Mejadi gelap, terasa kaku

5 1 0
                                    


Aku suka membaca. Semua jenis buku akan kubaca. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa menghentikanku ketika melakukannya. Konsentrasi secara penuh, fokus mengutamakan buku. 

Menelan kata demi kata, menjadi kalimat, membentuk paragraf, menciptakan sebuah dunia baru yang belum pernah kutahu. Buku memang jendela dunia, sedangkan baca adalah cara kita memulai membuka jendela tersebut. 

Jika kita belum membaca buku, maka kita tidak akan mengerti seisi dunia ini. Tidak perlu pergi jauh-jauh mengunjungi suatu tempat, tidak perlu menunggu diciptakannya mesin waktu. Uang memang bukan masalah, namun waktulah masalah kita.

Aku tidak bisa menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk mengenal belahan dunia lain, aku juga memiliki umur panjang untuk menunggu mesin waktu agar bisa melihat masa penjajahan. 

Dengan buku, aku tidak perlu membuang waktu. 

Dengan buku, aku bisa melihat semuanya. 

Dengan buku, aku bisa merasakannya. 

Berpusat pada waktu '80-an, kota Yarba saat ini dipenuhi oleh ketakutan-ketakutan yang berasal dari pemerintah. Otoriter. Kawan menghilang, sanak saudara tanpa kabar. 

Di malam sunyi, mau pun di pagi cerah terkadang terdengar suara tembakkan. 

Berasal dari mana, aku tidak tahu. 

Aku hanya tahu satu hal. 

Sembunyi!

Jika terdengar suara tembakkan, kamu harus sembunyi! 

Ingat, carilah tempat berlindung agar peluru tak bersarang di tubuhmu. Namun, tak pernah tersebit di pikiran kami membenci pemerintah. Sudah terbiasa, kami hidup seperti sekarang. Dari desas-desusnya, mereka yang menghilang adalah orang yang tidak menaati peraturan pemerintah. 

Patuhi peraturan, kelak engkau bakal selamat. 

Aku adalah warga yang patuh kepada pemerintah. Sayangnya, hanya ada satu hal yang tidak aku sukai dari mereka. Buku. Beberapa menteri bekerja keras untuk membuat badan-badan dalam menyaring buku yang masuk. Kalau tidak salah, beberapa tahun lalu badan tersebut pada awal-awal rintisannya, menyaring buku-buku yang berasal dari luar. Awalnya aku tidak masalah. Masalahnya terjadi akhir-akhir ini. Badan-badan tersebut semakin ketat dalam proses penyaringan. Tidak hanya buku impor, namun buku dalam negeri juga mulai disaring. Buku para penulis yang mengkritik, atau anti pemerintah dilarang diedarkan. Bahkan, mereka akan mencari orang yang menulis buku yang dapat merusak ideologi negara. 

Sudah tujuh belas hari. Itu adalah demo yang dilakukan oleh para sastrawan serta pujangga yang dilakukan di berbagai daerah. Mereka beranggapan bahwa, seharusnya rakyat dapat membuka pikiran mereka terhadap dunia luar melalui buku. 

Aku sangat setuju dengan argumen itu. 

Dilarangnya buku-buku tersebut, disebabkan karena pemerintah jelas takut dengan rakyat. Mereka akan membuat rakyat bodoh sehingga akan mudah dikendalikan. Seperti kucing lapar yang akan terus mengeong, kalau kenyang akan diam atau tidur. 

Pemerintah terlihat jelas menghambat segi literasi, tapi dilain sisi mereka justru mempermudah seperti sisi ekonomi. Dewasa ini, para rakyat sudah mulai tidak peduli dengan ilmu atau dunia luar. 

Disubsidinya bahan pangan pokok, semua warga dari berbagai jenis kalangan dapat membelinya. Rakyat akan diam, jika perut penuh. Ilmu memang tidak dapat dimakan, namun dengan ilmu aku dapat mencari makanan. 

Pada hutan belantara dekat rumahku, aku mencari beberapa tanaman yang biasa aku makan. Aku sudah terbiasa seperti ini tanpa perlu ditemani. Matahari sudah hampir di ujung barat, sementara aku masih harus memasang perangkap untuk babi liar. 

Kisah AkhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang