"Kembali..."
Aku tidak bisa merasakan apapun. Tak ada tanah, tak ada langit, bahkan aku tidak merasakan dadaku memompa udara ataupun jantung yang berdetak.
Seperti berada didalam ruang hampa.
Tidak ada suara. Senyap.
Dalam keheningan panjang, terdengar suara detak jantung yang menggema dalam sepi. Bibir tak mampu bergerak. Bahkan kelopak mata enggan untuk terbuka. Tubuh seolah mati rasa.
Dingin merasuk begitu aku merasakan sesuatu menyentuh permukaan kulit.
Perasaan hangat menjalar keseluruh tubuh. Aku menarik nafas panjang. Tubuhku tidak lagi terasa mati. Bahkan desiran angin bisa kurasakan lagi.
Perlahan aku buka kedua mata. Dalam buram nya indra penglihatan, seorang wanita tampak berdiri dihadapanku. Rambut panjangnya melayang, meliuk di udara, seolah tengah mengambang didalam air. Sebelum sempat aku mengenalinya, wanita itu mendekat, kemudian ia berbisik. Membisikan kata kata yang tidak aku mengerti maksudnya.
Kedua tangannya terangkat, menutup kedua mataku, helaian rambutnya menyapu dikulit, rasa damai memenuhi relung hati, hangat bisa kurasakan sentuhnya.
Tiba tiba tubuhku dihentak begitu keras, terjatuh kedalam air. Kedua mata langsung terbuka, kulihat sebuah cahaya yang terus menjauh didalam kegelapan yang menyelimuti. Aku bisa melihat air, permukaan yang bergelombang, serta gelembung udara yang keluar dari mulutku.
Satu satunya cahaya diatas sana perlahan semakin menghilang ketika aku tenggelam semakin dalam. Ketika nafas terakhir keluar dari tenggorokan, aku membuka mulut, kurasakan air masuk membanjiri rongga dada.
Aku tidak bisa bernafas.
Aku akan mati.
Aku tersentak. Dalam sekejap aku membuka mata. Udara kuhirup begitu rakus, dan yang pertama aku lihat didepan mata bukan lagi air.
"Atap ..?"
Sebuah ruangan yang sunyi. Langit langit yang tak kukenal.
Dada naik turun begitu cepat, rasa lelah akan ketakutan menyelimuti tubuhku. Deru nafasku terdengar menggema didalam ruangan itu.
Bangkit, aku termenung. Memperbaiki asupan udara kedalam paru paru. Terduduk diatas ranjang empuk yang basah karena keringat, sebagian tubuhku terbalut selimut tebal. Aku bertanya tanya, dimana aku?, seraya menolehkan kepala kekiri dan kekanan. Sejenak aku terdiam, lalu menunduk.
Alis menaut heran saat mataku melihat sebuah piyama ungu bermotif hijau yang melekat ditubuhku, aku terlalu tua untuk mengenakan piyama anak anak seperti ini, siapa yang memakaikannya padaku?. Sekali lagi aku menyapukan pandangan keseluruh sudut ruangan.
Pluk! Sesuatu jatuh dari atas.
Sebuah benda berwarna putih mendarat dipaha sebelah kiri, ketika kuambil, benda itu basah dan sedikit hangat, saat kuperiksa, ternyata selembar handuk. Kurasakan sesuatu mengalir didahi hingga pelipis, tanganku menyapu rambut kebelakang, sama sama basah, gumamku. Aku langsung berpikir kalau sebelumnya tengah dikompres menggunakan handuk ini, apa aku sedang demam? Aku tidak ingat, pikirku.
Memang terasa berat, tapi kupaksa kakiku turun dari atas ranjang, walau sempoyongan, aku melangkahkan kaki menuju jendela yang tertutup gorden. Saat aku buka, pemandangan pemukiman warga yang begitu asing membuat dahiku mengkerut. Lagi lagi aku bertanya, dimana aku? Rumah rumah itu, tidak ada satupun yang aku kenal, aku ingat kalau aku tinggal di apartemen di lantai tiga belas di tengah kota, tapi sepertinya rumah rumah tetangga disini tidak terlihat seperti rumah rumah yang mungkin berdiri ditengah kota besar, aku bahkan tidak mengenali kamar ini, kamar ini begitu kecil untukku yang sudah berkepala dua, dan aku tidak mungkin memakai piyama anak anak seperti ini, gumamku seraya mendongakkan kepala memeriksa langit langit.
"Tapi nampak familiar..." bisikku. Bersamaan dengan itu, suara pintu yang terbuka membuatku menoleh dengan cepat.
Seorang wanita bertubuh semampai, terbalut kaos lengan panjang dan celana pendek sepaha masuk kedalam ruangan, ditangannya nampak sebuah nampan yang diatasnya terdapat mangkuk berisi sup dan sebuah gelas berisi air putih, asap tipis mengepul dari dalam mangkuk tersebut.
Aku mengenali wanita itu.
"Misato-san?"
Ia mengangkat kepala, alisnya naik berbarengan dengan kedua mata yang langsung membola ketika melihatku.
Surai ungu yang diikat menjadi satu. Tidak salah lagi, dia adalah wanita yang tinggal bersamaku saat aku masih duduk dibangku sekolah. Misato Katsuragi.
"Shinji-kun????? Kau sudah bisa berdiri???"tanyanya begitu ia meletakkan nampan di atas nakas, ia buru buru menghampiriku, "kau sudah sehat???"
Shinji-kun?
"Aku... Sehat?" Sebelah alis terangkat, aku malah terkejut saat menyadari wanita itu terlihat begitu tinggi saat berdiri didepanku, aku ingat wanita itu tidak lebih tinggi dariku!
"Benarkah???? Bagaimana bisa??" Ia membungkuk, menatapku tepat dikedua mata, wanita itu tampak lebih muda dari yang aku ingat.
Aku mengangguk ragu. Ia langsung menempelkan permukaan tangannya kedahiku, aku diam saja, masih bertanya-tanya kenapa ia bisa ada disini, atau malah kenapa aku bisa ada disini.
"Mustahil..."ucapnya pelan.
"Kenapa?"
Ia menegakkan kembali tubuhnya, menatapku dengan tatapan tak percaya, "semalam kau demam sampai suhu tubuhmu empat puluh tiga derajat,"ucapnya.
Aku tersentak, "e-empat puluh tiga?"
"Aneh bukan? Semalam kau benar benar tidak sadarkan diri, aku sangat panik karena sebelumnya demammu turun," Tuturnya.
Lalu kenapa?, Aku mengangkat sebelah alis.
"Shinji-kun, kau sudah demam selama satu minggu! Kau membuatku berpikir kalau kau mungkin sedang sekarat dan sekarang kau berdiri disini seolah tak terjadi apa apa????" Misato meracau tidak jelas. Aku menggigit bibir, benar benar tidak ingat jika aku telah demam begitu lama.
Sebelum aku sempat berkata kata, Misato menarikku keatas ranjang, ia memaksaku untuk duduk bersandar disana sementara dia duduk disamping, menangkup kedua pipiku menggunakan tangan dan menatapku lekat lekat.
"Apa kau betul sudah sehat????"tanyanya.
"Iyhhaa akhu shudah shehat.."ucapku.
Misato melepaskan pipiku dari tekanan maut kedua tangannya, kemudian menyunggingkan senyuman 'pamer gigi' nya kepadaku dan berucap, "kalau begitu kau bisa mulai masuk sekolah besok???"
"Sekolah? Tapi aku sudah lulus.."sanggahku.
"Demam seminggu membuatmu kacau ya?? Kalau kau sudah sehat, besok sudah bisa kembali ke sekolah."
Aku menelengkan kepala, "sekolah apa lagi? Mungkin maksudmu kembali bekerja?"
Misato mencubit pipiku keras, "aw!" Aku mengaduh, pipiku berdenyut dan terasa panas.
"Bekerjalah setelah kau lulus sekolah tinggi, aku harus mengabari ibumu kalau kau sudah sehat, aku sudah menggantung seragam sekolahmu dipintu lemari.." Misato menjelaskan seraya keluar dari ruangan. Aku masih diam, mengusap ngusap pipi yang sakitnya bukan main, sekolah? Kenapa aku harus kembali sekolah?,pikirku seraya menatap lurus kearah lemari.
Kuteguk ludah kering, setelah diam selama beberapa menit, aku turun dari ranjang dengan sangat terburu buru dan berlari menuju lemari, saat aku membuka pintu dan melihat sebuah pakaian yang tergantung disana, aku terhenyak.
"Ini ... Seragamku ... Waktu sekolah menengah pertama bukan?????" tanyaku dengan panik sembari menarik turun gantungan baju, "kenapa??? Masih ada??" saat aku mengambil langkah mundur, sebuah cermin besar yang tersandar disamping lemari membuatku menoleh, dan saat aku melihat bayanganku sendiri, aku langsung berteriak,
"Hahh???????! Kenapa aku bisa kembali menjadi anak kecil???!!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Sparkle [Kawoshin fanfiction]
Fanfiction[Evangelion Fanfiction] "Aku takut.." rintihnya. Dekapan hangat mengenyahkan segala bentuk keraguan dalam hati. Tangisnya pecah tatkala pemuda itu membisikan kata kata yang selama ini ingin ia dengar. ------- Ikari Shinji. Seorang pria dewasa yang e...