Cristie POV
Dua minggu telah berlalu tanpa ada kejadian "ayam potong", lega rasanya aku bisa melewatkan hari dengan aman seperti biasanya.
Kay selalu melindungiku setiap saat, seperti saat ini. Walaupun keadaan sudah seperti semula, dia masih saja ngotot untuk selalu berada di sampingku ke mana pun aku pergi. Mau itu ke toilet sekolah ataupun ke mall untuk berbelanja bersama Mama.
Namun ada hal yang menurutku mencurigakan. Sejak menjenguk Sarah yang sakit waktu itu, meninggalkannya berdua bersama Kay, semuanya entah kenapa kembali normal. Tidak ada lagi hal-hal menjijikkan seperti kepala ayam ataupun semacamnya. Sejak saat itu juga aku mulai berpikir yang tidak-tidak mengenai Sarah. Apa pun yang dilakukannya selalu membuatku curiga. Entahlah, semoga bukan dia pelakunya.
Saat ini aku tengah menuju supermarket bersama Mama dan juga tentunya Kay. Aku duduk di samping Mama yang sedang mengemudi, sedangkan Kay di jok belakang. Tenang saja, dia tidak sendirian, tapi ditemani oleh kucing anggora peliharaan Nenek Mar; tetangga sebelah rumahnya. Nenek itu menitipkan kucing anggoranya padaku, karena dia ada urusan penting di Padang. Di Jakarta ini, dia tak punya siapa-siapa selain kucing anggoranya yang lucu dan seorang pembantu yang setiap malam harus pulang ke rumah untuk menjaga anak-anaknya. Sebut saja kucing itu dengan nama: Manis.
Manis duduk dengan tenang sambil memperhatikan sekitar, mungkin sedang menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kay sejak berangkat selalu menyilangkan tangannya di depan dada sambil memperhatikan Manis, sedangkan yang ditatap cuek saja.
Mama tertawa kecil melihat tingkah Kay yang sedang menatap intens Manis. "Kay kok kayak nggak pernah liat kucing aja, diliat sampe segitunya."
Aku hanya tersenyum geli. Sepertinya Kay tidak mendengar perkataan Mama, karena dia masih sibuk memperhatikan setiap gerak-gerik Manis.
Tangan Kay menusuk-nusuk pipi Manis dengan jari telunjuknya, Manis memalingkan wajahnya menatap ke luar jendela seolah-olah malas menanggapi kelakuan Kay yang mengganggu. Kay akhirnya hanya menatap kesal pada Manis.
"Udah deh, jangan diganggu Manis-nya. Entar dicakar loh," kataku.
Kay kelihatan terkejut. "Manis? Dia manis?"
Aku mengangguk.
"Kucing pait plus nyebelin gitu kok dipanggil Manis, gak pas banget. Diajak main malah nggak mau, ini pasti gara-gara kebanyakan main sama nenek-nenek, jadinya jutek gitu."
"Hus! Jangan gitu, entar dia lapor sama Nenek Mar baru tahu rasa kamu!" ancamku.
"Emang bisa?"
Aku mengangguk saja, dia itu bodoh atau bagaimana? Memangnya ada kucing seperti itu?
"Kalo gitu, aku bekep aja mulutnya kayak gini," katanya sambil menutup mulut Manis.
Manis berontak dengan meliuk-liukan kepalanya. "Diem! Kalo nggak diem gue ceburin ke Kali Ciliwung loh!" perintah Kay.
Manis akhirnya marah lalu mencakar lengan Kay beberapa kali, Kay menarik tangannya dan menatap tajam kepada Manis. Dengan santainya Manis tak memedulikan tatapan Kay dan hanya menjilat-jilati bulunya yang berantakan karena ulah Kay.
"Udah dibilangin jangan ganggu malah ngeyel, kan dicakar jadinya."
"Ih! Aku 'kan cuma jaga dia aja biar nggak lapor ke Nenek Mar. Malah dikasih beginian, sakit...."
Kay menunjukkan lengannya yang bergambar garis berwarna merah.
"Salah sendiri, entar juga sembuh."
Kay akhirnya duduk diam seperti semula, tapi masih saja memperhatikan Manis. Apa sebenarnya yang dia perhatikan sedari tadi? Sebenarnya Manis kelihatan biasa saja, dia cantik dengan bulunya yang putih bersih dan iris mata biru cerah yang indah. Mungkin karena mereka berdua memiliki warna iris mata yang sama. Jadi Kay merasa memiliki teman yang mirip, walaupun harus seekor kucing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indah Pada Waktunya (Girl×Girl) (On Going)
RomanceKay dan Cristie, keduanya adalah sepasang sahabat yang saling menyimpan perasaan terlarang. Mereka hanya mampu menyimpan tapi tak berani mengungkapkan, seperti kebanyakan sahabat yang saling jatuh cinta namun bergender sejenis. Masing-masing dari me...