Ch 22. The One Im Affraid of

160 21 4
                                    

Ini dimana?

Aku menyipitkan mataku karena cahaya matahari.

Begitu aku tersadar, aku terbangun di hamparan padang yang luas. Warnanya sangat hijau, dan angin segar menerpaku.

Suara hewan saat musim panas segera memekakkan telinga.

Sekali lagi aku berpikir, ini dimana?

"Sakura!"

Suara itu terdengar nyaring. Mataku membulat. Dia berada di seberang sana. Wajahnya tidak terlalu nampak karena terhalang sinar matahari. Namun, aku sangat menyadari siapa pemilik suara itu.

"Ka-kakak." Lirihku sendu.

"Hei! Ada apa? Bangun!" Serunya lagi.

Aku ingin sekali pergi menemuinya, tetapi kakiku tidak bisa bergerak dan hanya bersimpuh di hamparan padang. Tanpa sadar, aku menggigit bibir bawahku. Menahan gejolak perasaan rindu yang bertumpuk.

Mengapa? Bagaimana bisa suara yang tidak kusukai itu sekarang begitu dirindukan?

Air mataku lolos begitu saja. Aku terisak tanpa bisa menghampirinya. Kakiku keram.

Sosok itu, kakak perempuanku yang dulu tidak henti-hentinya selalu menasehatiku.

Ia berjalan mendekat karena sadar adik perempuannya ini tidak bisa bergerak. Wajahnya masih tidak bisa aku lihat dengan jelas, tetapi ia berhenti beberapa jarak denganku. Mengingat ini adalah kesempatan yang tidak bisa aku sia-siakan, aku pun bertanya.

"Kak, apakah aku boleh bahagia?" Tanyaku lirik. Serak karena terlalu menekan suara. Kak Karin pun tersenyum. Aku bisa melihatnya karena sudut bibirnya tertarik.

"Kau berhak hidup lebih lama, Sakura."

Begitu katanya. Berhasil membuatku semakin merasa pedih. "Ma-maaf kak. Maafkan aku hari itu." Lirihku. Kak Karin masih berdiri di sana. Aku tidak dapat melihat wajahnya lagi karena tiba-tiba saja cahaya matahari semakin silau.

"Bangunlah......"

Tetapi aku bisa mendengar samar-samar suaranya.

Begitu aku membuka mata, suara ambulan memekakkan telinga. Kepalaku menoleh ke samping. Menatap Sasuke berada di sisiku.

"Sakura! Kau mendengarku? Kita dalam perjalanan ke rumah sakit." Ujarnya saat menyadari pergerakanku. Aku tidak menjawab. Hanya mengalihkan pandangan ke arah lain dan menjatuhkan air mata, akibat perasaan yang sesak.

End of Sakura POV

Saat ini, Sakura telah dipindahkan ke ruang rawat. Sasuke tidak membiarkan Sakura kesulitan, jadi ia menempatkan tunangannya di ruangan terbaik. Tubuh Sakura masih lemas, diajak berbicara pun ia tidak menyahut. Hanya tatapan kosong yang ia berikan.

"Sakura, mau buah?" Di sampingnya, Haruno Mebuki menawarkan anggur kepada anak semata wayangnya. Namun, seperti tadi tidak ada tanggapan dari Sakura. Mebuki mendesah lelah. Ia mengembalikan lagi buah itu di samping nakas.

"Ibu akan ada disini. Kalau membutuhkan apapun, panggil ibu ya nak." Ucap ibunya. Kembali duduk di samping ranjang. Di luar sana, dapat terlihat beberapa orang. Sakura tidak tahu siapa saja itu. Namun beberapa orang tersebut berbaris berjejer di koridor rumah sakit.

Uchiha Sasuke berjalan di koridor itu bersama Haruno Kizashi. Pria bermarga Uchiha itu bergerak cepat. Meskipun jam sudah menunjukkan waktu tengah malam, ia segera memerintahkan penjaganya untuk berjaga di koridor VIP. Tepat di depan kamar inap Sakura.

"Kizashi-san. Anda boleh beristirahat. Biarkan saya yang disini." Ucapnya kepada Kizashi di sebelahnya. Mereka baru saja dari ruangan dokter yang memeriksa Sakura tadi. Syukurnya, tidak ada permasalahan apapun. Dibandingkan dengan luka, mungkin saat ini mental Sakura lah yang terguncang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang