"Kenyamanan ialah ketika kita bebas melakukan apa yang kita mau."
Namaku Bintang Fida Afia, kalian boleh memanggilku dengan panggilan Bintang. Untuk saat ini, aku masih duduk di bangku SMA, kelas XII IPA 2. Bulan depan, usiaku genap 17 tahun. Tentu, aku sangat menantikan kado dari orang-orang terdekatku, termasuk kalian.
Baru seminggu lalu aku resmi naik ke kelas XII. Ternyata memang benar, kelas XII memiliki waktu libur cukup banyak, tetapi juga tidak kalah banyak dengan tumpukan soal-soalnya. Jangan bilang-bilang, Sabtu kemarin aku sempat mengintip kalender akademik kelas XII. Tenang saja, kalender itu tidak sengaja terlihat saat aku mengumpulkan tugas dari Ibu Sarah yang notabenenya menjabat sebagai wali kelasku. Besok-besok, Ibu Sarah harus lebih berhati-hati agar tidak ada lagi yang mengintip sepertiku.
Seperti pada umumnya, meskipun aku seorang pelajar, tetapi aktivitasku tidak hanya tentang sekolah, tugas, sekolah lagi, tugas lagi. Begitu saja terus. Aku memiliki hobi yang bisa kulakukan setiap hari. Bukan hanya itu, yang pasti, waktu bersama keluarga yang lebih utama.
Mengenai hobi ku, aku selalu meluangkan waktu malam ku untuk melihat bintang-bintang melalui jendela kamar. Bahkan, di lain kesempatan, terkadang aku melihat bintang di atas danau dekat rumah dengan menggunakan perahu kecil yang sengaja dibuat oleh Papa. Danau itu tidak besar. Masih terlihat ujung dari danau itu. Danau itu terletak di tengah taman yang tidak banyak dikunjungi orang lain. Itulah kenapa aku suka mengunjunginya, karena tempat itu tidak terlalu ramai.
Aku anak kedua dari dua bersaudara. Aku memiliki kakak laki-laki bernama Raka, tetapi untuk saat ini, dia harus merantau ke luar pulau untuk menempuh pendidikan kuliahnya. Jadilah sekarang aku hanya tinggal bertiga bersama Papa dan Mama.
"Sayang, sudah bangun?"
"Hah!" Aku terkejut begitu mendengar suara dari luar kamarku.
"Bintang?"
"Iya, Ma. Bintang sudah bangun."
"Cepatlah bersiap dan ke bawah untuk sarapan! Lima belas menit lagi sudah harus di sekolah, 'kan?"
"Bintang sudah siap, Ma. Sebentar lagi Bintang menyusul ke bawah."
Aku terlalu asik berkenalan dengan kalian, sampai lupa jika harus bergegas turun untuk sarapan. Ini hari Senin, siapa pun tidak ingin telat. Kecuali jika ingin dilihat oleh seluruh warga sekolah berada di barisan orang-orang yang dicap biang kerok karena telat. Itu silakan saja, tetapi jangan ajak aku untuk melakukannya.
Aku bergegas turun menuju ruang makan sambil membawa tas ransel yang cukup berat. Mungkin jika ditimbang, tas ini beratnya mencapai lima kilogram. Tidak, aku hanya bergurau. Berapa pun beratnya, cukup membuat punggung sakit saat pulang sekolah.
"Wangi banget aroma masakannya. Mama masak apa?" tanyaku setelah sampai di meja makan.
"Jangan lebay! Mama cuma masak nasi goreng, kok," ucap Mama.
"Nasi goreng pun, enak rasanya kalo Mama yang masak," ucapku sedikit tertawa.
"Kamu ini, cepat habiskan sarapannya!" ucap Mama sedikit salah tingkah karena pujian ku.
"Eh, tapi, tumben Mama masak nasi goreng?"
"Iya, ini karena Mama lupa belanja kemarin."
"Oh."
Aku segera menghabiskan makananku. Sepuluh menit lagi bel upacara akan dimulai.
"Ma, Bintang sudah selesai. Papa di mana?" tanyaku menghampiri Mama yang sedang mencuci piring.
"Papa sudah berangkat duluan. Kamu naik angkot aja."
"Loh, kok, Papa nggak ngomong sama Bintang?"
"Buat apa? Papa berangkat dari jam lima pagi."
"Kenapa harus di Hari Senin?" Aku sedikit merasa kesal, "ya udah, Bintang naik sepeda aja biar lebih cepet sampai."
"Terserah kamu aja."
"Bintang pamit, assalamualaikum," pamitku bersalaman dengan Mama.
"Waalaikumsalam, hati-hati!" kata mama mengingatkan.
"Siap, Ma."
Aku segera menuju garasi dan mengeluarkan sepedaku yang sangat jarang ku gunakan. Bukannya aku tidak suka, tetapi selama papa masih bisa mengantar jemput, kenapa aku harus mengayuh sepeda? Ada yang lebih enak dan adem, kenapa harus dilewatkan?
Secepat mungkin aku mengayuh sepedaku berkejaran dengan waktu. Untungnya ada jalan khusus sepeda, sehingga tidak perlu berbaur dengan kemacetan. Namun, tetap ada saja orang yang melanggar dengan menutupi jalur sepeda. Membuat sulit untuk dilewati.
Setelah perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya aku sampai di parkiran sekolah. Sudah cukup banyak siswa yang hadir. Untungnya aku tidak terlambat, masih ada waktu untuk istirahat sebentar.
Aku berjalan di koridor menuju kelasku di lantai tiga paling ujung. Seketika aku berharap agar sekolah ini memasang lift, supaya orang-orang yang keadaannya sama sepertiku tidak perlu berjalan jauh, apalagi jika harus menaiki tangga.
"Bintang!"
Seseorang memanggilku dari belakang, dari suaranya seperti Desy, sang sekretaris. Aku berhenti sejenak dari langkahku, melihat ke arah Desy yang berlari di belakang.
"Ada apa?" tanyaku setelah Desy berada tepat di sampingku. Kami kembali melangkah menuju kelas.
"Kemarin, kamu udah ngumpulin tugas kimia ke meja Bu Sarah?"
"Udah."
"Syukurlah." Desy bernafas sedikit lega. "Apa kamu udah tau? Kelas kita bakalan kedatangan murid baru."
"Di akhir tahun?"
"Yah, gitu deh...," Desy mengangkat kedua bahunya, pertanda tidak tahu, "tapi, mau tidak mau kamu harus duduk bareng dia, karena cuma meja kamu yang sendiri. Lagipula, nggak mungkin kal6 ada dua meja yang cuma dipake satu orang."
"Aku paham. Nggak masalah kalo murid baru itu cewek," ucapku tidak begitu peduli.
"Itu dia masalahnya, murid baru itu cowok."
"Apa?!"
Haii...
Terima kasih udah berkunjung!!
Biasakan untuk meninggalkan jejak yaa,
vote and koment guyyss!
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTROPHILIA (Antara persahabatan dan impian)
Teen FictionFollow dulu sebelum baca!! Awal publish : 01 Juli 2022 Tentang dia yang perlahan dihadapkan pada kepergian orang-orang tersayangnya. Bintang. Gadis pendiam yang berusaha bangkit beberapa kali dari masa keterpurukannya. Hingga akhirnya, bertemu denga...