"Nyonya, rombongan Tuan telah tiba!"
"Apa?!" Nyonya Kwon sontak berdiri, menghadap pelayannya yang barusan memperingatkan. "Bersiap-siaplah di pintu masuk dengan pelayan yang lain. Aku segera menyusul!" Kemudian, ia menghadap Mijoo dan Sujeong. "Tolong bereskan ini dan keluarlah diam-diam lewat pintu belakang. Saya akan menemui kalian lagi jika sudah memutuskan. Terima kasih untuk hari ini, bayarannya akan segera menyusul."
Nyonya Kwon berbalik dan berjalan tergesa menuju halaman depan, tetapi sebelum jauh, Sujeong menghentikannya.
"Jika bisa, tolong bawa Nona Chaewon ke kamarnya kembali dan jangan membelenggunya!"
Permintaan Sujeong ditanggapi dengan dengus yang ambigu: mungkin muak (karena sudah jelas, siapa ibu yang tega membelenggu putrinya jika bukan karena musibah semacam ini?), mungkin juga putus asa (karena tidak ada cara lain untuk menyelamatkan Chaewon selain yang disebutkan Mijoo). Nyonya Kwon tidak mengatakan apa-apa sesudahnya dan menghilang ke halaman.
Sujeong mengangkat keranjang yang diisi peralatan meramal Mijoo dan sejenak memandangi Chaewon.
"Ayo!" desis Mijoo. "Kau mau ditendang keluar oleh Tuan Kim?"
Dengan berat, Sujeong pun meninggalkan rumah itu—setelah mengikrarkan sesuatu dalam hati.
Nona Chaewon, saya tidak akan membiarkan Anda menderita!
***
Sesuai perkiraan Sujeong, hari ini aliran energi spiritual sedang rendah-rendahnya. Itulah mengapa hari ini dipilihnya untuk menemui Yein: karena para dukun tidak dianjurkan menjalankan ritual, dengan kata lain 'liburan'. Namun, sepanjang perjalanan menuju kediaman Jung, ia bolak-balik mengucek mata dan kadang terhuyung ke tengah jalan hingga nyaris celaka. Sujeong memang kurang tidur akibat mimpi-mimpi tentang Chaewon.
"Anak itu sepertinya menyukai keberadaanmu. Para roh menyampaikan perasaannya, tetapi selama tidak ada solusi yang jelas, abaikan saja. Lagi pula, cepat atau lambat, Nyonya Kwon akan menemui kita lagi, kok."
Sujeong menguap, dalam hati menggerutu.
Nona Mijoo boleh bilang begitu, tetapi nyatanya, Nyonya Kwon tidak datang-datang. Wanita itu sungguhan peduli dengan putrinya, kan?
Rasanya menyakitkan mengingat Chaewon yang sebenarnya tidak kerasukan itu diperlakukan seperti sebuah bahaya atau aib. Meski dilaporkan pernah menyerang orang, ia tidak berada di bawah pengaruh arwah gelap. Sang putri bangsawan hanya sakit pikiran karena keracunan sesuatu, yang Sujeong kira bisa Yoonoh temukan sumbernya.
Aih, tetapi Nona Mijoo kan mencegahku bertemu beliau. Sujeong menggaruk-garuk kepalanya. Haruskah kucari tabib lain? Masalahnya, siapa orang selain Tabib Jung yang sanggup dan mau berjalan menuju rumah Nyonya Kwon untuk mengobati Nona Chaewon?
Berpikir membuat Sujeong makin mengantuk. Gadis itu menguap sekali lagi sebelum seluruh tubuhnya melemas. Ia sungguhan tidur selama beberapa detik, lalu tersentak bangun oleh kehangatan sepasang tangan. Sujeong buru-buru menegakkan badan, membenahi tudung bepergiannya, dan meminta maaf pada orang yang mencegahnya jatuh.
"Anda baik-baik saja? Nona kelihatan pucat."
Alih-alih langsung menjawab, Sujeong sejenak terkesima pada pria muda berkulit cemerlang yang menolongnya. Orang asing ini berwajah sepolos anak-anak, tetapi tubuhnya tinggi tegap. Jubah berwarna gelap yang dikenakannya seakan dipilih agar tampak bersahaja, sayangnya mutu tinggi bahan jubah tidak mampu menyamarkan status sosialnya. Siapa orang asing ini dan dari mana asalnya?
"Sa-Saya baik, terima kasih," dusta Sujeong. "Maaf mengganggu perjalanan Tuan."
"Tidak, saya memang berhenti karena ingin menanyakan arah." Si pria tersenyum santun. "Apakah Nona tahu di mana Tabib Jung Yoonoh tinggal?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bride's Eating Persimmon ✅
ФанфикRyu Sujeong, seorang mudang (syaman wanita) murid Lee Mijoo, suatu hari ditugaskan untuk melakukan ritual pemberkatan rumah baru Keluarga Jung di Desa Baekseonchon. Beberapa kali mengunjungi rumah tersebut, Sujeong dan Mijoo merasakan kegelapan yang...