"Jujur kau benar benar membuatku ketakutan"
Satu buah wortel menggelinding cepat kebawah nakas. Ujung alisku berdenyut, kesal.
Dengan sangat terpaksa, aku bangkit dari kursi, berjongkok dengan posisi setengah bersujud. Aku mengulurkan tanganku kebawah nakas, meraba raba lantai untuk meraih kembali wortel yang masuk kesana.
"Kenapa tiba tiba?" tanyaku begitu berhasil menarik keluar wortel yang diselimuti debu.
Asuka yang tengah duduk di depan televisi, bersama dengan meja kecil yang dipenuhi oleh buku pelajaran, menatapku sengit.
"Sedari tadi kau senyum senyum sendiri tau, apalagi kalau bukan gila?" Ia berucap dengan ketus sembari menyandarkan tubuhnya ke tembok.
Aku mencuci wortel diwastafel kemudian membawanya ke meja makan untuk dipotong , "aku tidak gila."jawabku.
Asuka mendengus, "Kau memang tidak gila, tapi kesurupan."
Tak menanggapi, aku hanya melemparkan tatapan sinis. Kembali melanjutkan kegiatanku untuk menyiapkan bahan dasar membuat sup.
Asuka menginap malam ini. Ibunya pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan, artinya ia tidak akan pulang untuk beberapa hari kedepan. Karena Asuka akan tinggal dirumahnya sendirian, ibunya merasa khawatir jika harus membiarkan anak satu satunya itu tinggal sendirian. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk menitipkan Asuka pada Misato. Sekarang kami jadi teman serumah untuk beberapa hari ke depan.
Ibunya Asuka, Shoryu Kyoko Zeppelin adalah teman kuliah ibuku. Mereka berdua teman baik. Mereka selalu bersama, setidaknya sampai ibuku terpaksa pergi merantau setelah berpisah dengan ayahku. Ibunya Asuka bekerja di kota ini, sementara ibuku bekerja di luar kota. Dan Misato adalah orang kepercayaan ibuku. Orang yang dipercaya ibuku juga dipercaya oleh ibunya Asuka.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh, aku bersiap siap membuat makan malam. Biasanya di jam jam seperti ini, rumah akan sepi, hanya ada aku yang berkutat dengan urusan dapur, menunggu Misato pulang dari pekerjaannya. Tetapi, semenjak ada Asuka, rumah ini terasa sedikit ramai. Setidaknya cukup untuk mengenyahkan rasa sepi yang selama ini aku rasakan.
Aku berdiri dari kursi untuk mencuci sayuran yang telah kupotong di wastafel, kemudian memasukannya sedikit demi sedikit kedalam air yang mendidih. Aku menutup panci. Setelah mengeringkan tangan, aku berjalan menghampiri Asuka yang kelihatannya tengah sibuk dengan sesuatu.
"Kau sedang apa? Kelihatannya sibuk."ucapku seraya mengambil tempat duduk disamping Asuka. Ia tidak menjawab, aku mengalihkan tatapanku ke tumpukan kertas dan buku yang di meja, "kau mengerjakan tugas rumah? Memangnya kita punya?"
Ia mendecih, "tch, bukan tugas rumah dari sekolah,"
"Lalu?"
"Ini tugas rumah dari tempat les ku, deadline nya besok, aku harus menyelesaikannya malam ini." Asuka menjawab.
Aku hanya ber-oh panjang, "Kau ikut bimbel?"tanyaku.
Asuka mengangguk sekali dengan wajah yang seolah berkata 'Tentu saja, aku kan kaya'.
"Sejak kapan kau ikut bimbel?" Tanyaku lagi.
"Sejak satu minggu yang lalu," Ia menjawab seraya membalik halaman buku.
"Ohh pantas saja kau tidak mau berbicara padaku, kau sibuk bimbel yaa,."
Asuka diam tak menanggapi. Akupun tidak punya topik lain untuk dibicarakan, kupikir membiarkannya fokus pada pekerjaannya merupakan pilihan tepat. Akupun meraih remote tv dari atas nakas dan menekan tombol berwarna merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sparkle [Kawoshin fanfiction]
Fanfic[Evangelion Fanfiction] "Aku takut.." rintihnya. Dekapan hangat mengenyahkan segala bentuk keraguan dalam hati. Tangisnya pecah tatkala pemuda itu membisikan kata kata yang selama ini ingin ia dengar. ------- Ikari Shinji. Seorang pria dewasa yang e...