Rindu

85 10 9
                                    

Jaga kebersihan pikiran kalian😅

Menjadi salah satu anggota band ternama, membuat Juyeon harus pintar membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga kecilnya. Ya, dari semua anggota bandnya, Juyeon merupakan satu-satunya anggota yang telah menikah. Ia dan istrinya baru saja dikaruniai seorang putri.

Seperti saat ini, Juyeon memutuskan untuk pulang ke rumah. Sementara anggota lain memilih tinggal di dorm setelah menyelesaikan konser mereka. Juyeon tiba pukul satu pagi, dimana rumahnya tentu masih sepi. Istri dan anaknya masih tidur ketika Juyeon mengecek di kamar.

Lelaki itu berjalan menuju dapur untuk membuat kopi dengan sebisa mungkin tidak menciptakan suasana yang berisik. Setelah selesai, Juyeon menuju ke lantai dua, tepatnya di balkon rumah.

Juyeon menaruh kopi miliknya di atas meja kecil lalu merebahkan diri diatas sofa yang ada di sana. Menyenangkan sekali rasanya bisa merilekskan tubuh setelah berhari-hari bekerja. Tanpa terasa, pria itu tertidur.

Tiga jam kemudian, Juyeon merasa pipinya dicium oleh seseorang. Ketika membuka mata, Juyeon mendapati dirimu duduk berjongkok sambil tersenyum ke arahnya.

"Maaf mengganggu, aku terlalu merindukanmu, Babe."

Ucapmu disertai kekehan, Juyeon sontak tersenyum lebar.

"Tidur lagi saja, Babe. Aku tahu kau masih lelah."

Juyeon menggeleng sambil memejamkan matanya kembali.

"Aku lebih rindu, tahu."

Suara suamimu pun masih serak. Juyeon merasakan tubuhnya hangat, saat matanya membuka, ternyata kau telah memasangkan selimut diatas tubuhnya.

Kau akan berdiri untuk pergi, bermaksud membiarkan Juyeon tidur kembali namun dia menahanmu terlebih dahulu.

"Bagaimana dengan Jill? Masih tidur, ya?"

Kau terdiam. Bingung akan memberitahu sekarang atau tidak. Kau takut Juyeon tidak bisa melanjutkan tidur, tapi Jillian, putri kalian juga sedang membutuhkan bantuan.

"Masih. Tapi semalam ada sedikit masalah."

Juyeon otomatis bangun dari tidurnya. Jiwanya sebagai ayah bangkit seketika.

"Ada apa?"

"ASI-ku tidak keluar lagi. Jadi aku terpaksa membuat susu formula supaya Jill bisa tidur."

Ekspresi bingung yang tadinya tergambar di wajah Juyeon kini berganti senyuman yang teramat manis. Kau langsung memukulnya.

"Kenapa kau malah tersenyum, Babe? Ini masalah Jill, kau tahu."

Sejak masa kehamilan, kau dan Juyeon sepakat agar buah hati kalian hanya akan diberi ASI. Tapi ternyata, ASI-mu tidak keluar dengan lancar dan itu jelas menghambat. Setelah berkonsultasi pada dokter, ada beberapa solusi.

"Bilang saja, Babe. Kau merindukan mulutku."

Kau menjepit bibir Juyeon, merasa kesal karena bukan itu poin yang kau maksud. Juyeon tetap tertawa dan kau benar-benar bangkit kali ini.

"Babe, mau kemana? Mau dibantu tidak?"

Lagi-lagi Juyeon menarik tanganmu.

"Tidak. Pakai cara lain saja."

Ucapmu cuek yang malah menambah gemas suamimu kepadamu.

"Oh, ayolah. Ada cara termudah, mengapa kau mempersulit dirimu sendiri? Kemarilah."

Kau menurut akhirnya. Kini kau duduk di pangkuan Juyeon, menghadap ke arahnya. Kalian saling pandang dalam diam. Juyeon melingkarkan kedua tangannya di pinggangmu. Sedangkan tanganmu kau taruh dinatas pundak Juyeon

"Kenapa tidak dibuka?"

"Kenapa tidak kau saja?"

Sahutmu menantang. Juyeon menarik panjang napasnya lalu membuka kancing babydoll-mu. Lelaki itu spontan menganga karena tidak ada kain lain yang menutupi bagian atas tubuhmu selain babydoll itu.

"Ini sangat jauh dibanding pertama kali aku melihatnya."

Goda Juyeon membuatmu malu.

"Cepatlah. Nanti Jill bangun."

Juyeon tersenyum karena sikapmu yang menuntutnya melakukan tugasnya dengan tergesa-gesa. Dan suamimu pun menunaikan apa yang menjadi saran dari dokter demi membantu Jill.

Disela-sela aktivitas itu, dia tersenyum sambil menatapmu. Kau langsung mengalihkan pandangan. Namun dengan jahil, Juyeon menempelkan kepalanya lalu menggeleng-gelengkannya sehingga rambutnya mengenai kulitmu.

"Geli, Babe."

Juyeon terus tersenyum tanpa menghentikan perbuatannya. Kau terpaksa menyampirkan poninya ke belakang agar tidak mengganggu.

Tak lama kemudian, Juyeon melepaskan mulutnya.

"Babe, sekalian ya..."

Sebelum kau mampu menjawab, terdengar suara Jill menangis. Pasti bayi itu terbangun. Kau refleks berdiri sembari menutupi dadamu.

"Nanti saja. Aku periksa Jill dulu."

Juyeon merasa tak berdaya seketika.

"Anak itu pasti menang."

END

Pada bersih kan? Masih murni kan😌😌

Lee Juyeon Imagines (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang