Bagian 8

1.3K 131 4
                                    

"Apalah yang bisa otak lakukan kalau selalu kalah sama hati." - Si Jomblo yang masih terjebak masa lalu.

***

Gevariel

"Gue yang mau nikah, kenapa lo yang rajin banget nge-gym?"

Gue jadi sering bertemu dengan pria ini sejak tinggal di Capital Residence. Beda tower aja, gue di tower B dan dia di tower A. Sebenarnya dia juga yang bantu gue nyari apart yang cocok dengan gue di Jakarta dan untuk sementara Capital Residence yang cocok.

"Nggak ada hubungannya, bangke." Gue memutar mata malas padanya membuka loker di depan gue, sementara pria itu terkekeh-kekeh.

"Lo beneran udah siap nikah?" Gue mengangkat alis meremehkan dia. Tinggal beberapa hari lagi anak ini akan berjanji dihadapan tua, seumur hidup dihadapan Tuhan dan Jemaat. Si brengsek ini? Wow banget.

"Udahlah! Gila lo." Jawab dia dengan nada yang ngegas. "Biasa aja dong." Gue tertawa geli melihat reaksi pria itu.

Kenapa orang pada ngebet banget nikah ya? Buru-buru amat. Banyak yang nggak bisa lo lakuin kalau udah nikah. Apalagi ketika udah punya anak. Gue nggak bisa membayangkan gimana rudetnya harus membagi waktu antara pekerjaan, istri dan anak. Bisa pecah kepala gue.

"Lo kapan nyusul?" Sial. Timothy tahu aja celah untuk menyerang gue. "Kata orang-orang sih lo ganteng, rugi banget kalau single terus."

"Belum kepikiran." Gue berjalan menuju shower room meninggalkan dia yang sudah lebih dulu selesai mandi.

Bisa nggak sih kita menormalisasi pria tampan dan mapan seperti gue di umur 30-an yang memang nggak ada keinginan menikah? Bukan karena gue gay. It's fucking twenty twenty two!

"Belum kepikiran atau emang belum siap?" Gue nggak menjawab pertanyaan ini. Timothy tentu saja nggak puas. "Woy! Jangan main kabur aja lo!" Dia berteriak meminta jawaban gue sambil tekikik.

Menurut gue pernikahan itu bukan soal siap dan nggak siap, tapi soal lo mau apa engga. Karena nggak akan ada yang benar-benar siap, semua hal bisa terjadi. Liat aja, banyak pernikahan harmonis yang berakhir dengan salah satu pihak selingkuh. Well, at least it happened to my parents.

And marriage is... I haven't put any thoughts on it. Walaupun gue sama Kezia sudah bertahun-tahun pacaran, sebelum putus beberapa hari yang lalu, soal menikah belum aja. I'm not in the position where I really want to get married to someone.

Gue masih belum bisa handle level komitmen di hubungan itu. Level komitmen pacaran aja udah bikin pusing dengan segala dramanya.

"Lah? Nih, bocah malah nungguin gue. Lo nggak kerja Senin gini?" Ternyata Timothy masih di tempat terakhir kali gue meninggalkan dia. So, I assume he's been waiting for me.

"Ngopi, yuk. Lo udah libur semester kan?" Si bocah, ditanya malah balik nanya. Ini kalau dia mahasiswa gue, udah pasti gue suruh ngulang mata kuliah gue nggak pake ba-bi-bu.

"You haven't answered my question."

"Hah yang mana?" Dia terlihat bingung, lalu sel-sel otaknya memberi tahu yang mana pertanyaan gue yang mana yang belum dijawab.

"Ah, itu. Lo lupa gue dokter? Gue juga bisa dong libur langsung 2 weeks straight kaya lo. Pasien-pasien gue udah dipindahin ke jadwal 2 minggu depan dan beberapa ada yang ke dokter lain karena urgent matter."

Gue kayaknya belum cerita soal Timothy dan pekerjaannya. Jadi biar gue perjelas, Oliver Timothy Hermawan yang sebentar lagi melepas masa lajang ini juga cukup cemerlang. Entah bagaimana caranya, anak IPS ini bisa tembus fakultas kedokteran Yong Loo Lin School of Medicine di National University of Singapore. Okay, dia emang ngambil gap year dan mungkin di waktu-waktu ini dia menemukan ilham. Well, I don't know.

JAKARTA (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang