"Komik kesukaan kamu udah terbit nih episode barunya. Aku beliin tadi..". Karin diam saja dan tetap dalam posisinya yang rebahan di kasur menghadap tembok.
"Woi..". Karin tetap diam. Nathan mengelus-elus pundak Karin.
Karin berbalik dan duduk, memeluk Nathan dan menangis. Nathan balas memeluk Karin dan mengusap punggungnya. Sudah seminggu sejak Winda hilang, masih belum ada kejelasan kabar keberadaan Winda. Karin dan Riri selalu mendatangi Juno di sisa-sisa hari masuk sekolah mereka sebelum liburan. Tadi saat penerimaan raport oleh wali murid, ia melihat Tante Windi yang semakin kurus dengan kantong mata yang semakin tebal dan gelap, terlihat jelas meski menggunakan riasan. Ia tak tega, membayangkan sebanyak apa Tante Windi menangis karena kehilangan anaknya. Ia tahu Tante Windi dan Om Niko setiap hari ke kantor polisi mengecek perkembangan laporannya, namun hasilnya nihil.
"Nanti kalo Winda diculik gimana? Kalo Winda disiksa gimana? Nanti— huwaa..."
"Berdoa yang rajin semoga Winda baik-baik aja.", Nathan menenangkan.
"Tapi kata Juno, Winda bahkan ganyampe ke supermarket karena ga ada Winda di CCTV supermarket. Pasti— pasti Winda hilangnya di perjalanan ke supermarket."
Hilang setelah berpamitan untuk pergi ke supermarket, itu yang orang-orang ketahui tentang hilangnya Winda. Ya, keluarga Winda tidak menjelaskan keadaan sebenarnya.
"Makan dulu yuk? Kasian Bunda udah masak buat kamu tapi kamunya gamau makan.", ajak Nathan setelah tangisan Karin mulai berhenti dan hanya tersisa isakannya saja.
"Aku mau tidur aja, capek.", rengek Karin.
"Makan dulu baru bobo.". Nathan masih membiarkan Karin memeluknya sejak tadi. Ia tahu, Karin pasti memendam segala perasaannya selama seminggu ini sejak Winda hilang.
Tadi sore, Ayah dan Bunda Karin tiba-tiba datang ke rumahnya, meminta tolong agar ia membuat Karin kembali bahagia atau setidaknya membujuk Karin untuk makan. Maka dari itulah, Nathan langsung pergi ke Gramedia membeli komik kesukaan Karin. Perkiraannya bahwa Karin pasti luluh jika tentang komik, ternyata salah, karena ternyata Karin sesedih itu hingga tak berselera dengan komik lagi.
"Kakak.. Mau cari Winda..", Karin melepas pelukannya.
"Gimana nyarinya, hm? Kita gapunya petunjuk apapun..", Nathan menangkup pipi Karin. Ia begitu sayang pada Karin sekarang, dia seperti adik bagi Nathan. Karin diam menatap Nathan sedih dengan mata sembab.
"Katanya Kak Nathan sayang Winda, kok gamau bantuin nyari?"
Nathan menepuk dahinya. Bisa-bisanya mengungkit itu agar Nathan mau menurutinya.
"Kamu makan dulu, besok kita carinya."
Karin tersenyum penuh harap dan mengangguk. Yap, misi Nathan berhasil malam ini.
⋇⋆✦⋆⋇
"Totalnya 142.000 Neng."
Noyi diam melihat sekeliling sejenak setelah membayar barang yang Bu Ira pesan di toko grosir sembako itu.
"Emm.. Toko ini, butuh karyawan nggak Ko?". Pertanyaan Noyi tentunya langsung dihadiahi tatapan heran.
"Kenapa?"
"Anu.. Kayaknya kalo di jam-jam pasar buka, di sini rame banget, cuma ada Ko Anming sama Ai aja yang kerja."
Ko Anming, anak pemilik toko grosir sembako di pasar ini, menatap seperti penuh selidik.
"Kalo butuh, saya mau kerja di sini, boleh gak Ko?", Noyi to the point meski penuh keraguan. Maklum, Noyi tidak pernah melamar pekerjaan dan tidak tahu caranya, tentu wajar jika ia ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED] Why Noir?
Fiksi Umum"Untukmu, malaikat pelindung yang tak pernah berhenti mencintaiku meski hatinya tercabik oleh takdir dan terhantam oleh dunia yang kejam." - Arwinda Kusuma [Start : 7 November 2021] Beberapa bagian di edit untuk memperjelas alur cerita dan untuk mem...