Ternyata

55 10 2
                                    

"Aku tidak akan mengulangi perkataanku ini, jadi aku minta dengan sangat kepadamu, dengarkan aku baik-baik.

Kau tahu kenapa aku tetap memanggilmu Eonni walaupun aku akui aku tidak nyaman berhadapan denganmu? Jawabannya karena aku menghormatimu. Aku menghormatimu karena kau lebih tua dariku.

Begitu juga dengan hubunganku dan Juyeon. Kami ini dua orang yang dituntut bersikap dewasa ketika menjalani sebuah ikatan legal. Aku mungkin mencintai orang lain atau Juyeon bisa meniduri beberapa jalang, tapi kami terlibat dalam ikatan sah di mata agama dan negara.

Kami menikah hanya demi kebahagiaan orangtua kami semata. Apa yang salah dengan itu? Seandainya kami ternyata bukan takdir sekalipun, kami pasti akan dipisahkan suatu hari. Kami mungkin mempertanyakan kebahagiaan kami, tapi kami tidak ragu untuk menghormati pernikahan ini.

Silakan lakukan semua hal yang menurutmu pantas dilakukan, aku tidak peduli. Toh setiap perbuatan mempunyai balasan sendiri-sendiri. Bawa Juyeon-mu kalau dia memang mau. Bawa saja, Eonni."

Selepas mengeluarkan segala unek-unekmu, kau melangkah pergi tanpa menoleh kepadanya lagi. Kesabaranmu telah terkuras, emosimu tak terkendali. Kau berharap, tidak akan ada momen lain yang akan membuatmu semakin membenci perempuan itu.

Kehadiran Juyeon dalam hidupmu saja sudah cukup menciptakan kerumitan. Mengurusi ocehan perempuan sepertinya hanya akan memperburuk semuanya.

Kau membuka pintu kamar dimana Juyeon tengah duduk di pinggiran ranjang dengan tatapan dinginnya. Kau memilih untuk mengacuhkannya dengan mengambil baju gantimu dari almari. Kau harus membersihkan diri.

"Aku selalu senang saat mendengarmu berbicara. Kecerdasanmu dalam berpikir dan caramu memberikan tamparan dengan kalimat tegasmu, aku menyukainya."

Entah pujian atau sindiran, biarlah Juyeon bersuara sesuai kemauannya. Suamimu itu akhirnya menghadangmu yang akan memasuki kamar mandi sebab kau tak kunjung menanggapi.

"Bawa Juyeon-mu kalau memang dia mau."

Lelaki itu menatapmu sambil tersenyum. Dia mengulangi kalimatmu yang dia sukai. Perlahan Juyeon mendekatkan wajahnya padamu, hingga dapat menyatukan kening kalian.

"Itu membuatku ingin menyahut, tapi aku bukan Juyeon-nya, aku Juyeon milik istriku jadi, aku tak mau ikut dengannya."

Kau balas tersenyum. Meskipun kau mengatakan bahwa kau mengizinkan dia untuk membawa Juyeon, tapi sebenarnya kau bermaksud menegaskan yang sebaliknya.

Dan Juyeon mengerti itu.

"Dia akan menangis kalau kau mengatakannya."

Sambungmu dengan sumringah. Atau tepatnya ejekan yang mungkin akan membuat sosok Eonni itu kesal.

"Lalu apa masalahnya? Aku memang membuat wanita lain menangis tapi di sisi lain istriku tersenyum."

Napas Juyeon terasa geli di wajahmu, kau segera mendorong tubuhnya agar menjauh.

"Aku harus mandi, Tuan Lee. Jangan halangi aku lagi."

"Baiklah, Nyonya Lee."

END

Sekilas kayak ada aroma-aroma psycho gitu ya😆

Btw, wattpad ini eror apa gimana sih? Aku udah kumpulin pict buat mempermanis eh malah ilang sendiri😕mau nyari lagi udah mager, soalnya nggak pertama kalinya ini

Lee Juyeon Imagines (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang