Ch3. Sebuah Fakta

408 61 15
                                    

Note: Aku sudah melabeli cerita ini dengan warning 21+ ya. Artinya, cerita ini memuat cerita dewasa seperti kekerasan, kata kasar dan hal vulgar lainnya. Aku harap teman-teman yang membaca bisa menyikapi ini dengan baik. Satu lagi, bagi teman-teman yang tidak menyukai sikap Sasuke yang OOC, silakan meninggalkan lapak ini. Sekian terima kasih.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sasuke mulai kewalahan dengan aksi fansnya. Teriakan mulai menggema di lobi ini. Persetan dengan itu semua. Yang jelas dia harus segera sampai di rumah. Kepalanya ia tundukkan dan kembali berjalan. Samar-samar ia mencium aroma Sakura disini. Aroma itu membuatnya sedikit lengah sampai ketika...

Dukkk Srett!

Semuanya terjadi begitu saja. Dua orang yang tadinya hendak cepat-cepat keluar gedung tak sengaja saling bertabrakan. Onix dan emerald itu kini beradu pandang. Sasuke menatap emerald Sakura yang berada di pelukannya, memeluk pinggang Sakura posesif.

.....

Butuh waktu beberapa menit untuk memulihkan keadaan. Sakura segera bangkit lalu sebisa mungkin untuk tidak menatap Sasuke. Tubuhnya mulai bergetar karena sentuhan itu. Kontak fisik dengan laki-laki selalu membuat Sakura kembali mengingat hari itu. Ia berani bersumpah bahwa kejadian ini dilihat oleh semua karyawan. Uhhh! tambah parahlah pride wanita itu disini. Berhubungan dengan seorang CEO memang rumit. Apalagi kalau CEOnya itu tampan dan rupawan. Tunggu! Apa Sakura baru saja memuji Sasuke? Shannaro!

Pandangan iri, kesal, dan siap menerkam menghujam Sakura. Bolehkah ia melambaikan tangan ke kamera?

"Maafkan saya Uchiha-san." Wanita itu berojigi sedalam-dalamnya. Membuat helaian ini menutupi wajahnya yang memerah.

"Oh bodoh, untuk apa menunduk sedalam ini? bahkan dia tidak merespon!" Batin Sakura dalam hati. Sesuatu di dalam dirinya memberontak kesal meskipun wajahnya dalam mode penuh penyesalan.

"Hn, tak apa. Angkat kepalamu Sakura." Akhirnya dia menjawab. Sakura mulai bangkit lalu mengangguk sebentar kemudian pergi meninggalkan lobi utama yang mendadak menjadi senyap dan...mencekam. Bahkan ketika ia pergi pun dapat ia rasakan tatapan-tatapan tajam dari para karyawan-ralat, para fans Sasuke itu. Sabarr...ini ujian Sakura. Dia menyemangati dirinya sendiri dalam hati.

.....

Menggigil tubuh Sakura menunggu bus yang tak kunjung datang. Di luar halte sedang turun hujan yang sangat deras. Atau mungkin sekarang sedang badai? Lagi-lagi dia mengalami kesialan karena tidak membawa payung. Dirinya merasa sedang dijahili oleh hujan.

"Kemarin-kemarin aku bawa payung, kau tak turun. Sekarang aku tidak bawa payung, lalu kau turun. Mau kau apa sih hujan?!" Umpatnya kesal pada langit yang menurunkan hujan.

JEDERRR!!!

Lalu langit membalasnya dengan kilat yang dahsyat.

"Gak jadi, hujan. Maaf aku sudah mengumpatmu tadi." Nyali Sakura auto ciut.

Langit sore yang mendung membuatnya tampak seperti malam hari. Gelap, sunyi, Sakura selalu membenci situasi ini dan yah! Dia sedang ketakutan sekarang. Tangannya sudah siap berada di dalam tas. Jaga-jaga menggenggam botol berisi air lada. Siap menyemprotkan air itu kalau ada orang yang macam-macam padanya.

Lalu, seseorang datang membawa motor. Suara gas yang ditarik dengan keras itu kembali mengingatkan Sakura tentang masa lalu. Bergetar tubuhnya ditambah lagi orang yang baru saja membawa motor itu berlari ke halte. Ikut berteduh bersamanya.

Deg deg deg deg deg!

Adrenalinnya terpacu. Sakura sontak mengeratkan genggaman pada air lada yang ia bawa. Dia sudah siap menerima resiko untuk basah kuyup karena ingin kabur membelah hujan, daripada harus berdua saja dengan si stranger ini. Padahal belum tentu juga orang ini orang jahat, tetapi isi otaknya sudah mendoktrin hal-hal yang berbahaya. Dia trauma.

NANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang