CHAPTER : 08

7.1K 638 114
                                    

Louis membuka mata saat cahaya matahari yang masuk melalui celah gorden menyentuh wajahnya. Alis serta keningnya mengerut karena silau. Kemudian, matanya terbuka perlahan.

Selama beberapa detik, Louis terdiam, menatap pada langit-langit kamar seakan tengah mengumpulkan nyawa. Baru setelahnya Louis memutar kepala ke kanan-kiri, mencari seseorang. Tentu saja Istrinya, Isabella.

"Bella ...," suara serak khas bangun tidur itu terdengar. Memanggil yang dicinta.

Karena tak ada sahutan, Louis mengusap wajahnya lalu bangkit duduk di kasur. Wajah bantalnya masih saja terlihat mempesona. Rambut acak, mata sayu dan sembab yang mengantuk, serta bibirnya yang mengerucut, menambah kesan lucu pada dirinya.

Tak bisa dipungkiri, Louis memang se-tampan itu. Rambut coklat tua dan netra karamel miliknya menjadi favorite para wanita. Rahang tegas, tubuh besar nan kekar, serta tatapan tajam namun tersirat kehangatan didalamnya. Tidak heran jika Isabella pernah jatuh dalam pesona Pria ini.

"Kemana perginya dia ..." Louis terdengar menggerutu karena ketidakberadaan Isabella didekatnya. Dia akhirnya menyingkap selimut dan turun dari ranjang. Kaki panjangnya melangkah menuju kamar mandi dengan lunglai. Dia mulai mencuci muka dan sikat gigi. Tidak ada niat sedikitpun untuk mandi karena hari ini dia tidak akan ke Kantor. Louis ingin menghabiskan waktu banyak-banyak bersama Keluarganya dan menbuat mereka kembali menyayangi dia.

"Tidak mandi pun aku tetap mempesona," begitu katanya setelah membasuh wajah dengan handuk kecil. Terkesan pede, namun memang kenyataannya dia Pria yang tampan.

Setelah selesai dengan kegiatannya, Louis segera keluar Kamar. Saat berada disana, Louis terdiam. Rumahnya terasa sangat sepi. Dan seketika, Pria itu menepuk dahinya karena teringat sesuatu. Ini bukanlah hari libur! Dan jam sudah menunjukan pukul 9 pagi. Sudah pasti Istri serta anak-anaknya telah pergi dari rumah karena urusan mereka masing-masing. Isabella pergi ke Butiknya, sementara Lucius dan Mirabelle pergi untuk bersekolah.

"Betapa bodohnya," Louis mengusap wajahnya dengan kasar. Tapi, dia tidak kembali ke kamar. Justru berjalan menuju dapur. Disana, dia melihat Agatha, pelayan pribadi sekaligus sahabat dari Isabella.

"Agatha," Louis menyapa dengan canggung. Apalagi saat Agatha menatapnya tajam, tapi hanya sepersekian detik karena setelahnya, Agatha memasang senyum terpaksa di wajahnya.

"Tuan," Agatha menunduk sedikit.

"Se-sedang apa kau disini?" tanya Louis.

Yak! Tentu saja sedang melakukan pekerjaannya! Memangnya apa lagi yang dilakukan Agatha dirumah ini selain melayani Isabella?! Batin Louis menjerit.

Tatapan Agatha mendatar, tapi dia tetap menjawab sopan. "Tentu saja saya sedang bekerja, Tuan."

Louis jadi tambah kikuk. Dia menggaruk belakang lehernya yang tak gatal. "A-ah, ya, baiklah ..."

Kemudian keadaan menghening. Agatha yang merasa bingung pun langsung pamit pada Louis untuk membersihkan yang lainnya. Louis mengizinkan Agatha pergi dari hadapannya.

Di dapur kini hanya ada Louis seorang diri. Pria itu menatap pada sekitaran tempatnya berada. Seakan mengingat-ingat sesuatu. Begitu mengingatnya, pipi Louis seketika bersemu. Dia tersenyun tertahan. Ingatan tentang dirinya dan Isabella yang pernah ... melakukan sesuatu didapur ini. Astaga, otak Louis jadi kotor.

Pria itupun berdehem pelan untuk menghilangkan pikiran-pikiran kotor yang membuat bagian bawahnya tiba-tiba saja mengeras.

"Berhentilah memikirkan hal-hal kotor, Louis! Atau kau akan berakhir dengan bermain sabun!" Louis mengetuk-ngetuk dahinya berkali-kali dengan tangan. Setelah merasa lebih baik, dirinya menghembuskan nafas. "Apa yang akan ku lakukan sekarang?"

FATE; Rebirth Of The VillainesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang