Renjun dengan hati-hati berjongkok tepat di samping makam ibunya. Tangannya terulur untuk menyentuh nisan yang terpatri nama sang ibu sembari sedikit mengelusnya dengan lembut.
"Selamat pagi, Ibu," sapa Renjun dengan begitu ceria. "Maaf ya akhir-akhir ini Renjun jarang datang ke sini, ada banyak hal yang harus Renjun urus," sambungnya.
"Renjun ke sini mau ngasih berita baik buat Ibu. Ibu tau nggak, di perut Renjun sekarang ada adik bayi. Sebentar lagi Ibu bakalan punya cucu," ucap Renjun antusias seraya mengusap perutnya dengan lembut. "Hm.. walaupun bayi ini nantinya nggak punya ayah yang sah. Tapi nggak apa-apa, Renjun tetep seneng."
Perlahan pandangan Renjun menyendu. Ia usap lagi nisan di makam ibunya dengan lembut.
"Oh ya, Renjun juga ke sini buat pamit sama ibu. Renjun bakal pergi jauh dari negara ini, Bu. Tapi tenang aja, suatu saat nanti Renjun dan bayi ini bakal ke sini buat ngunjungin Ibu. Renjun janji!"
Renjun melirik jam yang terpasang di pergelangan tangannya.
"Renjun harus pergi sekarang, Bu. Haechan sama Kak Mark udah nunggu di depan. Sekali lagi, Renjun pamit ya, Bu. Renjun sayang banget sama Ibu."
Setelah selesai urusannya, Renjun pun kembali menemui Haechan dan Mark yang sudah menunggunya untuk mengantar ke bandara.
"Maaf ya, aku lama," ucap Renjun yang merasa tidak enak.
"Nggak apa-apa," jawab Mark memaklumi. "Ayo cepat naik, nggak lucu kalau nanti kamu ketinggalan pesawat."
Renjun mengangguk dan masuk ke dalam mobil mewah milik Mark. Setelahnya Mark pun mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Kurang lebih setengah jam mereka bertiga pun sampai di Bandara Incheon.
"Stop nangis, Lee Haechan!" tegas Renjun kepada Haechan yang sedari tadi tak berhenti mengeluarkan air mata.
"Hiks, Renjun... jangan pergi," rengek Haechan seraya memeluk Renjun erat.
"Gue harus pergi, Chan," balas Renjun memberikan pengertian sembari mengusap punggung sempit sahabatnya. "Suatu saat nanti gue bakal ke sini lagi kok, kita bisa ketemu lagi."
"Tapi itu pasti lama kan?!" sungut Haechan seraya menghentakan kakinya.
Mark datang dan mengusap bahu Haechan yang bergetar. "Baby, jangan egois. Renjun harus pergi demi kebaikan dia dan calon anaknya," ucapnya.
Haechan melepas pelukannya pada Renjun dan menatap Mark dengan mata yang sembab dan hidung yang merah, "Tapi dia perginya jauh banget, Dad. Padahal kan pergi ke negara yang lebih deket, kaya Cina atau Jepang. Atau kalau mau yang lebih jauh sedikit dia bisa pergi ke Singapur atau Indonesia," balas Haechan panjang lebar mengeluarkan kekesalannya.
Renjun terkekeh pelan melihat Haechan yang mengomel seperti itu, "Gue milih negara ini karena menurut gue lingkungannya cocok dan ramah buat anak-anak. Gue mau anak gue tumbuh dengan baik, Chan."
"Jepang sama Cina juga nggak kalah ya sama negara yang lo pilih itu." Haechan berkacak pinggang dan menatap Renjun galak.
"Stt udah udah." Mark kembali menengahi perdebatan dua submisif itu. "Renjun sebentar lagi kamu harus check in, nggak ada yang ketinggalan kan?"
"Nggak ada, Kak. Semuanya udah aman," jawab Renjun yakin.
"Paspor ? Visa? Dan lain-lainnya?" tanya Mark lagi.
"Udah, Kak. Semuanya udah aku siapin dari jauh-jauh hari," jawab Renjun lagi.
Mark tersenyum. Ia merentangkan tangannya lebar-lebar, seolah menyuruh Renjun untuk masuk pelukannya. Awalnya Renjun tampak ragu karena tidak enak dengan Haechan, tapi setelah Haechan menganggukan kepalanya dan mengatakan 'Nggak apa-apa', ia pun berhambur ke pelukan Mark.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO, SUGAR! (NORENMIN)
FanfictionHuang Renjun. Lelaki berusia 21 tahun itu selalu dikenal dengan image anak baik-baik dan polos, baik di mata keluarganya maupun di mata orang-orang sekitar di lingkungannya. Tapi bagaimana jika dibalik semua itu, Renjun memiliki sebuah fakta rahasi...