29. Yang Mengetuk Pintu

1.7K 109 41
                                    

"Ris, menurut lo apa yang mereka lakuin?"

"Gue ngga tau."

"Gimana kalo dia beneran selingkuh? Gue bakalan patah hati banget," ucapku sambil memainkan sehelai daun maple kering.

Rista yang sedang mengamati Lexa di toko es krim menoleh lalu duduk bersamaku di bangku panjang yang terbuat dari kayu tahan lapuk.

"Terus yang lo lakuin apa? Yang lo ceritain tentang Lexa? Kay, gue tau lo curiga. Tapi jangan isi otak lo sama pikiran yang negatif selama belum ada bukti. Gue akan selalu mantau dia buat lo, tapi dengan syarat lo jangan mikirin hal buruk. Bisa?"

Aku menoleh lalu mengangguk.

"Kalo emang dia beneran lakuin itu, gue bakalan nonjok cowo itu buat lo. Gue janji hahaha," lanjut Rista.

Aku tersenyum. Dia mengambil kamera yang tergantung di lehernya lalu memotret beberapa kali. Ketika dia mengarahkan kameranya tanpa sengaja ke tempat Lexa berdiri, dia menoleh kepadaku. "Lain kali lo harus bisa nolak, lo itu jangan lemah cuma karna dia cantik."

"Lo udah bilang untuk kesekian kali."

Dia mengangkat bahu. "Gue cuma ngingetin."

Ketika Lexa sudah berada di dekat kami, pembicaraan tentang dia dan Cristie langsung terhenti. Dia membawakan kami es krim rasa anggur. Lalu kami kembali melanjutkan perjalanan kami melihat-lihat seisi kota.

***

"Lo yakin mau pulang sekarang? Lo baru beberapa hari di sini."

Rista sibuk mengabsen barang bawaannya. Sedangkan aku hanya menonton sambil sesekali menahan kantuk.

"Iya, kapan-kapan gue ke sini lagi. Oma di mana?"

"Di bawah." Dia mengangkat ranselnya lalu berjalan keluar kamar.

"Mau gue anterin?"

"Gue udah pesen taksi. Lo udah merem melek gitu mau nawarin nganter?"

"Yayaya."

Rista pergi dan kurasa dia berpapasan dengan Lexa saat menuruni tangga. Aku bisa mendengar mereka berbincang sebentar. Handphone-ku bergetar ketika aku menepuk-tepuk bantal untuk tidur. Cristie, aku langsung menggeser tombol hijau.

"Kamu belum tidur?"

"Belum. Kalo udah ini siapa yang ngangkat dong?"

"Kay, kamu liat handuk aku gak?" tanya Lexa sambil menghampiriku.

"Itu suara siapa? Aku kaya kenal."

"Gak."

"Apanya yang 'gak'?"

"Bentar, aku ada urusan."

Aku menjauhkan handphone. "Tanya Oma, keknya abis dijemur."

"Kamu lagi telponan sama siapa?"

"Sama Cristie."

Lexa naik ke tempat tidur lalu mengambil handphone yang sedang kupegang. "Cristie?"

"Ya?"

"Pacar lo lagi sama gue. Kita mau tidur, jangan ganggu dulu ya. Bye." Lexa langsung mengakhiri panggilan.

"Lex, kamu ngapain? Aku lagi telponan sama dia kok dimatiin sih?"

"Udah malem, Kay. Tidur ya." Lexa berusaha menciumku namun aku menahan bahunya.

"Lex, tolong jangan seenaknya dong. Kita emang temen sekamar tapi ngga bisa kayak gini," kataku dengan kesal.

Lexa sepertinya terluka dengan kata-kataku. Aku menghela nafas, jika aku tidak menegurnya sekarang, sampai kapanpun pasti dia akan selalu melakukan sesuatu dengan seenaknya sendiri.

Indah Pada Waktunya (Girl×Girl) (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang