Bab 7 Ada yang pura-pura

200 13 0
                                    

DOSEN ITU MANTANKU

🍁🍁🍁🍁🍁

Bab 7 Ada yang pura-pura

Mata Sarah menatap lekat penampilan bosnya yang berjalan tegak menuju kursi kebesarannya. Benar saja terlihat energik dan masih muda.

"Iya, masih muda. Eh tunggu dulu, dia kan...."

Sarah menutup mulutnya yang menganga. Tubuhnya menegang disertai tangannya yang tremor.

"Astaga, kenapa laki-laki asing itu ada di sini. Oh tidak, ternyata dia bos besar MTG. Pantas saja kemarin aku mencium aroma parfum yang familiar di hidung. Satya ternyata berkata benar kalau aku membersihkan ruangan bos. Kenapa aku tidak menggubrisnya?" Kalimat ini hanya menari-nari di otak Sarah yang sedang membeku.

"Ra, jangan melamun! Rapat mau dimulai," tegur Bu Marry pada Sarah yang kebingungan.

"I...iya, Bu."

Sarah menunduk tak berani menatap ke arah bosnya setelah duduk kembali dari posisi berdiri menyambut petinggi MTG itu.

"Kamu kenapa pagi-pagi lesu? Jangan dibiasakan kalau tidak ingin nilai magangmu buruk."

Jleb, Sarah tersentak mendengar kata nilai. Dia ingat petuah Pak Pram dan Pak Mahesa.

"Duh, gimana ini. Tak biasanya aku jadi nggak percaya diri gini," sesalnya pada diri sendiri.

"Saya puasa, Bu."

"Ya, sudah. Semangatlah!"

"Siap, Bu!" Sarah menghela napas panjang untuk menetralkan degup jantungnya yang lari berkejaran.

"Aku harus konsultasi ke Pak Mahesa. Bisakah aku mundur saja ganti tempat magang, hufh."

Sepanjang meeting, Devan memimpin dengan tegas dan berwibawa. Sesekali pandangannya mengarah pada sosok gadis yang menunduk di samping kepala divisi marketing. Dia teringat Alexander sahabatnya yang menyeletuk tentang anak magang baru, apakah benar dia pikirnya.

Selesai meeting, Devan menutup acara lalu menghampiri Marry.

"Kak Marry, siapa gadis itu?"

Devan merasa jauh lebih muda dari Marry yang usianya menginjak kepala tiga, alhasil dia memanggil dengan sebutan Kak meski dengan bawahannya.

"Ah, maaf Pak Devan, ini mahasiswi yang baru mulai magang. Dia ada di divisi marketing," ungkap Marry seraya menunduk hormat.

Sementara itu, Sarah terlihat makin gugup saat melirik bosnya ternyata tatapan tajam penuh selidik mengarah pada dirinya.

"Bisa-bisanya Kak Marry menerima anak magang seperti dia."

Ucapan tegas Devan membuat Sarah tergelak. Apalagi telunjuk Devan benar-benar mengarah pada dirinya.

Posisi keduanya yang berjarak tak lebih dari satu setengah meter membuat Sarah tak bisa bernapas lega.

"Ma...maaf, Pak. Saya sudah membaca berkas akademiknya. Menurut saya dia mampu secara akademik."

"Akademik saja tidak cukup, lihat attitudenya itu. Kak Marry nggak perhatikan sedari tadi dia tidak punya rasa percaya diri, mana bisa masuk di bagian marketing."

Devan sudah mengomel habis-habisan. Marry turut menunduk mengakui kesalahannya.

Sarah juga mengakui kesalahannya. Kali ini dia memang tidak percaya diri, bahkan nyalinya saja sudah menciut. Padahal jangan ditanya, selain kemampuan akademik, personalnya saja bagus, organisasi juga. Memang ini adalah yang pertama dia terjun di dunia kerja, satu hal yang membuat performanya buruk ya bosnya itu. 

Dosen Itu MantankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang