"Sudah aku bilangin, mereka gelombang 4. Kamu sih gak buru-buru daftar, kehabisan kuota kan buat gelombang 1 2 3."
Nathan tetap diam memejamkan matanya dan bersandar ke kaca bus. Sejak tadi, earphone terpasang di telinganya, meski tidak ada musik yang ia putar.
Karin terus mengoceh sejak mereka duduk dan berangkat tadi. Ia sedikit menyesal tidak membawa komiknya untuk mendiamkan Karin. Suasana bus kali ini cukup menyebalkan. Sepanjang perjalanan, yang Nathan dengar hanyalah ocehan Karin, omelan beberapa siswa karena terjebak macet, dan juga suara muntahan beberapa siswa yang mabuk perjalanan.
Nathan langsung membuka matanya ketika mendengar panitia mengumumkan bahwa mereka segera sampai di Panti Asuhan Alkamar.
"Ketauan deh boongnya, kamu cuma pura-pura tidur kan?"
Nathan hanya melirik Karin singkat sambil membereskan earphonenya.
"Untung ada kamu, coba gak ada paling aku udah jadi nyamuk mereka."
"Btw kamu gapapa nih ngeliat mereka? Kamu nih udah tau bakal sakit tetep aja ikutin mereka sampe sini."
Nathan berdecak kesal.
"Aku ke sini bukan karena mereka, tapi karena mau beramal sama anak-anak yang sama kayak aku."
Kekesalan dan kepenatan yang Nathan bawa dari kota terbayarkan dengan melihat senyum ceria anak-anak panti yang menyambut mereka dengan riang.
"Jadi ini, kenapa Mama suka pergi ke panti asuhan.", batin Nathan.
Bakti sosial di panti asuhan itu berlangsung lancar. Mereka membagi-bagikan snack, baju bekas layak pakai, dan sejumlah mainan pada anak-anak panti. Tak lupa panitia menyerahkan sembako dari hasil iuran siswa-siswi sekolah. Tiba saat acara games dimulai. Semua berjalan lancar, karena untungnya pengurus OSIS dan pengurus panti pandai dalam membuat suasana menjadi tidak canggung dan asik. Setelah games selesai, saatnya makan siang bersama sekaligus sesi keakraban. Jam makan siang ini adalah jam bebas. Semua orang mengambil makanan yang disediakan panitia OSIS sekolah Nathan dan bebas makan di bagian aula panti mana saja. Mereka juga boleh makan bersama siapa saja, semacam membentuk sirkel untuk makan siang.
Nathan duduk sendirian di pinggir aula sambil sibuk dengan makanannya. Nathan tidak terpikir untuk bergabung bersama teman-temannya atau anak panti, karena jujur, ia sangat lapar sekarang.
"Hai kakak ganteng, nama kakak siapa?", ucap seorang anak laki-laki yang tiba-tiba menghampirinya.
"Halo, nama Kakak Nathan. Kamu siapa?"
"Nama aku Doyik. Aku boleh gak, makan sama kakak? Boleh ajak temen gak?". Nathan tersenyum dan mengangguk.
Beberapa saat kemudian, Doyik kembali bersama 4 orang anak panti lainnya. Mereka memperkenalkan diri. Adit, Niyo, Lala, dan Dilah.
"Kak Nathan kelas berapa? Aku kelas 2 SD.", ucap Doyik.
"Aku juga!", sahut Adit dan Lala.
"Kakak kelas 11. Hayo tebak, kelas 11 itu kelas berapa SMA?"
"Kelas satu!", ucap Lala.
"Ih bukan, kata Bu Guru, kelas satu SMA itu kelas 10. Berarti kelas 2 SMA! Bener kan kak?", bantah Niyo.
"Wah pinternyaa.. Kamu kelas berapa?"
"Aku kelas satu Kak, sama kayak Dilah. Dilah malu ketemu Kakak.", jawab Niyo yang membuat Dilah tersipu malu.
"Dilah tadi bisik-bisik ke aku, katanya Kakak Nathan ganteng.", ledek Adit. Mereka tertawa bersama.
"Kakak cita-citanya jadi apa?", kali ini Doyik yang bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED] Why Noir?
Fiction générale"Untukmu, malaikat pelindung yang tak pernah berhenti mencintaiku meski hatinya tercabik oleh takdir dan terhantam oleh dunia yang kejam." - Arwinda Kusuma [Start : 7 November 2021] Beberapa bagian di edit untuk memperjelas alur cerita dan untuk mem...