Part 12 : Singkat Cerita

2 5 4
                                    

Happy Reading!!
_________

"Sulitnya kehidupan seseorang, tergantung pada bagaimana orang itu menyelesaikan masalah hidupnya."

"Ikut aku!" ajak Adnan pada Bintang yang saat ini sedang membereskan buku dan alat tulisnya.

Baru saja bel pulang sekolah berbunyi, tentu hal itu membuat seluruh siswa berhamburan dan bergegas untuk meninggalkan sekolah. Bahkan kelas Bintang sudah kosong setengahnya karena banyak yang ingin cepat sampai rumah dan istirahat.

"Aku membawa sepeda hari ini dan seterusnya," jawab Bintang, masih sibuk dengan buku-bukunya.

"Bukan itu maksudku. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."

"Ke mana?"

"Kamu akan tahu nanti. Tempat itu tidak akan asing untukmu."

"Baiklah, aku akan mengikuti di belakang."

"Tidak perlu khawatir, tempatnya tidak jauh dari rumah kamu."

Bintang memikirkan tempat apa yang Adnan maksud. Tetapi meskipun sudah berpikir keras, Bintang tetap tidak berhasil menebak tempat apa yang Adnan maksudkan.

Akhirnya keduanya melaju bersisian di jalan menuju tempat yang dimaksud oleh Adnan. Bintang memilih untuk menyerah memikirkan tempat itu, karena nanti pun dia akan tahu tempatnya.

Tidak berselang lama, Adnan menghentikan sepeda motornya dan membuat Bintang melakukan hal yang sama, menghentikan sepedanya. Keduanya berada tepat di depan gerbang panti asuhan di dekat taman yang biasa Bintang kunjungi. Yang artinya, panti itu tidak jauh dari rumah Bintang.

"Adnan, untuk apa kita ke sini? Aku tidak membawa apa pun. Bahkan jika mengambil dari rumah pun percuma karena sedang tidak ada apa-apa di rumahku."

"Tidak perlu khawatir tentang bingkisan. Ini tempat tinggalku, Bintang."

"Kamu, tinggal di sini?" tanya Bintang memastikan bahwa apa yang didengarnya tidak salah.

"Iya. Ayo masuk, mereka akan senang jika kamu datang."

Adnan membawa Bintang masuk ke panti itu. Seorang wanita yang sepertinya adalah penjaga panti itu tersenyum ramah melihat kehadiran Bintang. Bahkan ada anak-anak kecil yang menyambut riang.

Kemudian Bintang diminta untuk duduk di kursi ruang tamu. Bersama dengan Adnan, keduanya duduk bersebelahan. Wanita penjaga panti itu pamit meninggalkan mereka untuk menyiapkan jamuan.

"Aku akan ke kamarku dan mengganti pakaian. Tidak apa, 'kan?" pamit Adnan pada Bintang.

"Baiklah, aku akan menunggu."

Bintang mengamati ruang tamu itu. Cukup besar untuk ditempati, tetapi tentu saja itu karena tidak hanya satu atau dua orang saja yang tinggal di sini. Dan mereka memang memiliki jumlah cukup banyak.

Panti itu terlihat nyaman. Tidak hanya dari luar yang terlihat menawan dan indah, dalamnya pun tidak kalah bagusnya. Hal itu membuat siapa pun yang datang menjadi nyaman dan betah.

Adnan akhirnya kembali bergabung bersama Bintang di ruang tamu itu, setelah sebelumnya wanita penjaga panti memberikan jamuan dan pamit kembali karena harus mengurus beberapa anak panti yang masih terhitung terlalu dini untuk mengurus diri sendiri.

"Apa aku terlalu lama?" tanya Adnan, khawatir jika Bintang telah menunggu lama.

"Tidak."

Adnan mengangguk paham. Keduanya kembali saling diam, tenggelam pada pikirannya masing-masing. Padahal sudah dari kecil Bintang tinggal di daerah ini, bahkan selalu melewati panti, tetapi dirinya tidak pernah melihat keberadaan Adnan yang ternyata sangat dekat.

"Adnan, aku minta maaf soal kejadian waktu itu di rumah sakit," ucap Bintang tertunduk.

Keduanya mengingat kembali kejadian dua Minggu lalu, saat Raka dan juga Resa meninggal di waktu bersamaan.

"Soal itu, sulit untuk aku maafkan."

"Kenapa? Apa ucapanku sangat menyakitimu?" Bintang merasa panik.

"Bukan itu masalahnya. Kenapa kamu baru meminta maaf setelah sudah dua Minggu berlalu? Hal itu membuat ketulusanmu diragukan."

"Aku tahu, aku tidak mungkin termaafkan. Aku hanya sibuk meratapi kesedihanku dan lupa bahwa aku sudah menyakitimu."

"Sebenarnya aku sudah memaafkan mu, aku tahu bagaimana rasanya hidup tanpa keluarga. Tapi kamu juga harus tahu jika kamu tidak boleh merasa bahwa hidupmu yang paling menyedihkan dan kamu adalah satu-satunya orang yang paling menderita. Itu tidak baik, Bintang. Kamu sendiri yang pernah mengatakan bahwa Allah tidak memberikan cobaan di luar kemampuan hambanya. Jika kamu merasa ujian hidupmu berat, maka yakinlah bahwa kamu mampu melewati itu semua. Allah saja yang menciptakan kamu percaya bahwa kamu mampu, masa kamu tidak bisa percaya pada diri kamu sendiri."

"Aku tidak ingat pernah mengatakan itu, tapi terima kasih sudah mengingatkan."

"Tidak masalah."

Bintang memilih untuk menetap lebih lama di panti itu, lagipula tidak akan ada yang marah-marah jika dirinya pulang terlambat. Kebetulan juga para penjaga panti tidak keberatan dengan keberadaan Bintang. Mereka kenal dekat dengan orang tua Bintang yang dulu sering membantu mereka.

Bintang pulang sebentar sore tadi hanya untuk membersihkan tubuhnya dan kembali lagi ke panti. Bermain dengan anak-anak cukup menyenangkan bagi Bintang, rasanya seperti mendapatkan saudara baru. Dan untungnya anak-anak di panti itu senang dengan keberadaan Bintang.

Saat ini Bintang, Adnan, dan anak-anak lainnya sedang berkumpul di dekat balkon lantai dua. Dari sana bisa terlihat danau yang biasa dikunjungi oleh Bintang, juga rumah Bintang yang terlihat cukup jelas karena hanya berjarak beberapa blok saja.

"Sayang sekali, gadis perahu yang biasa Kak Adnan perhatikan itu tidak ada sekarang." Anak laki-laki yang sedang menatap ke arah danau itu berucap kecewa.

"Gadis perahu?" tanya Bintang meminta penjelasan lebih lanjut kepada Adnan.

"Mereka memanggilmu seperti itu. Mereka tidak tahu jika gadis itu adalah kamu." Adnan sedikit merasa malu karena kepolosan anak laki-laki itu.

"Apa gadis perahu itu cantik?" tanya Bintang kepada anak itu, iseng menggoda Adnan. Bintang ingin tahu, seberapa banyak yang Adnan ceritakan tentang dirinya.

"Kata Kak Adnan, gadis itu sangat cantik."

"Ekhem...." Adnan berpura-pura seolah tenggorokannya sedang gatal.

"Apa kamu pernah melihat gadis itu?" tanya Bintang lagi.

"Tidak. Aku hanya melihatnya dari belakang. Gadis itu seperti Kak Bintang, memakai penutup kepala."

"Penutup kepala? Maksud kamu kerudung?"

"Iya, Kak." Anak laki-laki itu mengangguk antusias.

"Tentu saja mirip dengan Kak Bintang, karena yang sedang kamu bicarakan itu adalah Kak Bintang," ucap Adnan tanpa memandang ke arah Bintang.

"Sungguh?" Anak laki-laki itu terlihat sangat terkejut.

"Pantas saja sejak tadi wajah Kak Adnan memerah. Aku kira karena sakit, ternyata karena menahan rasa malu," ucap anak yang lain yang usianya lebih besar dan membuat gelak tawa lainnya.

"Sekarang aku tahu kenapa Kak Adnan selalu memperhatikan gadis perahu itu, ternyata memang secantik ini," ucap anak laki-laki itu lagi.

Ucapan anak itu membuat perhatian Bintang sepenuhnya menuju ke arah Adnan, meminta penjelasan atas apa yang dikatakan oleh anak itu. Adnan semakin dibuat malu dan merasa bersalah kepada Bintang. Kepolosan anak-anak terkadang memang menyulitkan.

"Aku minta maaf. Aku pernah mengatakannya, jika aku sering memperhatikanmu sebelum tahu jika gadis itu adalah kamu." Adnan berkata sambil menunduk.

"Jadi sekarang sudah tidak lagi?"

"Masih. Bahkan aku semakin menyukainya."

Anak kecil ngga akan bohong wkwk....

Thanks udah mampir, jgn lupa tinggalkan jejak!!

ASTROPHILIA (Antara persahabatan dan impian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang