"Menjauh dari Tabib Jung sekarang juga!"
Sepasang tangan Sujeong yang jenuh oleh energi spiritual mencengkeram kedua lengan atas Yoonoh, mencegah sejumlah besar kegelapan menjangkau nurani sang tabib. Si gadis kemudian membantu Yoonoh—yang semula terkapar di tengah jalanan sepi desa—untuk duduk. Nyeri yang memalu kepala pria itu hilang begitu mengenali wajah penolongnya.
"Nona Sujeong!"
Daripada lukanya, Yoonoh lebih mengkhawatirkan Sujeong saat ini. Satu, kepanikan Sujeong selalu berarti mereka sedang dikepung kegelapan. Dua, tangan Sujeong dingin dan napasnya memburu. Mereka kini tepat berada dalam pusaran energi buruk, jadi pastilah Sujeong mengerahkan seluruh tenaga untuk mengusir para makhluk jahat itu. Tinggal masalah waktu sampai kekuatannya terkuras!
Sementara itu, Sujeong mencium anyir dari tubuh Yoonoh. Setelah matanya terbiasa dengan kegelapan, ia pun menemukan robekan di kening si lelaki. Jubah putih Yoonoh menggelap sebagian karena kucuran darah dari luka tersebut.
Apa yang terjadi?!
Arwah-arwah gelap benar-benar bandel. Mereka terus mencoba menembus perisai Sujeong, maka seperti yang pernah dilakukannya saat melawan Miryeon, Sujeong mendekap Yoonoh. Dipancarkannya energi ke sekitar selagi membawa Yoonoh berdiri perlahan-lahan; lengannya seakan melekati tubuh itu. Segala mantra diluncurkan sambung-menyambung, tetapi roh-roh ini begitu kuat hingga Sujeong takut tamengnya hancur dengan sedikit pergerakan.
Di sisi lain, aksi mendadak ini mendegupkan jantung Yoonoh dua kali lebih cepat, tetapi ia segera menguasai diri.
"Kita ke rumah saya segera. Nona Mijoo telah memasang jimat-jimat Dewi Jowangshin di sana."
"Tapi, jika saya bergerak—"
Sujeong tidak menuntaskan kalimat. Rantai mantra yang terputus melemahkan perisai roh, jadi ia terpaksa meneruskan doa-doanya ketimbang membalas Yoonoh. Tak disangka, si pria tiba-tiba membopongnya, membuatnya memekik sejenak sebelum menyambung mantra-mantranya. Karena raga mereka masih bersentuhan, perisai roh hampir tidak terganggu—dan Sujeong menyadari sesuatu.
Kalau begini, kami bisa tetap terlindung sampai kediaman Jung, tetapi beliau kan baru terluka!
Baru saja hendak menolak dibopong, Sujeong dicegat tatapan mengomando Yoonoh.
"Tolong berpeganglah."
Yoonoh lantas melajukan tungkai, membawa Sujeong serta perisai yang mengelilingi keduanya dalam kecepatan sedang. Sujeong yang terayun-ayun di lengan Yoonoh mesti memegangi jubah sang tabib demi mempertahankan posisi tubuh. Berkat ini, perisainya pun melebar dan mendorong arwah-arwah semakin jauh.
Yoonoh mengabaikan napasnya yang tersendat, juga peluh yang mengucur bersama darah di satu sisi kening. Yang dipikirkannya hanya menyelamatkan Sujeong karena tangan gadis itu yang mencengkeram jubahnya mulai gemetaran. Bisa-bisa, sang syaman tumbang lagi karena melindunginya.
Bertahan, Nona Sujeong. Sedikit lagi sampai ....
Akhirnya, Yoonoh berhasil menginjakkan kaki ke serambi rumah. Sesuai perkiraan, kabut-kabut hitam tadi tertahan di pagar karena kekuatan Jowangshin. Barulah Sujeong bisa berhenti menggumamkan mantra-mantra penangkal.
"Berhasil .... Mereka tidak mengikuti kita lagi."
"Begitukah?" Yoonoh tersenyum lebar dan mendesah lega, dengan hati-hati menurunkan Sujeong ke serambi. "Syukurlah jimatnya bekerja."
Ya, syukurlah. Menurut wangsit yang disampaikan benang takdir, bukan mustahil Miryeon akan muncul malam ini. Saat itu terjadi, jimat Jowangshin tidak bakal sanggup menanganinya. Beruntung, roh-roh yang begitu banyak tadi cuma 'penghuni malam' yang termakan umpan dari jiwa Yoonoh. Pria itu pasti merasakan sakit dan takut yang hebat akibat lukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bride's Eating Persimmon ✅
FanfictionRyu Sujeong, seorang mudang (syaman wanita) murid Lee Mijoo, suatu hari ditugaskan untuk melakukan ritual pemberkatan rumah baru Keluarga Jung di Desa Baekseonchon. Beberapa kali mengunjungi rumah tersebut, Sujeong dan Mijoo merasakan kegelapan yang...