Ch 20. Defence

190 17 3
                                    


"Sudahlah. Kau akan terlambat."

Berulang kali Sakura memperingati Sasuke, tetapi pria itu tetap memenangkan egonya untuk menjenguk Sakura sebelum berangkat ke Amerika. Ia menatap Sakura dengan pandangan yang sendu.

"Aku akan segera kemari begitu kembali ke Jepang." Tutur Sasuke. Sakura memberikan senyum geli. Tunangannya ini benar-benar.

"Jangan terburu-buru begitu. Sudah! Sana berangkat. Aku mau istirahat." Gurau Sakura. Wajahnya masih pucat sejak terakhir kali insiden itu.

"Aku berangkat." Ucap Sasuke sebelum ia mengusap kepala Sakura. Sakura menutup matanya. Merasakan perasaan Sasuke yang tersalur lewat usapan itu.

Sepeninggalnya Sasuke dari kediaman Haruno, ia terus berpikir sembari menatap ke luar jendela. Perasaannya gundah. Firasatnya merasakan akan ada hal buruk yang terjadi.

"Sasuke-san. Anda mau kopi atau teh?" Sasuke melirik ke sebelahnya. Shion disana masih menunggu jawabannya. Itu kursi yang seharusnya diisi oleh Sakura.

"Hn. Seperti biasa." Jawabnya kembali menatap ke luar jendela. Ia tidak melihat ke arah Shion lagi, tetapi ia mampu melihat seorang pramugari sedang memberikan kopi kepada Shion melalui pantulan kaca jendela.

"Sasuke-san. Materi untuk hari ini sudah saya susun kembali. Anda ingin membacanya?" Lagi Shion mengajaknya berbicara.

"Hn." Sasuke meraih tablet yang diberikan dan memulai membaca satu persatu materi untuk ia presentasikan nanti. Shion itu tipikal pekerja yang cekatan dan pekerjaannya selalu terstruktur. Sangat tipikal Sasuke, tetapi kenapa dia harus berhubungan dengan masa lalu Sakura?

Apa yang sebenarnya terjadi waktu itu?

Sasuke mulai pening. Perjalanannya menuju benua Amerika masih panjang.

.....

Tokyo, 20.29 waktu Jepang.

"Sai itu kadang tidak peka, kadang juga dia romantis." Gerutu Ino. Dia berkunjung ke kediaman Sakura setelah pulang bekerja. Sudah 3 hari ini dia selalu datang kemari. Alasannya sih kesepian karena tidak melihat warna pink di kantor, tapi Sakura tahu kalau itu alasan saja karena sejatinya Ino memang tidak suka di rumah.

"Jadi kau sudah bosan dengannya?"

"Sembarangan!" Tepis Ino. Sakura menghela nafasnya.

"Habisnya sudah 3 hari ini kau menggerutu terus. Kalau kalian bertengkar, sebaiknya kalian berbicara. Bukannya malah begini."

"Aku tidak bertengkar. Dianya saja yang tidak bisa membaca isi hati wanita." Tungkas Ino lagi.

"Hah. Mulai lagi deh." Gerutu Sakura lagi dalam hati.

"Lupakan Sai. Ngomong-ngomong, apakah Sasuke sudah sampai?"

Sakura melirik jam dinding yang ada di kamarnya. Jika dihitung dari waktu keberangkatan pria itu tadi pagi, seharusnya sih sudah.

"Entahlah. Sepertinya sudah."

"Sayang sekali. Padahal akan seru jika kau ikut dengannya kan?" Satu potongan apel diberikan Ino kepada Sakura. Sakura menerima dan segera memakannya.

"Mau bagaimana lagi. Sudah terlanjur."

"Iya. Seandainya kau tidak sakit, pasti sudah ikut kan?"

Kegiatan mengunyah apelnya terhenti. Fokus Sakura sudah tidak ada disana lagi.

"Ino." Panggil Sakura.

"Hn?"

"Sewaktu aku pingsan, Shion kemana? Aku dengar, dia yang memberitahu kalian." Tanya Sakura. Rasa penasarannya masih ada sampai saat ini.

NANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang