Silent-38

53 17 2
                                    

Namanya Zero, tapi tentu itu bukan nama yang sebenarnya. Kak Arkan sendiri tidak tahu nama aslinya, karena anak itu kabarnya tidak pernah bersosialisasi, namun bukan berarti ia orang yang harus dihindari. Malah, Kak Arkan berpikir bahwa alasan Zero tidak pernah berkumpul dengan sesama Hybrid selain kerena kondisi kesehatannya, juga karena tidak ingin membuat yang lain dalam bahaya. Aapalagi, Zero adalah orang pertama yang berhasil kabur dari ORF.

Kalau aku adalah Zero, aku memang akan melakukan hal yang sama. Aku tidak bisa membahayakan yang lain ketika aku merencanakan untuk kabur. Meski terkesan egois karena kabur sendiri, tapi menurutku, Zero berpikir bahwa itu memang yang terbaik untuknya dan yang lain. Kata Kak Arkan, Zero sangat kuat dan dia seperti monster.

"Kenapa dia dicari-cari?" tanya Kak Raffa.

Saat ini, kami sudah berada di dalam pesawat. Aku, Kak Raffa, dan Kak Arkan duduk dalam satu baris yang sama, sedangkan Izumi dan Uiara duduk di belakang kami dengan satu bangku kosong. Entah kebetulan atau bukan, tapi memang banyak bangku kosong di dalam pesawat yang akan terbang ke Tokyo ini.

"Corestone, begitu sebutannya," kata Kak Arkan. "Kristalisasi kekuatan super yang Zero miliki, yaitu Healer. Aku tidak tahu oastinya, tapi aku pernah dengar dari beberapa peneliti. Corestone itu bisa menjadikan kekuatan Zero lebih stabil. Mungkin ini salah satu alasan Zero kabur, juga menjadikannya diincar ORF. Corestone itu bisa membuat Hybrid stabil. Bahkan, logikanya, Corestone mungkin bisa membuat Manusia Biasa mendapatkan efek Healer. Kalau cara ini dikembangkan dan semua Manusia Super melakukannya, Corestone bisa disalahgunakan. Manusia Biasa pasti bisa memiliki kekuatan super jika memiliki batu itu," jelasnya.

"Kamu tahu sedetail ini dari mana?" tanya Uiara.

Kak Arkan sempat terdiam, seakan ia ragu untuk mengungkapkannya. Entah apa yang membuatnya ragu, tapi aku rasa ia takut jika dirinya malah dicurigai sebagai mata-mata. "Aku pernah bicara dengan Zero aehari sebelum dia kabur. Itu pembicaraanku dengannya yang pertama dan terakhir. Bagaimana pun juga, dia orang Indonesia sepertiku. Dia menitipkan pesan."

"Apa?" tanya Izumi.

Kak Arkan menggeleng. "Aku tidak bisa mengatakannya. Aku takut itu akan membahayakan nyawanya. Dia menderita, dan aku tidak mau membuatnya lebih menderita lagi," jawabnya. Lalu, tiba-tiba saja dia menatapku yang duduk di antaranya dan Kak Raffa. "Tapi, kalau memang dia dibutuhkan, aku yakin Anya bisa menemukannya. Hanya Anya."

Aku terbelalak dan refleks menunjuk diriku sendiri dengan bertanya-tanya. Sempat aku bingung, tapi pada akhirnya aku mengerti alasan Kak Arkan begitu yakin. "Suaraku, ya?"

Kak Arkan mengangguk. "Kamu harus hati-hati. Mereka pasti tahu hal ini, karena itu mereka mengincarmu juga."

Aku mengangguk. Tentu aku sudah bisa membayangkan apa yang mereka inginkan dengan mengincarku. Bahkan, dengan kami berdiam di dalam pesawat seperti ini untuk berjam-jam, akan sangat berbahaya untuk kami dan penumpang di pesawat ini. Rasanya membuatku tidak tenang, apalagi setelah mendengar apa yang Kak Arkan jelaskan.

***

Berjam-jam di dalam pesawat, akhirnya kami tiba di Tokyo. Kedua kakiku bengkak, aku bahkan merasa lemas dan lelah bukan main, padahal di dalam pesawat pun hanya duduk diam saja, tidur, dan seperti itu berkali-kali. Mungkin, aku seperti ini juga karena tegang memikirkan banyak hal buruk. Aku terlalu overthinking, karena nyatanya kami baik-baik saja selama perjalanan udara.

"Masih ada waktu 5 jam untuk penerbangan ke Sapporo," kata Kak Raffa. "Aku sudah mengambil kunci mobil yang Charles siapkan. Baiknya, kita jalan sekarang. Cepat selesai, cepat istirahat," tuturnya. Lalu, dia mengusap puncak kepalaku. "Dek, masih kuat, 'kan?"

Silent: The Cursed Voice [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang