42

16 1 0
                                    

"Ya, tidak salah lagi! Perempuan itulah yang paling cocok dikorbankan untuk kemakmuran Baekseonchon! Gadis yang gagal menjalankan ritual dongji! Hwanung memberitahuku, dia orangnya!"

Jangankan Hwanung sang dewa langit, roh alam terlemah pun tak akan sudi sekadar menghampiri orang yang jiwanya didiami iblis. Ditambah lagi, dewa mana mau menukar 'kemakmuran' dengan nyawa seseorang?

Jelaslah kandungan petunjuk Joseung Saja beberapa waktu lalu: ternyata, Sujeong akan ditumbalkan. Menyadari hal itu serta-merta melejitkan ketakutannya.

Setelah pria muda tadi mengungkapkan tentang shinbyeong-nya, seseorang langsung melilitkan sehelai kain ke mulut Sujeong, lalu menutup kepalanya dengan karung berbau tak sedap. Selanjutnya, badan gadis itu dipanggul. Teriakannya terbekap kain dan karung, sedangkan gerakannya ditahan simpul-simpul kencang.

Ke mana mereka akan membawaku? Apa yang akan mereka lakukan padaku? Siapa saja, kumohon selamatkan aku!

Tak akan ada yang datang, Sujeong tahu. Terus meronta hanya akan membuang-buang tenaga, maka terisaklah ia dalam diam, berpasrah menanti ajal. Tubuh lemasnya terentak-entak di atas bahu si pemanggul. Mual dan nyerinya terus meningkat sepanjang perjalanan yang sangat tak nyaman itu; ia akan muntah andai tidak tiba-tiba dibanting ke sebuah dataran keras.

Para penjahat memanggil-manggil 'kekuatan agung' dalam gumaman dan dengungan yang mengerikan. Sujeong tercekat. Tekanan kegelapan dalam tempat ini begitu luar biasa, bagai sejumlah besar massa air yang menenggelamkan. Dia tahu di mana dia sekarang!

"Ng! Ng!" tangis Sujeong di balik kain yang membungkamnya. Badannya kembali menggeliat, berusaha melepaskan diri.

"Diam! Ikat dia ke batu sekencang-kencangnya!"

Tanpa melepas ikatan sebelumnya, tali-tali lain terhampar ke atas tubuh Sujeong. Begitu tali-tali tersebut mengencang, pergerakannya terkunci sama sekali. Karung penutup kepalanya pun mengembang dan mengempis, menunjukkan usaha putus asanya untuk meraih lebih banyak udara. Belum-belum, ia sudah merasa sekarat.

Sejumlah besar kegelapan baru mengalir dari samping kiri, turun menuju badan Sujeong, dan berhenti sebelum menyentuhnya. Kerumunan orang semakin gila. Puja-puja mereka bergaung memekakkan.

"'Kekuatan agung' telah tiba! Terimalah persembahan kami dan selamatkan kami dari derita!"

***

Ingatan Sujeong—dan seperempat abad riwayat hidupnya—tamat sampai di sana.

***

Orang-orang yang membawa Sujeong tidak dapat melihat Yeomra Kesepuluh sebagai sosok aslinya, tetapi tidak sebaliknya. Dari pohon kesemek tempatnya terpancang, sang dewa penghukum menyaksikan bagaimana pengantin tumbalnya dipanggul oleh seorang petani. Melihat tubuh kaku si gadis, Yeomra hampir yakin orang-orang itu membunuh Sujeong duluan, tetapi ternyata sang mudang kembali berjuang setelah diempas ke altar batu. Turunlah sang dewa dari dahan, lalu mendarat lembut di sebelah Sujeong.

Sementara itu, Joseung Saja—berwujud seorang pemuda belia yang Yeomra kenal baik pada kehidupan silam—menyiagakan pedang.

"'Kekuatan agung' telah tiba! Terimalah persembahan kami dan selamatkan kami dari derita!"

Bagaimana manusia-manusia putus asa ini memohon keselamatan mengingatkan Yeomra pada masa lalu. Sungguh konyol; jika tidak satu pun penyelamat datang untuknya ketika ia meminta, mengapa ia harus menyelamatkan orang lain? Untunglah, Yeomra Kesepuluh tidak perlu menyelamatkan siapa-siapa, kecuali satu. Kekuatannya merayapi sekujur tubuh Sujeong, melindungi si pengantin tumbal dari rasa sakit yang akan segera tiba.

The Bride's Eating Persimmon ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang