Kardus-kardus besar berserakan di setiap sudut ruangan. Sudah dua minggu Taeyeon menempati rumah barunya tetapi hunian tersebut masih berantakan. Beruntung dia sudah merapikan satu ruang utama yang digunakan sebagai kamar tidur. Kasur dengan motif kotak-kotak siap menyambut tubuhnya yang lelah. Seharusnya dia tidak menolak tawaran sepupunya, Kim Hyoyeon yang mau berbaik hati meluangkan waktu untuk membantu membereskan barang-barang. Namun sayang mulut cerobohnya berkhianat, dia terlalu percaya diri untuk membersihkan rumah yang seperti kapal pecah dengan kedua tangannya sendiri.
“Ini kardus yang terakhir. Silakan diperiksa kembali. Jika sudah lengkap Anda bisa tanda tangan di sini” kurir yang bertugas dalam pengiriman barang menyerahkan formulir tanda terima.
“Terima kasih” Taeyeon mengembalikan kertas yang sudah ditandatangani.
Pekerjaan baru.
Lingkungan baru.
Suasana baru.
Dia menarik nafas panjang. Bersosialisasi dengan orang-orang baru tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dia benci mendengar percakapan basa basi yang membosankan. Itu sebabnya Taeyeon hanya memiliki segelintir orang sebagai teman dekat.
“Halo” seseorang menjawab sambungan telepon.
“Hei, kau ada waktu Sabtu ini?” Taeyeon memijat belakang lehernya yang kaku.
“Aku ada janji dengan ibuku. Seperti biasa, wanita sibuk menghabiskan uang untuk berbelanja di akhir pekan. Kenapa?”
“Tawaranmu tempo hari masih berlaku?”
“Nah kan, sudah aku bilang kamu pasti membutuhkan lebih dari dua tangan. Aku akan mengajak Yuri dan Yoona untuk membantu. Bagaimana kalau hari Minggu?”
“Okay, kita berkumpul di hari Minggu. Semalam orang tuaku datang berkunjung. Ibu meninggalkan banyak makanan untuk persediaan di dalam lemari pendingin. Katanya itu untuk persediaan selama satu pekan tapi kamu tahu sendiri kan seperti apa kebiasaan ibuku”
“Hahaha aku bisa bayangkan isi kulkas yang penuh. Aku yakin itu cukup untuk satu bulan”
“Jika tiba-tiba mereka datang berkunjung lagi minggu depan dan melihat masih ada makanan yang tersisa maka tamatlah riwayatku. Astaga, rasanya perutku mau meledak” dia terkekeh.
“Tenang saja. Yoona akan menjadi penyelamat. Oh maaf bos memanggil, aku harus menutup teleponnya sekarang”
“Baiklah kalau begitu sampai bertemu tiga hari lagi. Terima kasih Hyo” Taeyeon memutuskan sambungan telepon kemudian menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Kardus itu bisa menunggu beberapa jam ke depan untuk disingkirkan tetapi tidak dengan rasa kantuk yang menggantung di kelopak mata.
.
.
.
Suara alarm yang terus menerus berdering membuyarkan mimpi indah lelaki itu. Dengan mata terpejam tangannya bergerak ke sana kemari mencari ponsel yang tergeletak entah di mana. Berhasil mendapatkan apa yang dicari, Taeyeon menekan tombol volume, menghentikan bunyi berisik untuk sesaat. Namun sayang, ketenangan itu hanya berlangsung 10 menit.
Taeyeon mendengus kesal mendengar bunyi alarm yang sama untuk kali kedua. Perlahan dia merenggangkan otot tangan dan kaki, membebaskan setiap persendian tulang dari rasa lelah. Dia bukan orang rajin yang bangun di pagi buta, akan tetapi aturan perusahaan yang menetapkan jam masuk kerja membuat dirinya tidak berkutik. Mengapa waktu berlalu sangat cepat ketika tidur terlelap. Itu tidak adil.
Waktu yang tersisa tidak banyak. Taeyeon berlari menuju pintu pagar dengan kecepatan kilat. Datang terlambat di bulan pertama bekerja? Oh tidak, itu sebuah bencana yang akan menjadi pembicaraan hangat dari mulut ke mulut. Dia melirik arloji di pergelangan tangan, masih ada 45 menit sebelum nasib buruk benar-benar menjadi kenyataan.
“Huh?” baru satu langkah berjalan, sesuatu menarik perhatiannya.
Tempat tinggalnya terbilang cukup unik. Gaya arsitektur semi modern dengan beberapa bagian yang mempertahankan struktur bangunan kuno. Salah satu peninggalannya adalah kotak surat yang berada di dekat gerbang masuk.
Awalnya dia mengira bahwa itu hanya kotak kosong yang tidak digunakan selama jangka waktu tertentu. Pengembang properti menginformasikan bahwa rumah sudah lama tidak berpenghuni, lebih dari satu tahun. Dan apa yang ditemukan di dalam kotak surat cukup mengejutkan.
Lebih dari sepuluh surat dikirimkan oleh orang yang sama, Jessica Jung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Letter (Taengsic)
أدب الهواةSudah menjadi kebiasaan Jessica selama dua tahun terakhir menuliskan sepucuk surat di setiap awal bulan. Cara bagi dirinya untuk berdamai dengan luka. Namun, apa yang terjadi ketika dia menerima sebuah surat balasan? Malaikat tidak mungkin ikut camp...