Part 6 : Pelik

32 28 119
                                    

Happy Reading!!
________

"Terkadang, harus menjadi batu karang agar bisa tetap tegar menghadapi terjangan ombak."

Sehari setelah pemakaman, Bintang memutuskan untuk izin tidak masuk sekolah. Kondisi Resa sangat tidak memungkinkan untuk ditinggal. Bahkan, semalam Resa tidak memakan makanan yang dibeli oleh Bintang. Resa memilih untuk mengunci dirinya di dalam kamar.

Bintang seperti kehilangan kedua orangtuanya sekaligus dalam satu waktu. Mamanya itu hanya tersisa ketidakberdayaan saja. Sudah seperti orang yang kehilangan semangat hidup. Hanya tentang kesedihan dan kesedihan yang terlihat dari matanya.

"Mama?"

Bintang mengetuk pintu kamar Resa, berusaha membujuknya agar mau ikut sarapan dengannya. Sayangnya tidak ada jawaban dari Resa.

"Mama, Bintang buatkan nasi goreng untuk Mama. Ayo kita sarapan bersama!"

"Mama tidak lapar."

"Tapi semalam Mama belum makan, Bintang tidak ingin Mama sampai sakit."

"Mama tidak lapar."

Bintang menghela nafasnya dengan berat. Dia berharap mamanya bisa segera menerima keadaan dan takdir yang menimpa mereka.

"Baiklah, bergabunglah dengan Bintang saat Mama merasa lapar."

Bintang meninggalkan kamar Resa menuju ruang makan. Sejujurnya Bintang merasa tidak berselera untuk makan, tetapi dia harus menjaga kesehatan untuk menjaga mamanya.

Bahkan, hingga makanan di piring Bintang telah tandas, Resa belum juga keluar dari kamarnya. Tentu saja hal itu membuat Bintang merasa sangat khawatir. Jika Resa terus menolak untuk makan, tentu akan membuat dirinya jatuh sakit.

Bintang memutuskan untuk membawa makanan itu ke kamar Resa. Mungkin saja mamanya akan merasa lapar jika mencium aroma makanan. Bintang akan berusaha membujuk agar mamanya mau untuk makan.

"Mama, Bintang masuk ya?"

Bintang tidak mendapatkan jawaban dari Resa. Akhirnya dirinya memaksa untuk memasuki kamar Resa tanpa persetujuan.

Saat baru saja membuka pintu kamar itu, Bintang dikejutkan dengan kondisi kamar yang sangat berantakan. Sprei tidak tertata rapi, dengan banyak pakaian yang berserakan di lantai kamar. Bahkan kamar itu terlihat sangat gelap karena tirai yang ditutup rapat.

Bintang menyimpan makanannya terlebih dahulu di atas nakas dekat kasur. Resa sedang duduk terdiam di tengah kasur. Bintang memutuskan untuk membereskan kamar itu terlebih dahulu sebelum memberikan makanan kepada mamanya.

"Bintang baru saja membuat nasi goreng untuk Mama. Mama harus mencobanya. Bintang yakin, Mamah pasti akan suka dengan nasi goreng buatan Bintang," ucap Bintang setelah selesai membereskan barang yang berserakan.

Kemudian Bintang membawa nampan makanan menuju tempat mamanya duduk. Sedikit kesulitan karena Resa yang berada di tengah kasur.

"Ayo dicoba, Ma."

"Mama tidak lapar."

"Sedikit saja, Ma. Bintang suapi, ya?"

"MAMAH TIDAK LAPAR!"

Bintang terkejut karena Resa melempar kuat nampan yang dipegang olehnya hingga mengenai lemari yang berada tepat di depan mereka. Nasi goreng itu berhamburan kemana-mana, bahkan piring dan gelasnya pecah berkeping-keping.

"Ma...." Bintang merasa takut.

"Mama tidak lapar! Jangan paksa Mama!" Resa mengamuk tanpa kendali.

Bintang gemetar melihat keadaan mamanya, sangat berbeda dari biasanya. Orang di hadapannya itu seperti bukan mamanya. Bintang mundur beberapa langkah melihat mamanya yang mengamuk, membuat berantakan kasur itu. Namun sedetik kemudian, Bintang memeluk kuat tubuh mamanya sambil menangis menahan sakit di hatinya.

"Ma, jangan begini. Hanya Mama yang Bintang miliki sekarang. Maafkan Bintang karena memaksa Mama untuk makan."

"Mama tidak lapar."

Amukan Resa perlahan mereda, tergantikan oleh rasa lelah yang membuatnya tertidur dalam pelukan Bintang.

Bintang membetulkan posisi tidur Resa agar lebih nyaman, sebelum akhirnya harus membereskan bekas piring yang tadi terlempar. Bintang belum bisa membujuk Resa untuk makan.

Setelah selesai membersihkan bekas pecahan piring itu, Bintang meninggalkan kamar Resa dan membuang sampah itu ke tempat sampah dekat dapur. Bintang meminum air putih untuk menenangkan dirinya yang masih sedikit syok akibat kejadian barusan.

Tiba-tiba terdengar bunyi bel rumahnya. Bintang bergegas menuju ruang depan untuk melihat siapa yang berkunjung. Terlihat dua orang yang tidak begitu asing di mata Bintang, paman dan bibinya. Bintang segera membuka pintu masuk dan menyalami keduanya.

"Silahkan duduk, Paman, Bibi."

"Terima kasih, Bintang," ucap Leni dan Anton berbarengan.

"Bintang permisi buatkan minuman dulu," pamit Bintang.

"Baiklah," ucap Anton.

Lima menit kemudian, Bintang membawa beberapa cemilan dan minuman untuk paman dan bibinya.

"Maafkan kami karena tidak sempat datang ke pemakaman kemarin, Bintang. Paman tidak bisa meninggalkan pekerjaan kemarin," ucap Anton dengan wajah tersirat sedikit rasa kecewa.

"Tidak apa, Paman." Bintang tersenyum ramah.

"Oh, iya, omong-omong di mana mamamu?" tanya Leni.

"Mama sedang istirahat di kamar." Bintang tersenyum getir.

"Mama kamu pasti sangat terpukul. Kamu yang kuat, ya."

"Iya, Bi."

"Kamu tenang saja, Bintang. Paman akan mengurus perusahaan papamu sampai kamu atau Raka bisa mengurusnya sendiri," ucap Anton meyakinkan.

"Bibi juga bisa membantu mengurus butik mamamu," ucap Leni.

"Terima kasih, Paman, Bibi. Bintang mungkin akan meminta Paman untuk mengurus sementara perusahaan Papah. Tapi untuk butik, Bintang yakin jika Mama masih bisa mengurusnya, atau mungkin Bintang yang akan mengurusnya."

"Baiklah, jika memang begitu maumu. Tapi inget, kamu bisa meminta bantuan pada kami, Bintang," ucap Anton.

"Iya, Paman."

Tanpa Bintang sadari, Anton dan juga Leni tersenyum sangat puas begitu mendengar keputusan dirinya, meskipun hanya bisa mengurusi kantor Herman.

Thanks udah berkunjung😍
Tinggalkan jejak yaa!
Follow dulu bagi yg belum follow 🙃

ASTROPHILIA (Antara persahabatan dan impian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang