15. Horor

3.8K 226 59
                                    

Author's POV

"Hai, cantik," sapa Kay dari balik kemudi.

"Hai, manis," sahut Cristie sambil masuk ke dalam mobil.

"Ihhh, kayak kucing aja, cantik dan manis. Kalian gak ada romantisnya deh! Mirip banget kayak nenek-nenek tetangga kita itu, yang tiap pagi ngomong kayak orang gila sama kucing anggora peliharaannya. Yang tiap pagi pasti bilang: 'Hai, sayangku yang manis dan cantik! Nenek punya Whiskas buat kamu' My God!" protes Rista panjang lebar dari jok belakang.

"Makanya cari pacar, biar ngga bosen liat kita berdua! Tapi perasaan nenek rumah sebelah gak begitu deh," kata Kay sambil menjalankan mobil menuju sekolah.

"Oh, gue ngga butuh. Hidup gue udah cukup menyenangkan sekarang ini."

Cristie hanya mendengarkan kakak-adik itu berbicara sambil sesekali mengangguk setuju pada sebagian pendapat.

"Cukup menyenangkan, bukan bahagia," sahut Kay.

Rista tidak menjawab, dia merasa harus diam atas pernyataan Kay barusan. Gue bukannya ngga bahagia, tapi belum aja. Gue sama dia kan butuh waktu, batinnya.

"Kalian kan belum pacaran, jadi bukan gue aja yang gak punya. Hmm?" Rista menyilangkan tangan di depan dada, alisnya tertarik ke atas meminta jawaban.

Kali ini Cristie bicara, "Iya, bener juga."

Kay hanya tersenyum kikuk sambil melayangkan tatapan tajam pada gadis di jok belakang.

Untuk seminggu ke depan, mereka bertiga sepakat untuk selalu berangkat bersama sambil menunggu keusilan kelewatan yang mereka sebut dengan "ayam potong" yang mungkin akan terulang kembali.

Setelah sampai di sekolah, Cristie dan Kay turun lalu Rista pindah duduk di balik kemudi.

"Jangan lupa buat jemput kita ya! Kalo sampe lupa, gue nggak bakalan maafin lo!" ancam Kay.

"Iya, gue gak bakalan bercanda kalo urusannya udah begini."

Kay mengangguk lalu Rista mulai menjalankan mobil menembus keramaian jalan.

Kay POV

"Cristie?" panggilku sambil menggandeng tangannya. Dia diam saja sejak kami turun dari mobil dan menuju ke kelas.

"Hmm?" oh, singkatnya.

"Kenapa diem aja? Masih dipikirin?"

"Nggak kok, aku cuma capek aja. Aku bingung."

"Bingung kenapa?" tanyaku.

"Kenapa ada orang yang usilnya sampe segitu parahnya, kamu masih anggap ini cuma usil?" Dia menatapku sambil menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Damn, so cute!

"Ya. Untuk saat ini aku masih anggap itu cuma usil, tapi kalo ada yang lebih parah, aku nggak bakalan main-main sama pelakunya," kataku. "Kalo ada yang aneh, mungkin sesuatu di sekitar kamu apa pun itu. Langsung kasih tau aku aja, oke?"

"Oke," jawabnya dengan senyum manis.

"Hai, guys!" sapa kami ketika sampai di kelas. Dua bersaudara tengah mengobrol dengan Eka saat kami datang, yang kurang hanyalah ... Sarah.

Aku duduk di bangkuku dengan perasaan tidak enak setiap kali melihat sesuatu yang berhubungan dengan Sarah. Bangku di sebelahku belum terisi, sedangkan sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.

"Lo cari Sarah?" tanya Eka yang seolah-olah bisa membaca pikiranku.

Aku mengangguk.

Eka memutar badan menghadapku. "Dia sakit, kata nyokapnya sih dia demam. Kita jenguk, ya? Kalian semua mau ikut, kan?"

Indah Pada Waktunya (Girl×Girl) (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang