Bonus Chapter 1

54 7 15
                                    

Kau membuka pintu kulkas, mengambil sebuah botol air mineral untuk kau tuangkan ke dalam gelas. Setelah dirasa cukup, kau mengembalikan botol itu ke dalam kulkas. Tepat ketika kau akan meneguk air, tanganmu terasa gemetar sehingga gelas tersebut jatuh ke lantai beserta isinya.

Kepalamu terasa berdenyut-denyut dan penglihatanmu memburam. Kau mencoba menjaga keseimbanganmu dengan duduk, tetapi kakimu terasa menginjak sesuatu yang tajam. Ya, retakan gelas kaca yang pecah di lantai.

Tentu saja kau refleks berteriak dan selang dua detik, sosok Juyeon muncul dengan pakaian rapi sembari menggendong ransel di pundak kanannya. Pemuda itu terkejut, tapi ia bergegas melepas ranselnya serta menghampirimu yang kesakitan.

"Kenapa bisa begini?"

Juyeon dengan sigap menggendongmu menuju kamarnya. Saat dibaringkan hati-hati oleh Juyeon, kau sempat bergumam memanggil pemuda itu.

"Kotak obat dimana?"

Juyeon bertanya seolah tak menghiraukan panggilan yang ditujukan kepadanya. Kau hanya menunjuk bagian paling bawah almari di dekat mereka. Juyeon segera membuka almari tersebut dan mengambil kotak obat yang tersedia. Dengan telaten terlebih dahulu dia menghentikan pendarahan di kakimu.

Untunglah serpihan kaca tidak sampai menancap di kulit, hanya melukai saja. Usai menutup luka dengan perban, Juyeon beralih ke perawatan lainnya. Dari menyiapkan sarapan, menyuapimu juga memberimu obat yang sesuai.

Jangan lupakan juga ketelatenan Juyeon membersihkan dapur yang sempat basah oleh air dan bahkan sedikit darahmu yang tercecer di lantai.

.

"Maaf ya. Karena sibuk membantuku, kau tidak berangkat ke kampus."

Juyeon menggeleng atas ucapan tidak enak darimu. Kau sudah lebih baik kondisimu walau belum leluasa kemana-mana. Dan seharian ini Juyeon telah menemaninya.

"Kau lebih penting bagiku."

Itu hanya empat kata, tapi berdampak luar biasa bagimu.

Selama ini, menjadi anak pertama dalam keluarga, menjadikanmu sebagai sosok yang dituntut kuat, mandiri dan sabar. Orangtuamu mengajarkan kedisplinan yang membuatmu terorganisir sehingga kau memiliki sifat kaku.

"Ada apa? Aku mengucapkan sesuatu yang menyinggungmu?"

Juyeon bingung dengan tingkahmu tiba-tiba yang melamun.

"Tidak. Aku hanya tersentuh dengan kalimatmu. Sepanjang aku hidup, aku berusaha mengusahakan semuanya sendiri. Termasuk ketika aku sakit. Aku selalu waspada dan segera mengatasinya agar tidak berakibat lebih parah yang bisa menyebabkan masalah. Bahkan ketika aku di rumah, bersama keluargaku sekalipun.

Aku tak mau jadi beban, tapi sesekali, aku merasa cemburu karena seolah-olah aku hidup sendirian. Aku yang lelah, aku yang sakit dan aku yang mengobati diriku sendiri. Tadinya aku merasa sedih tetapi aku tak ingin mengungkapkannya juga.

Jadi aku selalu mencoba melupakan dan melangkah lagi. Namun, saat aku melihatmu yang begitu tanggap bahkan menganggapku lebih penting daripada pendidikanmu sendiri, itu membuatku ingin menangis.

Aku menangis karena bersyukur. Bahwa tidak buruk melakukan semua sendirian dan alangkah baiknya jika kita punya seseorang yang peduli kepada kita. Seperti kau.

Terimakasih."

Juyeon meletakkan dahinya di dahimu dengan lembut. Kau tersentak berkat perlakuan pemuda tersebut.

"Maaf tapi aku tidak sanggup lagi merahasiakannya darimu. Aku mencintaimu. Aku melakukannya karena aku mencintaimu."

Jelas pernyataan Juyeon merupakan kejutan. Kau pikir, Jaehyun memang pemuda baik yang suka menolong temannya, demikianlah kesan pertama yang terus melekat sampai sekarang. Tapi tidak menyangka, kalau ada perasaan khusus yang mendasari tindakan pemuda itu.

"Juyeon..."

"Tidak harus sekarang. Tapi apapun jawabanmu, aku akan menerimanya. Aku tidak akan menyesal. Aku bahagia karena bertemu denganmu dan mempunyai perasaan istimewa untukmu."

Kau mencubit pipi Juyeon sehingga sang pemilik merenggangkan jarak.

"Aku pikir, aku akan berhutang budi padamu seumur hidup karena kau hobi menolongku selama kita berkuliah di sini. Tapi ternyata, kau mengambil hatiku juga, huh?"

Juyeon terperangah. Raut pasrahnya berubah menjadi binar senang. Itu artinya, kau menerima perasaan Juyeon.

"Cepatlah sembuh, Sayangku."

END

Bonus pertama😊 nggak terasa book ini sebentar lagi bakalan selesai. Tinggal satu chapter bonus lagi aja. Jadi, kemungkinan minggu depan udah end huhu.

Aku bakalan kangen chit chat sama kalian. Tapi tenang, aku lagi proses edit next work kok. Tapi nggak buru-buru publish juga. Mungkin aku masih akan nyari waktu yang tepat sambil revisi.

Btw, gimana puasanya temen-temen? Masih full kah? Alhamdulillah aku masih full sih😁😁

Lee Juyeon Imagines (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang