"benar benar tidak bisa dipercaya!"
Satu potong wortel langsung meloncat keluar dari kotak makan saat aku mencoba menusuknya menggunakan garpu.
Helaan nafas kasar terdengar, suara Toji benar benar membuatku terkejut sampai sampai aku menjatuhkan sayuran favoritku. Bibir bawahku maju setengah senti, bersama dengan kedua alis yang menukik tajam pun aku menoleh kepada Toji.
"Apanya?"tanyaku dengan ketus.
Setelah menelan makanan yang ada di mulutnya,Toji menjawab, "Kau mengajari Nagisa selama tiga hari berturut turut saat pulang sekolah,"
"Lalu apanya yang tidak bisa dipercaya??"cetusku sambil memungut potongan wortel tadi lalu kubuang ke tempat sampah.
"Ya jelas karena Nagisa itukan, kau tau, dia sudah pintar seperti Asuka, kenapa dia minta kau yang cuma masuk sepuluh besar mengajarinya??" Pertanyaan Kensuke sedikit membuatku sakit hati. Ya, dulu peringkat kelasku tertahan di sepuluh besar, aku bahkan tidak bisa menembus lima besar sama sekali.
"A-aku tidak tau, mungkin karena terlalu banyak materi yang dia tinggalkan dan dia tidak bisa belajar sendiri makanya meminta bantuanku.." ujarku sebagai bentuk pembelaan.
"Ya itu yang tidak bisa dipercaya."cetus Toji seraya mengacungkan sumpitnya kepadaku.
"Masalahnya kau jauh berada dibawahnya, kalau aku jadi dia, aku akan berpikir untuk minta bantuan Ayanami daripada kau, setidaknya Ayanami kan masuk lima besar." Kensuke mendengus, menuturkan fakta yang sekali lagi membuatku jengkel.
Mereka bertingkah seolah aku tidak pantas dekat dengan Nagisa. Apa salahnya? Dia kan cuma Pangeran Sekolah, memangnya tidak boleh siswa dengan status pertengahan seperti aku berteman dengannya?,pikiran pikiran itu sekali lagi membuatku kesal.
"Mungkin Nagisa ingin sekaligus mengakrabkan diri denganku??" semoga pertanyaan ini bisa membuka pikiran sempit mereka.
Toji dan Kensuke saling berpandangan, "Mungkin kau yang ingin mengakrabkan diri dengannya!"cetus Kensuke, diikuti oleh gelak tawa oleh Toji.
Sementara mereka tertawa, aku menyembunyikan wajahku yang memerah bak kepiting rebus. Malu dan kesal menjadi satu, aku menggigit sumpit kayu milikku sampai terlihat bekas tusukan gigi taring dipermukaannya. Mereka membuatku merasa kalau aku lah yang ingin dekat dengan Nagisa, ya mereka tidak sepenuhnya salah, tapi cara mereka mengatakannya terkesan seperti aku yang memaksakan keadaan, terlepas dari perbedaan status kita antara rakyat dan anak raja. Sembari menggerutu dalam hati, aku meneruskan makan siangku dalam diam. Kubiarkan Toji dan Kensuke mengoceh, aku tak mau menanggapi.
"Yahh kupikir bisa jadi sih, Nagisa ingin mengakrabkan diri dengan Shinji." kalimat Kensuke langsung membuatku menoleh dan menghentikan kegiatan mengunyahku.
"Kenapa begitu?" Toji nampaknya masih tak percaya, dia melemparkan lirikan padaku sekali lagi dengan satu sumpit yang mengacung.
"Kau pikir saja, dia kan tidak dekat dengan siapapun dikelas, anak itu lebih sering menghabiskan waktunya ditempat latihan kan, kalaupun dikelas juga dia jarang bermain dengan teman teman lain.."tutur Kensuke. Toji mencerna setiap kalimat yang keluar dari mulut Kensuke sambil menerawang kelangit.
"Begitukah?"tanyaku, sedikit terkejut mengetahui fakta itu.
Kensuke mengangguk lalu membetulkan posisi kacamatanya, " Lagipula pernah tidak kau lihat Nagisa, diluar jam pelajaran, bermain dengan teman teman kelas?"tanyanya padaku. Aku menggelengkan kepala pelan, bukan untuk membenarkan pertanyaan Kensuke melainkan aku memang tidak tahu soal itu sama sekali.
"Benar juga, setiap makan siang kita bertiga selalu kesini, kita tidak pernah mengajak Nagisa karena dulu jarang ada dikelas.." timpal Toji.
"Jahat ya kita.." cetus Kensuke dengan wajah sedih dibuat buat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sparkle [Kawoshin fanfiction]
Fanfic[Evangelion Fanfiction] "Aku takut.." rintihnya. Dekapan hangat mengenyahkan segala bentuk keraguan dalam hati. Tangisnya pecah tatkala pemuda itu membisikan kata kata yang selama ini ingin ia dengar. ------- Ikari Shinji. Seorang pria dewasa yang e...