Yerim duduk dengan tegang pada bangku restoran yang terlihat cukup mewah. Sedari tadi ia terus menerus mencoba untuk bersikap rileks meskipun pada akhirnya gagal.
Di hadapannya tengah duduk seorang wanita paruh baya yang menatapnya dengan tajam.
Ia sudah seperti tengah disidang atas kejahatan, walaupun pada kenyataannya wanita itu adalah sosok ibu mertuanya sendiri.
"Kalau tidak dapat memberikan keturunan, lalu apa gunanya kau sebagai istri?" Ucap wanita paruh baya itu dengan tajam.
Namun ucapan itu tak mampu menusuk hati Yerim sama sekali, hal yang lebih parah dan di luar nalar saja tengah terjadi. Jadi ucapan sang ibu mertua tidak mampu memengaruhi Yerim.
"Aku.. akan berusaha, Bu."
"Sudah berapa kali kau berkata seperti itu? tapi selalu tidak ada hasilnya."
Yerim menundukkan kepalanya. Bertingkah menyesal.
Meski sesungguhnya Yerim hanya benar-benar merasa muak.
"Kau tahu kan apa yang akan terjadi kalau sampai akhir tahun ini kau tidak bisa menghasilkan seorang anak?"
"Aku tidak akan mengulur waktu lagi. Aku akan menikahkan Wonwoo dengan wanita lain. Dan kau? Jangan harap kau bisa mengambil harta Wonwoo sepeserpun. Kau harus segera angkat kaki dari rumah Wonwoo begitu proses perceraian selesai."
Yerim tertawa tajam dalam hati. Ancaman yang konyol, dan sama sekali tidak ditakutkannya.
Ia malah akan sangat bersyukur jika hal itu terjadi.
"Jangan lupa, Wonwoo telah memungutmu dan menjadikanmu seorang wanita berkelas. Jika dia tidak menikahimu, maka kau jelas tidak bernilai sama sekali."
Yerim masih terus menunduk.
Ia merasa begitu gusar karena sang ibu mertua selalu merendahkannya semenjak dulu, semenjak awal ia menikah dengan Wonwoo. Hingga tubuhnya sedikit gemetar karena ia merasa berang.
Sang ibu mertua nampak tak mau berlama-lama dan memilih beranjak dari sana. Meninggalkan Yerim yang masih terus menundukkan kepalanya.
Yerim perlahan mengangkat wajahnya, menatap punggung ibu mertuanya yang berjalan dengan angkuh itu hingga tanpa sadar tangannya mengepal kuat.
Ibu mertua yang tak pernah ramah padanya itu betul-betul membuat Yerim jelak.
Satu lagi daftar yang menambah kebenciannya pada keluarga Jeon.
Rasanya Yerim ingin membongkar kebusukan anak-anak dari wanita itu hingga wanita itu malu dan merasa ditelanjangi.
Yerim benar-benar sudah merasa muak.
***
"Apa ibu membicarakan soal kehamilan lagi?" Tanya Jungkook seraya menjalankan mobilnya begitu Yerim mengambil duduk di sebelahnya dan mengenakan seatbelt.
Yerim mengangguk dengan ekspresi masam. Tentu saja pertemuannya dengan ibu mertua hanya membahas tentang hal itu, tak lupa dengan ancaman dan kata-kata merendahkan yang selalu membuat Yerim gusar.
Sementara Jungkook hanya kembali mengemudikan mobilnya dalam diam.
"Bagaimana jika aku benar-benar hamil?" Gumam Yerim kemudian.
Jungkook melirik wanita itu sejenak.
"Itu adalah hal yang bagus." Ucap Jungkook kemudian.
"Kau akan segera menikah..." timpal Yerim lagi. Ia kini menatap nanar keluar jendela yang hanya menampilkan gelapnya langit malam.
Jungkook nampaknya tahu apa yang sesungguhnya dikhawatirkan Yerim.
"Kau tahu jika pernikahan itu hanyalah sebuah formalitas."
"Tapi tetap saja..."
"Aku mencintaimu." Ungkapan Jungkook lantas membuat Yerim membisu. Tatapannya kini semakin tidak memiliki jiwa.
Yerim tidak tahu apa yang sesungguhnya tengah terjadi di antara mereka.
"Tidak. Jangan mencintaiku." Yerim menatap kosong udara di depannya, membiarkan Jungkook menoleh padanya dengan tatapan penuh tanya yang tajam.
Ia sudah tidak tahu lagi apa yang dapat ia lakukan untuk melarikan diri dari semua ini.
"Jangan pernah mencintaiku, Jeon Jungkook."
***
Seharusnya Yerim tahu dari awal, bahwa membuat seorang Jeon Jungkook marah adalah hal yang tidak boleh dirinya coba sekalipun.
Menolak pria itu, menyuruhnya menjauh, meninggalkannya.
Jungkook membuatnya tidak pernah bisa untuk melakukan semua itu sama sekali.
Karena bahkan meski lagi-lagi perseteruan mereka akan berakhir di atas ranjang seperti saat ini, Jungkook sungguh-sungguh tidak ingin ditinggalkan oleh Yerim.
Sementara Yerim tahu jauh di dalam hatinya bahwa ia juga tidak sanggup untuk melepaskan pria itu.
Jungkook adalah penyelamatnya. Tanpa pria itu, Yerim mungkin sudah gila, atau bahkan mati.
Jungkook adalah pria yang akan selalu mencintainya, memujanya, mencoba untuk membahagiakannya. Meski segalanya jelas benar-benar salah.
Rengkuhan Jungkook pada tubuhnya kini, desahan yang memanggil namanya lirih, peluh di tubuh keduanya yang masih saling bertaut, bahkan pada pantulan bayangan mereka yang Yerim sempat tatap dari cermin tak jauh di hadapannya. Yerim bersumpah jika Jungkook telah memberikan segalanya.
Segala yang ia inginkan, ia butuhkan, ia cari, dan ia doakan.
Jadi tolong jangan salahkan Yerim yang terlalu bergantung padanya.
Jangan salahkan Yerim jika lagi-lagi ia belum mampu untuk melepaskan pria itu dari hidupnya.
Karena nampaknya Jungkook juga tidak peduli dengan apapun. Ia hanya ingin memiliki wanita itu seperti saat ini. Tidak peduli dengan hubungan terlarang itu, tidak peduli meski nanti kala Yerim mengandung anaknya, ia tetap tidak dapat dipanggil ayah.
Jungkook tidak peduli dan hanya ingin memiliki wanita itu. Karena siapa lagi yang mampu membuat wanita itu bahagia selain dirinya?
Hanya dirinya yang mampu memperlakukan wanita itu dengan seharusnya, dengan sebaik-baiknya.
Jadi Jungkook tidak pernah berniat untuk melepaskan wanita itu. Tidak pernah. Sama sekali.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Less Than Nothing
Fanfiction[Completed] Cinta yang terjalin di antara Jeon Jungkook dan Kim Yerim adalah sebuah keterlanjuran. Tragedi yang sesungguhnya. Saat Jungkook datang, segalanya telah berantakan bagi Yerim. Bukan tugas pria itu untuk memperbaiki kekacauan yang terjadi...