Author's POV
Kay meniup secangkir teh dengan pelan. "Hari ini kita pake mobilku aja ya?"
"Boleh, tapi jangan ngebut ya," titah Cristie.
Kay memperlihatkan senyum manisnya. "Iya, tenang aja."
Hari ini seperti hari sebelumnya, keduanya sudah janjian untuk berangkat bersama.
Kay meminum cepat teh hangatnya. "Udah yuk. Ke rumahku, ambil mobil."
"Oke."
Keduanya berjalan berdampingan keluar dari balik pagar rumah Cristie, menuju rumah Kay yang didominasi dengan cat warna putih. Kay mengambil kunci mobil dari saku bajunya, kemudian membawa mobil ke luar dari gerbang.
Kay mempersilahkan Cristie untuk masuk lalu menjalankan mobilnya menuju ke sekolah dengan kecepatan sedang.
Hening.
Dalam hati, sebenarnya keduanya ingin mengatakan sesuatu untuk menghangatkan suasana, namun keduanya sama-sama berharap bahwa salah satu dari merekalah akan memulai terlebih dahulu.
Hening masih menyelimuti keduanya, hingga akhirnya di tengah perjalanan ponsel Kay berbunyi. Kay mengambil ponselnya yang berada di saku, di layar tertera sebuah panggilan dengan nomor yang tak dikenal, dibiarkan saja panggilan itu sampai akhirnya berhenti sendiri.
Cristie heran. "Kok gak diangkat? Siapa yang telpon?"
Kay menggelengkan kepalanya. "Nggak tau, nomornya gak ada namanya, jadi aku biarin aja. Toh paling orang salah sambung."
Cristie diam, dia tahu, memang sudah menjadi kebiasaan Kay jika mendapat nomor tak dikenal maka akan dia biarkan begitu saja, katanya buang-buang waktu jika harus mengurusi yang seperti itu.
Ponsel kembali berbunyi, masih sama kejadiannya seperti yang tadi; nomor tak dikenal yang menelpon.
"Coba deh diangkat, siapa tau ada perlu sama kamu. Toh nanti gak akan ganggu lagi kalo udah diangkat," kata Cristie memberi saran.
Kay terlihat tak peduli. "Gak lah, biarin aja."
Keras kepala, batin Cristie.
Setelah beberapa lama, mereka berdua pun akhirnya sampai di SMA tercinta. Kay memarkirkan mobilnya lalu berjalan menuju kelas bersama-sama.
"Oiii! Tungguin, Kay, Cris!"
Teriakan beberapa orang secara bersamaan membuat keduanya berhenti, keduanya memalingkan wajah secara bersamaan.
Dari arah suara tampak empat anak berjalan beriringan; Eka, Sarah, Dian dan Dita. Mereka berempat berjalan santai sambil melambai-lambaikan tangannya bak Miss Universe.
"Ckckck, berjamaah nih berangkatnya? Melambai-lambai kayak presiden turun pesawat lagi," kata Kay kemudian melanjutkan kembali perjalanannya yang tertunda dan diikuti oleh kelima orang di belakangnya, mereka kemudian menjajarkan langkahnya dengan Kay.
"Kebetulan tadi di depan gerbang ketemu dua kuda nil yang lagi sibuk beli cilok, ya udah deh gue ma Sarah langsung samperin aja," kata Eka.
"Dan... aku beliin kamu satu bungkus, nih." Sarah menyodorkan sebungkus cilok yang dibelinya tadi.
"Eh, gak usah deh, buat lo aja. Gue udah kenyang," Kay menolak halus pemberian Sarah.
Sarah bergelayut manja di lengan Kay. "Gak ada penolakan, harus mau! Aku belinya pake uang bukan pake daun pisang, jadi please terima."
"Oke, gue terima, tapi please jangan kayak gini ke gue."
"Oke deh," kata Sarah, kemudian melepaskan pegangan tangannya pada lengan Kay.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indah Pada Waktunya (Girl×Girl) (On Going)
RomanceKay dan Cristie, keduanya adalah sepasang sahabat yang saling menyimpan perasaan terlarang. Mereka hanya mampu menyimpan tapi tak berani mengungkapkan, seperti kebanyakan sahabat yang saling jatuh cinta namun bergender sejenis. Masing-masing dari me...