Part 10 : Harapan Menggelap

5 7 9
                                    

Happy Reading!!
__________

"Jika memang sudah seperti itu takdirnya, Aku akan mencoba menerima."
_Bintang

Setelah mendengar kabar perihal Raka, Bintang bergegas mendayung perahunya menuju pinggir danau. Gerakan yang tiba-tiba dan terkesan tergesa-gesa itu cukup mengejutkan Adnan, karena gerakan Bintang hampir membuat perahu itu oleng.

"Ada apa, Bintang?"

"Adnan, Kak Raka kecelakaan."

"Raka? Kakakmu?"

"Iya."

Setelah sampai di tepi danau, Bintang bergegas membereskan teleskop dan kamera yang tadi dibawanya. Tidak lupa mengaitkan ikatan perahunya dengan pohon terdekat.

Bintang kembali berjalan dengan cepat menuju rumahnya untuk menyimpan barang yang tadi dibawanya. Tidak mungkin dirinya ke rumah sakit dengan membawa teleskop dan kamera itu. Bahkan Bintang sampai lupa jika dirinya sedang bersama dengan Adnan.

"Bintang, tunggu!"

Seketika Bintang menghentikan langkahnya setelah mendengar teriakan dari Adnan.

"Astaghfirullah, aku minta maaf karena lupa jika aku sedang bersamamu, Adnan."

"Bukan itu maksudku."

"Apa? Aku harus segera melihat keadaan kakakku."

"Aku tahu, biarkan aku yang mengantarmu. Tidak mungkin jika kamu akan menggunakan sepeda apalagi dengan memesan ojek, itu berbahaya."

"Tapi...."

"Percaya padaku, aku tidak akan macam-macam."

Akhirnya Bintang menyetujui permintaan Adnan. Terlalu berbahaya jika dirinya pergi sendirian saat sudah malam seperti ini. Mungkin Bintang bisa mempercayai Adnan untuk sekarang.

"Antar aku ke rumah untuk menyimpan ini," ucap Bintang sambil menunjuk teleskop dan kameranya.

"Tidak masalah."

Keduanya bergegas menuju rumah Bintang dan kemudian langsung menuju rumah sakit sekitaran jalan Setiabudi. Hingga setelah hampir setengah jam, keduanya sampai di rumah sakit yang menjadi tempat Raka dilarikan.

Bintang tidak lepas dari kekhawatirannya tentang keadaan Raka. Berharap jika keadaan Raka tidak parah, sebab Bintang akan merasa lebih kesulitan saat harus kehilangan Raka.

Bintang melihat seseorang yang sudah lansia berdiri tepat di depan ruangan yang menjadi tempat bagi Raka, setelah sebelumnya bertanya kepada resepsionis di loby rumah sakit. Orang itu terlihat menunggu kedatangan seseorang, mungkin Bintang yang ditunggunya.

"Permisi, assalamualaikum. Apa Bapak yang menolong kakak saya?" tanya Bintang memastikan.

"Waalaikumsalam, kamu yang bernama Bintang, ya?"

"Iya, Pak."

"Kamu sudah ditunggu kakakmu di dalam. Mungkin saya akan permisi sekarang."

"Baik, Pak. Sekali lagi terima kasih, ya, Pak."

"Iya, sama-sama. Saya permisi, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Kompak Bintang dengan Adnan.

Kemudian keduanya bergegas memasuki ruangan yang dimaksud. Ternyata ruangan itu berisikan dua orang pasien. Terlihat Raka terbaring dengan banyak perban yang menyelimuti tubuhnya. Dia mengalami banyak luka luar yang cukup serius.

Tiba-tiba seorang dokter, bersama dengan seorang perawat keluar dari balik sekat yang memisahkan antara Raka dengan pasien lain. Dokter itu menghampiri Bintang yang baru saja hendak menuju Raka yang terbaring lemah.

"Apakah anda keluarga dari pasien?" tanya dokter itu kepada Bintang.

"Iya, saya adik dari pasien atas nama Raka."

"Baiklah. Sebenarnya saat kecelakaan tadi terdapat dua korban. Sayangnya korban yang satu lagi telah tewas meskipun kami sudah berusaha untuk menolongnya tetapi korban itu memang sudah dalam kondisi sangat lemah. Mungkin kamu mengenali korban yang sudah tewas itu? karena menurut kesaksian dari Bapak yang menolong, beliau melihat jika kakak kamu sedang mengejar wanita itu sebelum sebuah mobil yang melaju kencang menabrak tubuh mereka berdua."

"Innalilahi, wanita?"

"Iya, sayangnya kondisi wajahnya cukup rusak, sehingga kami tidak dapat mengidentifikasi siapa dan umur berapa wanita itu."

"Ya Allah. Bagaimana dengan kondisi kakak saya, Dok?"

"Kami belum tahu pasti. Kami sudah menghentikan aliran darah yang keluar dan sudah menutupi luka-lukanya agar tetap terlindungi. Setelah ini kami akan memeriksa bagian dalam tubuhnya."

"Kenapa tidak sedari tadi, Dok?"

"Kami mohon maaf. Prosedurnya, kami baru akan melakukan pemeriksaan luka dalam saat keluarga korban sudah datang. Kami permisi untuk menyiapkan alat-alatnya terlebih dahulu."

"Iya, Dok."

"Bintang."

Bintang mendengar panggilan yang berasal dari Raka. Dirinya bergegas menuju samping Raka.

"Kak, ini Bintang."

"Jaga diri baik-baik, ya! Kakak merasa jika Kakak tidak akan bisa lagi menemanimu. Kakak minta maaf." Raka sedikit terbata-bata dengan ucapannya.

"Jangan berkata seperti itu, Kak. Bintang yakin Kakak bisa sembuh. Bintang berjanji akan merawat Kakak." Bintang terisak mendengar ucapan Raka.

"Tidak. Kakak sudah tidak sanggup menahannya." Raka memaksa untuk tersenyum kepada Bintang yang justeru terlihat begitu menyedihkan. "Mama, bagaimana kondisi Mama? Tadi Kakak sedang mencoba mengejar Mama tanpa melihat kondisi jalan. Maafkan Kakak yang tidak bisa menjaga Mama, Bintang."

"Mama? Maksud Kakak? Apa orang yang bersama Kakak itu Mama?"

Hati Bintang mencelos begitu saja, tubuhnya hampir ambruk jika Adnan tidak segera menahannya. Bukan hanya Bintang, Adnan pun terkejut begitu mendengar fakta sebenarnya.

"Jaga Mama dengan baik, Bintang. Selamat tinggal." Perlahan mata Raka mulai terpejam.

"Tidak, Kak! Kakak tidak boleh pergi! Kak!"

Bintang teriak dengan histeris. Bahkan Adnan kesulitan menahan tubuh Bintang hingga benar-benar ambruk. Bagaimana dengan kehidupannya selanjutnya? Setelah Herman, kenapa harus Raka juga yang direnggut? Bahkan Mamanya, sudah ditetapkan telah meninggal jika memang orang yang bersama Raka itu adalah Resa.

Bintang seketika bangkit dengan tangis yang masih menguasai dirinya. Sulit sekali untuk dikendalikan. Dirinya bergegas menuju pasien sebelah saat teringat tentang mamanya. Tanpa ragu, Bintang membuka kain yang menutupi seluruh tubuh Resa. Semakin bergetarlah tubuh Bintang begitu menyaksikan bahwa korban tewas itu memanglah Resa, mamanya.

Baju itu, baju yang dikenakan oleh Resa adalah baju yang pernah Bintang hadiahkan untuknya. Baju yang sangat disukai oleh Resa karena baju itu diberikan Bintang saat awal peresmian butiknya.

Bintang sudah tidak kuat menopang tubuhnya. Kehilangan sosok yang sangat berharga adalah hal yang tidak pernah diinginkan oleh siapapun, termasuk Bintang. Apalagi jika kehilangan itu secara sekaligus.

"Adnan, kenapa harus aku yang mengalami hal ini?" Bintang masih dengan tangisnya.

Adnan mendekati Bintang, berusaha untuk menguatkan. Dirinya berjongkok di hadapan Bintang yang terlihat menyedihkan.

"Kamu harus sabar, Bintang. Aku yakin kamu adalah gadis yang kuat."

"Hah!? Sabar? Kuat? Bagaimana mungkin aku akan kuat saat orang yang aku sayang satu-persatu pergi?" Bintang merasa jika Adnan menganggap dirinya terlalu berlebihan. "Apa kamu tahu rasanya kehilangan? Apa kamu tahu bagaimana sakitnya? Kamu tidak tahu, Adnan! Kamu tidak paham bagaimana sakitnya!" Bintang meninggikan suaranya.

"Aku tahu! Karena aku pun sudah tidak lagi memiliki keluarga!"

Please kasian bgt Bintang!!
Tinggalkan jejak yukk!!
See you next part!

ASTROPHILIA (Antara persahabatan dan impian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang