyum, memperlihatkan deretan gigi-giginya itu.
(Ya nggak tau, kan umi kamu)"Pokoknya umi kamu teh cuma pesan"
"Terus terus?" Tanyaku dengan nada yang penasaran.
"Kalau terus ya nabrak atuh, ai kamu kumaha?"
(Gimana)"Dih, nyebelin lo!" Ketus ku pada Mahen seraya memukul lengannya. Anak itu hanya tertawa lalu melindungi tangannya dari pukulan ku.
"Enggeus atuh enggeus" Mahen tertawa. Dia memegang lenganku untuk menghentikan pukulannya.
(Udah dong udah)"Udah atuh. Ini taro rotinya ke dalam rumah kamu." Titah Mahen padaku. Aku pun mengiyakan lalu menaruh dua kardus roti itu ke dalam rumah. Mahen sudah menawarkan bantuan tapi aku nggak perlu, aku bisa sendiri.
Setelah selesai menaruh kardus roti aku keluar rumah dengan tergesa dan raut wajah yang panik.
"Mahen, kita udah telat!"
"Ya udah bareng aku aja naik vespa ini"
Aku mengiyakan apa yang disuruh Mahen. Lumayan juga jadi bisa cepat sampai ke sekolah dan yang pasti jadi nggak capek juga.

KAMU SEDANG MEMBACA
MAHEN
Ficção Adolescente"Aku ingin menjadi seseorang yang dikirim Tuhan untuk menjaga kamu sampai aku ditelan oleh tanah" Kalimat itu terlontar keluar dari mulutnya untukku, dengan suara yang amat sangat lembut. Mahen Koswara Putra Kusuma namanya, anak laki-laki aneh peny...