16

17 1 0
                                    

"Apakah Tabib Kim yang menceritakan soal kasus bubuk merah Hansong pada Anda?"

Sujeong menjadi yang pertama memecah keheningan setelah beberapa saat ia dan Yoonoh berjalan beriringan dari kediaman Kim. Kelihatannya, mereka sama-sama masih tegang akibat takut tertangkap basah sang kepala keluarga. Pemberitahuan dari pelayan Nyonya Kwon amat mendadak; bagaimana mereka tidak tersentak? Yoonoh bahkan masih terkesiap kaget ketika Sujeong tiba-tiba bicara barusan.

"Benar," jawab Yoonoh. "Tuan Jungwoo menjelaskannya lengkap-lengkap hingga ke terapi pilihan para tabib Hansong sebagai penanganan utama. Masalahnya, banghyeol tidak bisa dilakukan terlalu lama pada pasien yang kurang gizi."

"Karenanya, Tabib Jung lebih banyak memberikan saran pemulihan ketimbang obat."

Yoonoh mengangguk. "Makanan yang baik, udara segar, dan kasih sayang orang terdekat merupakan obat yang tidak akan meracuni balik. Selain itu, tubuh sesungguhnya mampu membersihkan racun-racun sendiri; kita hanya perlu memicunya. Setelah aliran darah dan energi diperbaiki, barulah segala macam terapi dapat bermanfaat."

"Bagaimana dengan keracunan yang pertama kali dialaminya? Ini semua berawal dari keracunan jamur, bukan?"

"Bisa jadi, tetapi gejala yang ditunjukkan Nona Chaewon kini dikaburkan gejala keracunan logam dan efek persilangan beberapa obat. Untuk membersihkan beberapa racun sekaligus, sejauh ini, terapi banghyeol adalah yang paling teruji."

Manggut-manggut sok mengerti, aslinya Sujeong pusing merunut pola berpikir Yoonoh setiap mengobati pasien. Ia kira seorang tabib tinggal memeriksa dan memberi obat sesuai gejala yang ditemui, tetapi Yoonoh selalu mengedepankan saran dan metode terapi lain dibandingkan ramuan-ramuan pahit. Kasus Chaewon memperjelas cara kerja Yoonoh itu: berapa saran yang lelaki itu sampaikan pada Nyonya Kwon, coba? Padahal, tidak satu pun tabib wanita dari Hansong pernah melakukan atau bahkan menyarankan banghyeol.

"Anda mau menanyakan sesuatu lagi?"

"Tidak," setengah sadar Sujeong menanggapi, "hanya ... Tabib Jung hebat sekali."

Pujian ini begitu tiba-tiba hingga memaku Yoonoh di tempat. Sesaat kemudian, ia berdeham dengan wajah merona kesenangan.

"Saya masih perlu banyak belajar," ucap Yoonoh gugup, lalu mengalihkan pembicaraan. "Sebenarnya, ada yang mau saya tanyakan juga kepada Anda."

"Apa itu?"

"Mengenai shinbyeong." Rasanya janggal bagi Sujeong mendengar tabib seperti Yoonoh mengucapkan kata mistis itu. "Anda mengatakan bahwa shinbyeong sangat menyakitkan, bukan? Anda juga menyiratkan bahwa Anda mengalaminya saat kecil."

Sujeong mengiakan dan tercenung mendapati raut sendu Yoonoh.

"Saya baru mengetahui ini dan turut sedih mendengarnya," kata Yoonoh simpatik. "Melaluinya sebagai seorang gadis kecil pasti meninggalkan kenangan yang menyakitkan."

"T-Tapi, saya sudah tidak apa-apa, kok!" Sujeong melambai-lambai cepat, tidak ingin kisahnya menjadi pembuka yang sedih untuk hari kerja Yoonoh.

"Sungguh?"

Menjawab Yoonoh, Sujeong mengangguk berulang-ulang. "Setelah lama di Baekseonchon, saya mengenal banyak sekali orang baik. Guru saya dulu, Nona Mijoo, para chaebi, Tabib Jung sekeluarga juga. Saya rasa, kehidupan baru yang saya jalani akan sama bahagianya dibanding saat masih bersama orang tua dan kakak perempuan saya dulu."

Jeda sejenak. Sujeong tidak sadar bahwa sedang diperhatikan dengan kagum sekaligus iba oleh pria di sebelahnya.

"'Keluarga', ya?" Seembus kabut tipis melayang dari celah bibir Yoonoh. "Kata tersebut ternyata lebih luas artinya daripada ikatan darah. Saat kecil, saya mengira keluarga berarti Yein dan orang tua saya saja."

The Bride's Eating Persimmon ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang