Part 5 : Putus Asa

37 34 139
                                    

Happy reading!!
___________

"Bukan putus cinta yang paling menyakitkan, tetapi kehilangan orang yang disayang untuk selamanya."

Seperti ranting kering yang terjatuh, mudah patah dan rapuh jika terinjak. Seperti gelas kaca yang terlempar, suaranya memekakkan telinga dan pecahannya mengenai apa saja yang ada di sekitarnya.

Kabar tidak terduga datang begitu cepat. Herman dinyatakan meninggal dunia setelah melakukan operasi. Bukan karena kesalahan atau kelalaian dari pihak rumah sakit. Awalnya operasi itu berjalan lancar, tetapi setelah Herman dipindahkan ke kamar inapnya tiba-tiba mengalami henti jantung.

Bayangkan saja, seperti seorang nelayan yang hampir putus asa setelah beberapa hari melaut akhirnya berhasil menangkap ikan besar. Namun setelahnya, nelayan itu malah terserang badai lautan yang mengamuk. Sebentar sekali rasa senang itu datang, langsung digantikan dengan luka yang lebih besar dari sebelumnya.

Bukan hanya Bintang yang merasa sedih, Resa pun tidak kalah sedihnya dibandingkan dengan Bintang. Bahkan kaki mereka seakan sangat berat untuk meninggalkan tanah kuburan setelah sebelumnya Herman dikebumikan.

Bintang tahu persis, hanya dirinya sekarang yang dimiliki mamanya. Hanya dirinya yang mampu kembali menyemangati Resa. Meskipun dirinya merasa sangat kehilangan, tetapi tentu mamanya yang paling merasakan sakitnya.

"Ma, ayo kita pulang."

Tiba-tiba Resa mendorong kuat lengan Bintang yang berusaha membujuk dirinya untuk pulang. Bintang yang awalnya ingin membantu mamanya untuk bangkit berdiri malah terkapar jatuh ke tanah.

"Kamu pulang saja sendiri, Mama akan menemani Papa."

Begitu teriris hati Bintang setelah mendengar perkataan Resa. Untuk pertama kalinya Bintang melihat mamanya berada di ujung putus harapannya. Terlihat begitu rapuh dan menyedihkan. Hilang sudah semua keceriaan dalam semalam.

"Mama tidak boleh seperti ini. Sebentar lagi petang, kita harus segera pulang."

"Tidak, jangan paksa Mama. Kamu tidak tahu bagaimana sakitnya Mama sekarang!"
Resa mulai meninggikan suaranya, membuat Bintang merasa terkejut. Resa tidak pernah membentak Bintang sekeras ini.

"Jangan seperti ini, Ma. Cukup Papa saja yang pergi, Mama jangan." Bintang mulai terisak.

"Lebih baik Mama ikut dengan Papa, kamu tidak tahu betapa sakitnya Mama." Resa telah diselimuti rasa putus asa.

"Ma! Bintang tahu apa yang Mama rasakan, tapi Mama juga harus bisa mengerti perasaan Bintang! Bukan hanya Mama yang sedih! Bukan hanya Mama yang terluka! Bintang juga, Ma!" Bintang kehilangan kontrol atas perasaannya, tangisnya pecah begitu saja.

"Bintang mohon, Ma. Ayo kita pulang. Kita bisa mengunjungi Papa lain kali," ucap Bintang dengan suara lemah.

Resa akhirnya menurut, dirinya dibantu oleh Bintang untuk bangkit dari duduknya. Bintang menuntunnya berjalan keluar dari area pemakaman. Terlihat aura kesedihan di antara keduanya.

Akhirnya keduanya sampai di rumah tepat saat adzan Maghrib berkumandang. Bintang mengantarkan Resa hingga sampai ke kamarnya. Awalnya Bintang ingin menemani Resa dan mengajaknya untuk shalat berjamaah dengan dirinya, tetapi sepertinya Resa membutuhkan waktu untuk sendiri.

"Ma, Bintang tinggal ke kamar, ya?"

Tidak ada jawaban dari Resa, dirinya hanya diam terduduk di atas ranjangnya. Jangankan menyahut, menoleh saja pun tidak.

Bintang merasa semakin sedih melihat kondisi Resa sekarang. Merasa sangat terpukul atas kepergian Herman.

Kemudian Bintang pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri dan melaksanakan sholat Maghrib juga mendoakan kedua orangtuanya. Di masa saat dirinya membutuhkan dukungan malah mendapatkan musibah.

Selesai dengan kegiatannya, Bintang kembali menuju kamar orangtuanya. Dilihatnya Resa sedang berdoa dengan tangis yang menguasai dirinya. Bahkan Resa tidak menyadari kedatangan Bintang.

"Ma, Bintang akan keluar sebentar mencari makan. Mama tetap di sini dan tunggu Bintang pulang, ya?" ucap Bintang, tetapi tidak mendapatkan jawaban dari Resa. "Bintang sayang Mama," lirih Bintang sebelum akhirnya pergi.

Resa mendengar itu. Dia bisa mendengar ucapan sayang dari anak keduanya. Putri satu-satunya di keluarga itu. Tetapi Resa tidak kuasa mengendalikan perasaannya, dirinya hanya semakin terisak setelah mendengar ucapan putrinya.

Di sisi lain, Bintang juga menangis di setiap langkahnya. Dirinya tidak langsung membeli makanan. Dia terlebih dahulu menuju taman yang sudah dua hari tidak dikunjunginya. Taman yang biasanya ia kunjungi untuk melihat rasi bintang dan sinar bulan yang sangat disukainya. Melihat keindahan langit malam di atas perahu kecil yang di buat langsung oleh Herman, papanya.

Tanpa pikir panjang, Bintang langsung menaiki perahu itu dan mendayungnya sedikit menuju tengah danau. Kali ini dirinya tidak membawa kamera dan teleskop, dia hanya membawa dirinya bersama kerinduan akan sosok Herman.

"Pa, kenapa Papa pergi secepat ini? Padahal Bintang menantikan saat di mana Papa bangga melihat Bintang bisa masuk perguruan tinggi yang sudah lama Bintang impikan. Bintang juga ingin Papa tahu jika Bintang bisa menjadi lulusan terbaik tahun ini." Bintang mulai menitikkan kembali air matanya. "Bahkan, untuk impian dalam jangka waktu pendek saja tidak bisa terkabul, bagaimana dengan impian Bintang lainnya yang masih lama untuk diwujudkan?"

Bintang semakin tidak bisa menahan tangisnya. Perahu kecil itu sedikit terguncang akibat dari tubuh Bintang yang bergetar kuat karena menangis. Bahkan Bintang tidak peduli jika ada orang lain yang mendengar tangisannya.

"Seharusnya Papa ada di saat-saat terbaik hidup Bintang, bukannya pergi begitu saja meninggalkan Bintang dengan Mama! Bintang bahkan tidak tahu bagaimana kehidupan Bintang kedepannya tanpa ada Papa! Apalagi dengan kondisi Mama yang merasa sangat kehilangan!" Bintang meluapkan semua emosinya, tidak lagi peduli dengan orang-orang yang melihatnya.

"Bintang harus bagaimana, Pa?" Bintang kian terisak, larut dalam emosinya.

Sabar ya Bintang, akan ada pelangi setelah hujan. Sayangnya tidak semua hujan berakhir dengan kedatangan pelangi:v

Jangan lupa tinggalkan jejak guysss!
Terima kasih!

ASTROPHILIA (Antara persahabatan dan impian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang