Terkadang, logika membuat logila.
Saat ini ungkapan seperti itu yang bisa menggambarkan situasi yang sekarang Chandra rasakan, Chandra enggak bodoh, dia cukup mengerti jika tidak seharusnya dia duduk di sudut cafe dengan wanita paruh baya dihadapannya yang sedang duduk dengan raut wajah canggung saat ini, padahal Chandra itu anaknya sendiri.
Logikanya bertentangan dengan isi hatinya, dan itu membuat Chandra frustasi seolah dia akan gila sebentar lagi.
Meski rindu teramat sangat, Chandra tak pernah sedikitpun berekspektasi kalau dia akan bertemu dengan bundanya disituasi seperti ini. Jadi ekspresi yang saat itu dia tunjukkan hanyalah datar. Kenapa? Karena Chandra bingung dia harus bagaimana.
"Kamu udah gede,ya? Terakhir kali-"
"Kita enggak seharusnya ketemu. Bunda-ahh anda seharusnya tahu itu."
Hera terdiam menatap anaknya itu, dia gelagapan, reaksi Chandra terlalu datar dan mengintimidasi. Hera memang ibu Chandra, dan dia memegang kendali atas sopan santun anaknya, tapi dia harus tahu diri, kan?
"Iya, bunda tahu..."
"Maksud anda datang ke rumah itu apa? Untung aja Aji sama Lele enggak ada di rumah, kalau enggak, situasi bakalan makin kacau."
"Bunda cuma kangen kalian, Chan..."
Chandra menatap wanita itu bingung sekaligus tidak percaya.
"Tapi, anda bahkan gak punya hak untuk itu."
Hera terdiam, wanita itu mengulum bibirnya. Tak tahu harus mengucapkan apa lagi. Kalimat terakhir Chandra begitu menusuknya, membuatnya sadar untuk semakin tahu diri.
"Chandra. Bunda tahu enggak seharusnya bunda menemui kalian. Bunda tahu kalau bunda harus tahu diri, bunda ngerti. Tapi tolong pahami bunda sebagia seorang ibu yang jangan sama anaknya, bunda-"
"Aku masih enggak terima." Potong Chandra datar.
"Jadi jangan paksa aku kayak gitu. Karena aku masih enggak terima sama semua yang udah terjadi akibat keegoisan anda."
"Chan-"
Chandra bangkit dari duduknya, sekuat mungkin dia tahan air mata itu agar tak jatuh, itu bakalan malu maluin banget.
"Kalau bukan karena bunda, ayah sama bang Alan pasti masih ada."
"Kenapa kamu jadi nyalahin bunda? Kematian itu takdir!"
"Takdir tai. Takdir apaan? Kalau gue bunuh diri sekarang terus Lo nangis nangis kayak orang gila sama seperti pemakaman bang Alan, Lo masih bisa nyebut itu takdir?!!!"
"ALAN ITU BUNUH DIRI!!!"
"Takdir?"
"Mending Lo yang mati daripada bang Alan."
Chandra beranjak pergi dari sana, meninggalkan Hera yang tergugu di tempatnya. Perempuan itu menatap punggung Chandra dengan tatapan tak percaya, tak tahu jika air mata Chandra sudah merembes kemana mana.
Ketika Chandra keluar dari cafe, dia terdiam di tempatnya, menatap sosok Naka di seberang jalan yang sepertinya sudah berada disana dan mengikuti mereka dari rumah.
"Na..."
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Raga || NCT dream [END]
Fanfic"Abang..." "Ya?" "Pernah gak sih, lo nangisin diri lo sendiri karena lo sadar kalau lo gak bisa apa apa?" "Kenapa nanya begitu?" "Karena aku gak tega ngelihat abang kayak gini demi kita." Di sore yang temaram itu, dengan matahari yang mulai terbenam...