33. Pendirian

476 53 8
                                    

Kay mengulurkan tangan, menyentuh sebuah foto polaroid dirinya dan Cristie dalam balutan seragam SMA, tersenyum ke arah kamera dan dipotret oleh Sonia saat kenaikan kelas. Bahagia sekali raut wajah mereka. Kay menghela napas sejenak, bimbang sekaligus tak rela jika harus menghapus semua kenangan diantara mereka berdua. Namun saat ini rasa dendam dalam hatinya lebih kuat, persetan dengan cintanya apalagi persahabatan mereka, tangannya dengan cekatan melepas semua foto yang tertempel di tembok kamar dengan kasar, tepat di atas meja belajarnya yang berantakan seperti suasana hatinya saat ini. Kay menaruh semua foto itu di kardus kecil bersama sebuah pigura yang lagi-lagi adalah foto mereka berdua dan lebih mesra. Dia muak melihat foto-foto tersebut tetapi terkadang juga merasa tak rela untuk membuang semua barang itu, apalagi menganggapnya sampah.

Kay menatap sebentar ke kumpulan barang yang hendak dia buang sebelum akhirnya menutup kardus itu dan mengikatnya rapi dengan pita hitam.

Kenangannya kan sekarang pahit, cocoklah pake pita hitam begini, pemakaman kenangan masa lalu, sip, batin Kay sembari membawa kotak itu bersamanya, menuruni tangga kamarnya dengan niat yang tinggi untuk membuang barang yang dipegangnya.

"Mau ke mana, Kay?" tanya Oma dengan sayur kol dan pisau di tangannya ketika melihat cucunya sampai di ujung tangga terakhir.

"Pergi sebentar, Oma, mencari udara segar. Mungkin bertemu teman kuliah, berbincang sedikit."

"Apa itu?" tanyanya melihat kotak yang dibawa Kay.

"Cuma sampah. Kay pergi dulu," kata Kay sambil melambaikan tangan lalu berlalu menuju pintu depan.

"Jangan pulang larut!" teriak Oma.

Kay menjulurkan jempolnya sebelum akhirnya menutup pintu.

Kay berjalan kaki menuju halaman rumah lalu berhenti di dekat tempat sampah. Bimbang antara ingin membuang kotak itu atau melemparnya ke gudang saja dan membiarkan barang itu berdebu sampai Kay mau membukanya kembali suatu saat ketika dia sudah jatuh cinta kepada orang lain, tapi dia sendiri ragu, kapan hal itu akan terjadi. Sebab tak bisa dipungkiri dia masih sangat mencintai Cristie, terlepas dari bagaimana dia menyakiti hatinya, cinta selalu menang di atas rasa sakit. Dia rindu pada gadis itu, gadis yang sekarang milik lelaki tampan idola para gadis SMA di sekolahnya dulu.

Fuck you, Rob! Arggghhh!, teriak Kay di dalam hati. Kekesalannya masih belum hilang walau sudah berhari-hari dia putus dari Cristie.

Para gadis entah adik kelas atau seangkatan dengan mereka mungkin akan bersorak senang jika saja tahu lelaki itu sudah berpacaran dengan gadis cantik yang sama populernya semasa putih abu. Berapa kira-kira presentase kecocokan Roby dan Cristie di mata mereka? Ah, untuk apa Kay ingin tahu, terlebih memikirkan hal yang malah membuatnya tambah sakit hati.

Dia menghela napas, membuka tempat sampah dan tanpa ragu memasukan kotak itu ke dalam sana, membiarkan kenangan pahit itu bersama sampah plastik, berbaur dengan bau yang menyengat.

Kay berjalan kaki menuju cafe di dekat danau lalu memesan minuman rasa red velvet, green tea dan beberapa roti kecil, dia mengambil tempat duduk di lantai dua dan menghadap ke arah danau yang berkilauan di terpa cahaya matahari. Melihat ke arah danau mengingatkan pada dirinya yang galau pada saat itu. Betapa menyedihkan dirinya. Seperti induk kehilangan anaknya.

Pesanan datang tak lama setelah Kay mengecek jam, pukul 13.00. Dia bukan orang yang terlalu mendewakan tepat waktu tapi dia juga tidak suka menunggu. Kay menyesap green tea-nya dan beberapa menit setelah itu, sebuah tas merah terang di taruh di atas mejanya dengan keras, seolah-olah si empunya sedang menahan kekesalan, suaranya sampai mengejutkan Kay yang setengah melamun menatap danau.

Indah Pada Waktunya (Girl×Girl) (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang