Malam itu, Jendral tak kunjung pulang.
Aji yang sudah sampai di rumah sejak tadi mulai gelisah. Bahkan sampai Juna pulang sekalipun setelah lembur, Jendral masih tak menunjukkan batang hidungnya. Ponselnya enggak aktif, dan tak ada satupun dari mereka yang tahu dimana keberadaannya.
"Udah aktif belum, HP nya?" Tanya Chandra
Naka berdecak kesal sambil menggeleng. Sudah 52 kali dia menelepon saudara kembarnya itu, dan sudah 52 kali juga tetap saja dia tak bisa menghubungi Jendral.
"Tadi gue udah ke tempat showroom, tapi kata managernya, Jendral pergi tiba tiba dan gak balik sampai showroom tutup. Jendral juga ternyata enggak masuk kerja di cafe hari ini. Sebenarnya kemana sih tuh anak?!" Gerutu Naka.
Aji terdiam di tempatnya, dengan Letnan yang harap harap cemas menatap pintu depan.
Jam sudah menunjukkan hampir setengah 12, Aji semakin khawatir.
"Le, pinjam kunci motor lo." Ucap Aji pada akhirnya.
"Diatas meja makan, lo mau kemana memangnya?"
"Mau nyari bang Jendral."
Belum sempat Letnan menyelesaikan kalimatnya, Aji segera melesat mengambil kunci motor dan pergi dengan motor Letnan.
Sejujurnya, Aji tak tahu kemana dia harus mencari kakaknya yang satu itu, dia tak tahu tempat tempat yang disukai Jendral untuk lelaki itu datangi, dia tidak tahu betul rutinitas kakaknya yang satu itu setelah kuliah, dia juga tak tahu menahu soal lingkup pertemanan Jendral. Semua itu membuatnya bingung dan memutuskan mencari Jendral tak tentu arah.
1 jam dia mencari, sekarang sudah subuh dan sebentar lagi motor Letnan akan mogok karena minyaknya hampir habis. Aji memutuskan untuk mencari pom bensin terdekat. Dia menghela nafas lega ketika menemukan sebuah pom bensin yang tak jauh dari sana, terlebih lagi, pom bensinnya masih buka.
Setelahnya, Aji kembali mencari Jendral. Sebenarnya ini sudah sangat jauh dari rumah, dia tak yakin bisa menemukan Jendral di sekitar sini.
Namun, ya.... Kalian sudah pasti bisa menebaknya.
Keajaiban datang begitu saja, Aji tak menyangka jika dia menangkap sosok Jendral yang duduk termenung di pinggir jalan, di sebelah motor lelaki itu. Wajah Jendral tampak kusut, bercampur lelah. Lantas Aji memutuskan untuk menghampirinya.
Jendral tersentak ketika melihat Aji yang mematikan mesin motor tepat di sebelahnya. Betapa terkejutnya dia mendapati adik bungsunya masih berkeliaran di luar rumah selarutt ini.
"Loh, Ji? Kamu ngapain disini?! Udah subuh loh ini!"
Aji tak menjawab, anak itu justru duduk di sebelah Jendral tanpa membuka suara. Hanya diam sambil menatap jalan raya yang sesekali dilalui kendaraan. Hingga 15 menit kemudian sekalipun, Aji masih belum menjawab pertanyaan Jendral.
Hening, hanya sesekali terdengar suara kendaraan yang berlalu lalang dengan kecepatan tinggi. Tak ada yang memulai pembicaraan hingga Jendral memutuskan untuk membuka suara.
"Dek. Abang udah berhenti kerja."
Aji menoleh sambil melotot, hanya untuk menemukan Jendral yang tersenyum tipis sambil menunduk.
"Abang enggak mau buat kamu malu..."
"Serius deh, abang kerja cuma untuk nyari tambahan aja kok, bukan untuk bikin kamu dipermalukan kayak tadi. Abang gak pernah kepikiran kayak gitu. Beneran."
Jendral tampak sangat bersungguh sungguh. Tanpa dia begitu pun, Aji tahu kalau lelaki itu sama sekali tak memiliki niat untuk mempermalukan nya. Dia saja yang egois dan tak mengerti tentang situasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Raga || NCT dream [END]
Fanfic"Abang..." "Ya?" "Pernah gak sih, lo nangisin diri lo sendiri karena lo sadar kalau lo gak bisa apa apa?" "Kenapa nanya begitu?" "Karena aku gak tega ngelihat abang kayak gini demi kita." Di sore yang temaram itu, dengan matahari yang mulai terbenam...