Kali ini, Yeji sedang beristirahat dari aktivitas berlatihnya.
Kepalanya kembali berdenyut nyeri, semakin lama semakin menusuk dan begitu sakit.
Yeji pun menumpu kepalanya, ia memejamkan matanya berusaha menetralkan rasa sakit itu.
"Baiklah, mana obatku," Yeji mengobrak-abrik tasnya mencari pil pemberian dokter kemarin.
Meski tenggorokannya sulit untuk menelan, bagaimanapun ini harus dilakukan.
Yeji meminum obat itu 2 sekaligus, keringatnya bercucuran karena rasa sakit dari kepalanya sekaligus dari tenggorokan yang sulit menelan.
Yeji menaruh kepalanya di atas meja sebelum akhirnya menghela nafas.
"Bagaimana ini, Tuhan? Tolong kuatkan aku," Yeji memejamkan matanya disertai bulir air mata yang mengalir tanpa sadar.
Tiba-tiba, Lia memasuki ruangan tempat Yeji beristirahat, "kak? Apa kau baik-baik saja?" Lia kemudian mendekat dan berusaha menyentuh dahi Yeji.
Yeji dengan terkejut mengangkat kepalanya, "k-kau siapa?" tanya Yeji takut-takut, terlihat raut khawatir dari wajahnya.
Lia terkejut, "i-ini aku Lia, kak," Lia dengan raut khawatirnya masih dalam posisinya.
Yeji pun tenang, "a-ah.. maafkan aku mengejutkan mu, aku hanya bercanda, hehe," celetuknya mencari alasan.
"Kau baik-baik saja kan?" tanya Lia lagi.
Yeji gelagapan, "i-iya, aku hanya kelelahan, aku tidak apa-apa."
Yeji dan Lia keluar dari ruangan itu beriringan tanpa adanya rasa curiga dari Lia.
"Baiklah, sudah sembuh, kan?" celetuk Ryujin.
Yeji hanya tersenyum canggung, "hehe iya."
"Sepertinya aku hanya merepotkan disini, tapi semakin lama rasa sakit ini semakin sering dan menusuk."
Yeji melamun sesaat sebelum ia disadarkan oleh Chaeryong dan mulai menari.
Yeji meraup udara dengan rakus selesai menari, untung saja rasa sakitnya tak timbul saat menari tadi.
Yeji tersenyum cerah, "baiklah, satu lagu lagi, masih kuat?" tanya Yeji menatap para member yang tengah mengistirahatkan diri sejenak.
Mereka saling tatap, "baiklah," itu Ryujin yang bersuara.
Yeji dengan semangat memulai tariannya, Yeji rasa dirinya ada harapan untuk bertahan dipanggung nanti.
Tak terasa sudah pukul 11 malam, Mereka sudah sampai di dorm dan bersiap untuk tidur.
Lain halnya dengan Yeji, selepas membersihkan diri ia menuju mejanya dan menuliskan surat yang sempat tertunda.
Ditengah-tengah aktivitasnya, rasa sakit itu kembali menyerang, ia meremat kepalanya kuat sampai tak sadar alat tulisannya jatuh dengan kasar.
Yeji berusaha bangkit dan berjalan menuju kasur berniat membaringkan tubuhnya.
Namun tiba-tiba pandangannya kabur, ia berusaha mencari sandaran kursi untuk pegangan namun ntah hilang kemana.
Yeji pun terjatuh cukup keras pada lantai namun untungnya tidak ada barang dibawah dan hal itu membuat suara benturan Yeji sangat minim untuk terdengar.
"Shh.. aww... S-sakit.."
Akhir-akhir ini Yeji rasa, sakit dikepalanya kerap kambuh, dan ia menjadi tidak nafsu makan karena susah menelan.
Untuk meminum obat dari dokter pun harus sampai bercucuran keringat, sedari sore ia belum makan sama sekali, minumpun hanya sesekali.
Bahkan tubuhnya bisa dinilai sangat kurus, bukan kurus sehat lagi, tapi seperti orang yang kekurangan makan.
Yeji bangkit dibantu pegangan pinggir kasur, ia duduk dengan gelisah di pinggiran kasur
Yeji menatap sekitar, berusaha memperjelas penglihatannya yang semakin rabun.
Bibirnya yang mulai memucat seiring waktu, rambut yang mulai rontok, mata uang yang sayu, badan yang sangat kelelahan. Kondisi Yeji sangat memprihatinkan.
Mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu Yeji pergi ke kamar mandi dengan gontai untuk sekedar mencuci wajah.
Di wastafel, Yeji tanpa sadar menjatuhkan sikat gigi dan pasta giginya.
Baru saja akan melangkahkan kaki keluar, Yeji tak sengaja menginjak sikat giginya.
Alisnya menukik mencoba mengingat sejak kapan barang itu ada dibawah lalu menyimpan kembali ketempat semula.
Ia meneguk salivanya kasar, Yeji meminum obatnya dengan nafas yang terengah-engah karena sakit di tenggorokannya.
Menyimpan gelasnya dinakas,
Yeji pun bergegas untuk tidur."Tuhan, tolong kuatkan aku, beri aku kesempatan sekalii saja," gumamnya dengan lemas.
Yeji memejamkan matanya, berusaha menyambut tempat yang lebih indah dari dunianya saat ini--mimpi-- yang menantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
pergi tanpa pamit✔️ [ TAMAT ]
Hayran Kurguini tentang Yeji, yang harus pergi meninggalkan 4 bunga dan jutaan kupu-kupu indahnya. dan ini adalah hari-hari dimana Yeji menghabisi sisa-sisa waktunya. hingga kepergiannya mampu membuat seorang lelaki menangis, merasa terlambat menyatakan cintany...