35. Gundah

806 58 7
                                    

Update lagi ygy, terimakasih sudah menunggu ✨

***

Author's POV

Sarah duduk termenung di salah satu meja dekat jendela di sebuah mall besar di Jakarta, ujung-ujung jemarinya menyentuh gelas minumannya dengan tanggung, seolah-olah ragu antara ingin memegang atau melepas minumannya. Matanya menatap ke sekumpulan orang yang sedang mengantri, weekend memang seperti ini, ramai dan penuh sesak, beruntung dia datang di saat-saat yang tepat, stand minuman yang dia tuju masih sepi dan hanya ada beberapa orang mengantri yang bisa dihitung dengan jari.

Pikiran Sarah melayang kepada seorang gadis di negara yang jauh itu, sedetik kemudian bibirnya tersenyum tipis saat mengingat kejadian semalam. Sarah masih ingat dengan jelas, pukul 20.35 saat dia baru saja selesai mandi dan mendengar notifikasi dari ponselnya, notifikasi yang sengaja dia buat berbeda agar dia tahu siapa pemilik notifikasi tersebut, yang tak lain adalah Kay. Gadis itu akhirnya membalas pesan whatsapp-nya setelah sekian purnama Sarah menunggu dan tak ada respon sama sekali, hal sepele, namun baginya sangat berarti.

Meski mereka berdua hanya saling mengirim pesan kurang lebih 30 menit lamanya lalu setelah itu Kay menghilang, sukses membuat Sarah tak bisa tidur dan tersenyum tak henti-henti. Pradita, teman kuliahnya, mungkin akan mengatainya lebay jika dia bercerita tentang hal itu padanya. Masa bodoh. Ini hal penting baginya! Meski bukan suatu hal yang amat besar, namun bukankah segalanya berawal dari hal kecil yang kemudian menciptakan sesuatu yang dahsyat? Semacam percikan kecil yang lama-kelamaan menggebu.

Sarah tak berekspektasi macam-macam, takut kepalang sakit hati jika realitanya sangat jauh di luar dugaan. Lebih baik dia terus berusaha, bagaimana hasil nanti biar ditentukan seiring dengan berjalannya waktu. Yang pasti dia yakin ada secercah harapan untuknya bisa dekat dengan Kay.

Brukkk....

Sarah terlonjak mendapati sebuah tas yang diletakkan di mejanya dengan keras seolah-olah benda itu baru saja jatuh dari langit.

"Astaga! Pelan-pelan dong! Serangan jantung itu bisa kena ke siapa aja tau!" ucap Sarah dengan sedikit kesal pada gadis yang tengah berdiri sambil merapikan rambutnya.

"Sori... Habisnya lo ngelamun terus, dipanggil-panggil ngga ada reaksi. Gue takut lo kesurupan, ini mall, bisa-bisa berlanjut jadi kesurupan massal," balasnya sambil mendudukan diri di depan Sarah, dia meletakkan cappucino-nya di meja. "Emang lo sama sekali ngga denger gue ngomong di kuping lo barusan?"

"Boro, Cris. Gue aja ngga tau lo muncul dari mana, tau-tau udah di sini aja, kaya setan."

"Kelakuan!"

Sarah terkekeh lalu sembari memperhatikan penampilan Cristie, dia menyesap minumannya, tenggorokannya kering karna belum minum sejak tadi.

"Lo tumben banget jadi kaya hewan pemakan bambu," celetuknya.

"Maksud lo? Panda? Gue kaya panda? Gendut gitu? Yang bener aja lo!"

"Santai-santai," Sarah buru-buru meralat, "Kantung mata lo itu. Item. Kurang tidur? Tumben banget."

"Masih keliatan? Padahal udah gue cover pake make up. Duh... tadi Roby ngeh ngga, ya?" Cristie buru-buru mengambil kaca, benar saja, kantung matanya masih kelihatan hitam meski sudah berusaha dia samarkan. "Eh... Untung tadi gue pake kacamata, Roby ngga bakalan tau."

"Lagian kalo dia tau juga ngga papa kali, Cris."

"Ngga," sergahnya. "Kalau dia tau ntar gue diomelin, gue lagi ngga ada nafsu buat ladenin omelan dia."

Indah Pada Waktunya (Girl×Girl) (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang