CaO(s) + CO2(g) → CaCo3(s)
Mr CaO = 56 gmol^-1
Mr CO2 = 44 gmol^-1NCaO = Massa CaO/Mr CaO = 0,899/56 gmol^-1 = 0,0159 mol.
NCO2 = Massa CO2/Mr CO2 = 0,749/44 gmol^-1 = 0,0168 mol.
Mr CaCO3 = Ar Ca+Ar C+3ArO
= 40+12+3(16) = 100 gmol^-1
Massa CaCO3 = N CaCO3 × Mr Ca Co3
= 0,0159 mol × 100 gmol^-1
= 1,59 gram."Gampang kan?"
Aji menatap kosong kertas catatan yang Juna tuliskan untuknya. Malam itu, dengan iming iming sekotak Max Tea, Aji bersedia diajari oleh Juna untuk ulangan harian kimia yang akan dilaksanakan minggu depan di kelasnya.Mr? Ca? CO3? Mol? NCO? APA ITU?!!!
Chandra dan Jendral tampak menahan tawa melihat wajah tertekan Aji ketika Juna dengan sabar menerangkan rumus rumus kimia pada anak itu. Aji memang sangat payah dalam urusan sains. Dia masuk IPA jalur ngantuk. Iya, karena saat mengisi kolom jurusan ketika mendaftar, Aji dalam kondisi yang ngantuk berat saat itu. Di dalam kondisi setengah sadar akhirnya Aji memberi tanda centang pada kolom jurusan IPA. Maka sejak saat itu, neraka penderitaan untuk anak dengan otak pas pas-an seperti Aji pun dimulai.
"Ngerti gak, Ji?" Tanya Jendral dengan nada meledek. Sementara Chandra yang ada disebelahnya sudah terkikik geli. Aji tak merespon ucapan saudaranya itu, namun raut wajahnya cukup membuat Juna paham kalau Aji sama sekali tak mengerti apapun yang dia ajarkan.
"Ya ampun, Ji. Ini pelajaran kelas sepuluh, Lohh. Masa kamu gak ngerti juga? Abang udah ajarin soal kayak gini empat kali!" Ucap Juna jengah.
"Ya maaf, udah tahu aku bodoh. Masih juga dipaksa belajar yang kayak begini." Ucap Aji sambil menggaruk tengkuknya.
"Kau tuh bukannya bodoh, tapi malas! Makanya sore sore tuh belajar, bukan main layangan sama bocah bocah komplek. Gimana, sih?"
Aji kesal setengah mati. Namun dia hanya bisa mengubur dalam dalam perasaan kesalnya itu. Sementara Chandra dan Jendral semakin dibuat geli oleh tingkah si sulung dan bungsu Arkana itu. Juna memilih menyerah, dia pada akhirnya meninggalkan Aji yang masih geming di tempatnya sambil menatap nelangsa catatan catatan yang sudah penuh dengan rumus rumus hasil tulisan tangan Juna. Bosan karena tak lagi melihat drama live, Jendral pun memilih bangkit dan berniat merecoki Naka di dapur. Menyisakan Chandra dan si bontot itu di ruang tengah.
"Bang."
"Hmm."
"Apa gue emang bodoh banget, ya?"
"Lo gak denger apa yang bang Juna bilang tadi? Lo tuh bukannya bodoh, tapi malas." Jawab Chandra santai sambil mengubah keripik singkong nya dan mengubah posisi duduk menjadi rebahan di sofa. Melirik sang adik yang tampaknya sedang galau galaunya karena ucapan Juna tadi.
"Gue tuhh malas bukan tanpa alesan, bang. Gue udah tahu kalaupun gue belajar, ya hasilnya paling gini gini aja. Dibawah kkm, syukur kalau pas pas-an. Makanya gue jadi males belajar, tohh juga hasilnya bakalan sama."
"Lo pernah dengar istilah kalau usaha gak akan pernah mengkhianati hasil, kan?"
Aji memutar bola matanya malas.
"Bacod itu, mah.""Ehh, kok lo bilang begitu?"
"Usaha memang gak pernah mengkhianati hasil. Tapi masalahnya yang berusaha kan bukan cuma gue doang, bang."
"Kalau usaha memang gak pernah mengkhianati hasil, bumi ini akan penuh 99% sama orang orang sukses." Sambung Aji kesal.
Aji berdecak. Lantas menatap Chandra dengan tatapan mengejek.
"Yaelah. Contohnya aja udah depan mata. Lo ingat kan kalau lo pernah nangis guling guling sampai mogok makan karena gak lolos SNMPTN? Padahal lo udah berusaha belajar sampe subuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Raga || NCT dream [END]
Fanfiction"Abang..." "Ya?" "Pernah gak sih, lo nangisin diri lo sendiri karena lo sadar kalau lo gak bisa apa apa?" "Kenapa nanya begitu?" "Karena aku gak tega ngelihat abang kayak gini demi kita." Di sore yang temaram itu, dengan matahari yang mulai terbenam...