Jadi Milikku Selamanya

58 7 0
                                    

"Maaf Nona, Tuan Muda mencari Anda."

Bahkan sebelum kau memberi respon atas pemberitahuan yang baru saja kau dengar, sosok laki-laki bernama Lee Juyeon telah berdiri di belakang pelayan tersebut. Yang dengan mudahnya dapat membuat pelayan berusia setengah baya itu menyingkir dari sana.

Kau menghembuskan napas panjangmu diam-diam.

Sialan.

Kenapa kau tidak sempat melarikan diri dari Juyeon?

"Jangan percaya rumor yang beredar. Aku tidak apa-apa dengannya."

Kau tidak beranjak dari posisi berbaringmu di atas hammock meski dirimu kedatangan tamu. Kau juga tidak ingin menanggapi apapun yang akan kau dengar.

Jadi kau mengeratkan peganganmu pada novel di tanganmu. Walau jujur saja, pikiranmu mulai terbelah.

"Para pembenci hanya mengumpulkan bukti-bukti sampah tentang kami."

"Dan kenapa aku harus peduli dengan hal-hal seperti itu? Kau dengan siapa, ada apa, itu bukan urusanku."

Kami?

Juyeon menyebut dirinya dan perempuan itu sebagai kami.

Lalu apa makna dirimu di sini?

Tangan besar Juyeon mengepal. Dia bukannya ingin memukulmu yang bereaksi demikian dinginnya. Justru sesak merasuk ke dalam kalbu Juyeon dengan dahsyatnya sampai mampu melumpuhkan hampir seluruh pertahanannya.

Juyeon memanggilmu, namun kau cepat-cepat memotongnya.

"Pulanglah sekarang. Aku tidak sedang dalam mood untuk berdebat."

Kini dengan santai kau mengusir Juyeon. Pandanganmu tak sekalipun beralih dari novelmu.

"Kita akan selalu bertengkar jika aku pulang sekarang. Dan kau akan terus mengabaikanku seperti ini."

Juyeon memprotes. Masalah yang muncul dalam hubungan kalian tidak pernah jauh berbeda dari yang sudah-sudah. Dan akan selalu disertai pertengkaran yang berujung Juyeon meminta maaf dan kau yang memaafkan.

Kemudian akan datang lagi masalah yang sama.

Begitu seterusnya sampai kau merasa muak sendiri.

Muak karena Juyeon selalu meminta maaf untuk sesuatu yang mungkin akan terjadi lagi di masa mendatang.

Muak karena kau selalu memaafkan sesuatu yang berpotensi terus menghancurkan hatimu.

Kali ini kau bangkit dan menghampiri Juyeon.

"Jika kau tidak tahan dengan situasi seperti ini, kau bisa menyudahi ikatan yang sudah hampir putus ini tanpa ragu. Sudah berapa kali pula aku memperingati, tapi kau tidak pernah mendengarkanku. Kau begitu keras kepala dengan keputusanmu sendiri yang jelas-jelas tidak menguntungkan siapapun."

Aku tahu.

Kau lelah dengan rasa sakit yang selalu bersumber dariku. Meskipun memang aku tidak pernah bermaksud membuatmu merasakan sakit itu.

Kau tahu?

Aku juga muak dengan situasi yang selalu menyudutkanku seperti ini. Melihatmu begini juga membuatku hancur.

Apalagi kau selalu menawarkan perpisahan sebagai solusi.

Tidak.

Aku tidak akan menyerah atas hubungan ini.

Walau apapun yang terjadi aku akan tetap bertahan.

Sampai aku mati.

"Aku melakukannya karena aku tidak ingin kehilangan dirimu. Aku mencintaimu dan kuyakin kau pun begitu. Tidakkah itu cukup untuk menjadi alasan kita tetap bertahan?"

"Apa kau bilang? Bertahan? Apa kau mengerti bertahan dari sudut pandangku? Kau pihak yang memaksa untuk bertahan dengan terus menodongkan luka. Dan aku, pihak yang terpaksa bertahan dengan terus menahan luka. Aku mati-matian menguatkan diriku dan kau mati-matian menghancurkan diriku."

Kau menyodorkan telunjukmu tepat di depan wajah Juyeon dengan wajah dipenuhi rasa amarah.

"Sampai kapan kau akan egois, Juyeon? Sampai aku memergokimu tidur dengan jalang?"

Juyeon refleks mengangkat tangannya, hampir menamparmu yang langsung terkejut.

Setahumu Juyeon bukan tipe yang suka bermain fisik ketika marah.

Tapi kini?

Apakah Juyeon sudah berubah?

Kalian semakin jauh saja rasanya.

"Kenapa berhenti? Bukankah kau ingin menamparku?"

Juyeon menggeleng cepat. Kau tiba-tiba memegang tangannya yang belum berhasil diturunkan.

"Ayo tampar Lee Juyeon! Tunjukkan kebencianmu sehingga perpisahan akan dengan mudah dilakukan."

Kau meminta Juyeon menamparmu dengan lantang namun ada getaran pada suara dan tanganmu. Kedua sudut matamu juga berair.

Itu bukan perintah, tapi tantangan.

Yang jika Juyeon berani lakukan justru akan memperkeruh segalanya. Kau memiliki hati yang sensitif, menjadikan perasaanmu kerap berubah dalam sekejap mata. Sementara di sisi lain, kau juga tipe pemikir.

Juyeon tidak bisa melukainya secara fisik juga.

Apalagi setelah dirinya telah membuat hatimu berkeping-keping berulang kali.

Juyeon kemudian memelukmu sedangkan kau berupaya melepaskan diri dengan cara mendorong, memukul semampunya. Yang tidak berdampak apa-apa.

Pada akhirnya kau lelah dan menangis dalam rengkuhan tubuh pemuda kesayanganmu.

Juyeon turut meneteskan air mata, hanya saja dia tidak bersuara.

Haruskah Juyeon menyerah kali ini? Haruskah dirinya melepaskanmu untuk selamanya kendati dia masih amat mencintaimu?

Cinta?

Cinta Juyeon hanya menimbulkan rasa sakit.

Begitulah faktanya.

Mungkin jika kalian tak lagi bersama, setidaknya luka itu tidak akan bertambah untukmu.

Ketika Juyeon bermaksud mengutarakan isi hatinya, mendadak kau membalas pelukannya. Tentu saja Juyeon tersentak.

"Aku takut, Juyeon. Rumor-rumor itu benar terjadi suatu hari nanti. Dan kau akan mencampakkanku setelahnya. Kau nyaris sempurna dan aku juga tidak sepadan denganmu. Itu akan lebih mengerikan daripada perpisahan."

Juyeon memberi spasi dengan tubuhmu. Tangannya tak lagi memeluk gadis tercintanya namun pindah di kedua bagian samping wajahmu.

Kedua mata beriris coklat itu memerah, juga pada pangkal hidung. Ditambah basahnya pipimu.

Ibu jari Juyeon menggosok pelan lelahan air mata yang tidak berhenti.

"Sayang, sekalipun aku sering menyakitimu, bagiku hanya dirimu yang mengisi hatiku. Bukan siapapun. Jangan takut. Jangan khawatir. Jangan ragu. Cukup percayai aku. Aku di sini, aku untukmu. Hm?"

Melalui matanya, Juyeon ingin menegaskan bahwa ucapannya tidak main-main. Kau mengangguk perlahan sehingga Juyeon tak dapat menahan senyumannya.

Senyuman yang menular padamu.

Sepasang kekasih itu mulai terbuai dengan suasana yang mulai mereda dari ketegangan. Juyeon mengapit bibirmu dengan miliknya sebagai tanda kasih sayang.

"Jadi milikku selamanya."

END

Campur aduk ya rasanya😊

Btw, adakah diantara kalian yang pake c.ai? Aku baper bjir 😭















Lee Juyeon Imagines (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang