Kebohongan

40 5 6
                                    

"Suamiku wara wiri ke rumah sakit selama hampir empat hari. Aku tidak tahu, apakah dia mendapatkan haknya atau tidak."

Kau membelalakkan matamu mendengar suara rekaman seorang wanita yang kau kenal melalui ponsel.

"Bukankah Lee Juyeon yang mengatur keuangan mereka?"

"Logikanya seperti itu-"

"LOGIKA DARIMANA?!"

Lee Juyeon, selaku pemilik ponsel berisi rekaman yang terputar segera mematikannya begitu mendengar teriakanmu. Juyeon terlihat santai, dia tidak terpancing emosi sama sekali. Dia sudah tahu dan sudah mengira seperti apa reaksimu setelah mendengar rekaman itu. Dan perkiraannya tidak salah.

"Bagaimana bisa dia menuduhmu seperti itu?!"

Lagi-lagi kau melampiaskan kemarahanmu terhadap istri dari sepupu suamimu itu. Juyeon tidak ingin banyak bereaksi sebagaimana dirimu, tapi bukan berarti dia senang dengan apa yang diucapkan oleh Jang Yeeun dan Park Jinhee.

Sebab yang mereka berdua ucapkan tidaklah benar.

"Kita harus memberinya pelajaran."

Dengan keyakinan penuh, kau menatap Juyeon yang tersenyum tipis.

"Tentu saja. Aku sudah menjalankan sebuah rencana dan kita hanya perlu menunggu kedatangan Haknyeon."

Dahimu mengernyit.

"Haknyeon?"

Ketukan pintu mengalihkan perhatian suami istri itu. Haknyeon datang sembari menyeret sebuah koper.

"Permisi Tuan Lee. Ini uang yang Anda minta."

"Uang untuk apa, Juyeon?"

"Uang tunai senilai seratus juta untuk kita berikan langsung kepada Hyunjae. Jangan beritahu siapapun, cukup kita berdua saja agar mereka mengerti."

.

Juyeon menyodorkan koper yang berisi uang seratus juta di depan mata Lee Hyunjae, suami Jang Yeeun . Pria dengan rambut hitam itu menaikkan satu alisnya kepada Juyeon.

"Itu biaya ganti karena waktumu terkuras habis untuk bolak-balik rumah sakit menemani Ayahku."

Hyunjae menatap dingin ke arah Juyeon. Bahkan menggertakkan giginya. Jelas bagi Hyunjae hal seperti ini adalah penghinaan untuknya.

"Kenapa kau diam saja, Hyunjae? Apakah uang seratus juta itu masih terlalu sedikit untukmu?"

Kali ini kau yang mengajukan tanya. Hyunjae semakin naik pitam rasanya. Dia dihina di rumahnya sendiri tanpa sebab yang jelas.

"Kenapa kalian berdua melakukan ini?"

Sebisa mungkin Hyunjae mencoba mengendalikan diri.

"Istrimu merasa dirugikan karena kau sibuk menemani Pamanmu sendiri. Kau tidak bekerja dan kau tidak menghasilkan uang. Walaupun aku tahu, Bibi juga memberimu cukup uang untuk makan sekaligus transportasi, aku rasa uang-uang Juyeon ini masih diperlukan sebagai ganti."

Tangan-tangan Hyunjae mengepal di atas lututnya.

"Hyunjae, jangan bilang kau tidak memberitahu istrimu mengenai apapun? Sehingga dia bisa bicara seenaknya tentang diriku bersama Jinhee."

Mata Hyunjae membulat.

"Dengar Hyunjae, aku menemani Ayah selama seratus empat puluh empat jam tanpa pulang ke rumah. Karena aku tahu, Ibu tidak bisa melakukan semuanya sendiri. Aku melakukan itu dengan tulus bersama Juyeon. Sekalipun Ibu juga menawarkan biaya ganti karena waktu dan tenaga Juyeon juga tersita.

Tapi apa Juyeon menerima? Tidak. Dia pernah merasakan bagaimana susahnya merawat orang sakit. Jika kau lupa kalau aku pernah sakit keras. Itu jelas memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Tapi apa yang kau lakukan dengan Yeeun dan Jinhee? Kalian seperti preman. Bahkan menuduh yang tidak-tidak kepada Juyeon ketika dia tidak bersalah. Apa uang telah memusnahkan nurani kalian?"

"Kami sungguh kecewa padamu, Hyunjae."

Juyeon berdiri diikuti olehmu. Kemudian tanpa pamitan keduanya meninggalkan kediaman Lee.

"Jang Yeeun!"

END

Ini kisah nyataku. Jadi yang sakit itu suami dari kakaknya bapakku. Nah, karena kakaknya bapak itu buta huruf, otomatis kan kalau mau apa-apa di rumah sakit kan bakalan ribet. Nah, tapi mereka gak punya anak, punyanya ya saudara-saudara gitu, termasuk aku sebagai salah satu keponakan.

Karena aku tunakarya alias pengangguran dan aku juga gak bisa bawa motor🤧, jadi aku yang nemenin mereka berdua di rumah sakit. Itu terjadi pas tahun baru, sampai lima hari kayaknya. Dan aku gak pulang sama sekali selama berhari-hari itu.

Kalau aku gak pernah pulang, maka bapak sama keponakan satunya lagi, (yang udah berkeluarga) itu pulang pergi. Soalnya bapak kan ada tanggungan kerja, antar jemput adek sekolah dan lain-lain.

Nggak papa sih sebenernya, tapi ya itu, kok jadi kedengeran omongan-omongan yang nggak enak. Termasuk soal keuangan. Dikiranya keluargaku nyari keuntungan, padahal malah sebaliknya.

Meskipun keluarga juga hidup apa adanya, bukan berarti mau manfaatin kesusahan orang. Soalnya aku dulu pernah sakit bahkan sampe operasi. Dan berkali-kali opname, itu biayanya nggak dikit, jadi tahu dirilah istilahnya.

Sementara si keponakan itu, apa-apa kayak harus pake duit. Ya emang itu penting tapi nggak usahlah pake nuduh orang lain. Nyatanya toh keluargaku nggak kayak gitu. Saking keselnya aku bikin imagine😆

Lee Juyeon Imagines (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang