Chapter 18 - There You Are

16 4 1
                                    

Toko tutup lebih awal hari ini. Biasanya toko tutup pukul 2 siang, namun sekarang pukul 12 siang sudah tutup karena Ko Anming, ibu, dan istrinya harus hadir ke pernikahan kerabatnya. Akhirnya, aku bisa mendapat tidur siang yang sangat aku rindukan. Aku bekerja setiap hari karena memang toko Ko Anming buka setiap hari. Yah maklum saja, toko ini ada di pasar dan tentunya pasar tidak pernah tutup kecuali hari raya.

Aku mampir ke minimarket di dekat pasar untuk tarik tunai uang yang akan aku berikan ke pengurus panti. Sudah hampir 2 bulan aku di panti. Ah, begitu cepat hari-hari berlalu. Aku tidak menemukan tempat kos yang bisa aku tinggali, namun aku menyewa sebuah rumah kontrakan kecil yang agak jauh dari pasar dan panti. Aku sudah membayar uang sewa bulanan dan aku akan pindah bulan depan, sembari menyicil membeli perabotan rumah. Bu Ira belum aku beritahu tentang hal ini, aku berencana akan memberitahunya menjelang pindah.

Suasana panti sepi saat aku sampai, karena anak-anak tidur siang.

"Kok udah pulang Noy?", tanya Bu Ira sesaat aku keluar dari kamar mandi.

"Ko Anming ke nikahan saudaranya katanya Bu.". Bu Ira mengangguk.

"Kamu udah makan? Ada bakso di dapur. Tadi ada orang dateng ke sini nyantuni anak-anak, trus bawa bakso itu. Habisin ya, biar ibu gak perlu manasin lagi."

Aku mengangguk dan tersenyum. Pas sekali aku sangat lapar sekarang. Ah senangnya, kerja pulang cepat, makan bakso yang enak, lalu tidur siang!

⋇⋆✦⋆⋇ 

Karin melamun memandang keluar jendela saat masuk ekskul kali ini. Nathan sudah bingung bagaimana cara agar Karin kembali seperti dulu lagi. Nathan sudah melakukan berbagai cara, mulai dari mengajaknya jalan-jalan, membelikan camilan kesukaannya, dan apapun itu agar Karin seceria dulu. Namun nihil, sejauh ini hasil terbaiknya hanyalah Karin yang hanya tertawa kecil. Karin memang tak lagi menangis, mau ikut ekskul, menjalani hari seperti biasa, hanya saja ia terlihat sangat flat, tak lagi terlihat keceriaan dan semangat di wajahnya.

"Rin, ada tukang telur gulung baru di depan komplek, mampir yuk?", ajak Nathan saat ia dan Karin tengah berjalan ke parkiran sekolah yang telah sepi tanpa orang. Karin menggeleng.

"Hmm.. Besok pulsek, temenin ke gramed ya? Pengen beli buku rekomendasi wali kelasku buat tes masuk PTN.

Karin tak menjawab dan tetap berjalan lurus tanpa menoleh.

"Ntar kalo kamu mau beli buku atau komik, aku yang bayarin deh."

"Kamu tuh gausah sok mau menghibur aku! Kita bukan kakak adek, gausah sok mau jadi kakak yang baik buat aku!", seru Karin sambil melenggang pergi.

Nathan tentu sangat kaget dengan perkataan Karin. Nathan marah, namun berusaha mengontrol emosi dan menarik tangan Karin.

"Maksud kamu apaan?". Karin melepas paksa tangannya dari genggaman Nathan.

"Kamu mau ngelakuin apapun juga, gak ada gunanya! Sahabat aku gak akan balik! Dia ga akan balik! Winda tuh gak ada!", seru Karin frustasi.

"KARIN!", Nathan kelepasan membentak Karin.

Karin kaget dengan bentakan Nathan, kemudian menangis frustasi memeluk Nathan. Nathan gelagapan dan otomatis balas memeluk Karin. Tidak, ia tidak boleh tersulut emosi. Pasti ada sesuatu yang salah terjadi pada Karin. Karin tidak mungkin tega berkata seperti itu padanya.

"Maafin aku.. Tapi.. Tapi Winda.. Gak ada..", tangis Karin dalam pelukan Nathan.

* * *

Hari itu, wali kelas Karin memperkenalkan seorang siswa pindahan. Karin tak begitu memperhatikan, sibuk membaca catatannya. Yah, belajar kini adalah pelampiasan emosi Karin, karena komik tak lagi mampu membuatnya berselera.

[COMPLETED] Why Noir? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang