Kira-kira, Liam pergi kemana ya?
Atau jangan-jangan...
Revisi √
⋆.ೃ࿔*:・
Berharap memang kadang membuahi rasa sakit yang menyakitkan.
Itulah sebabnya aku tidak pernah berharap apapun, kepada siapapun. Karena aku tidak ingin sakit hati, jadi aku membiarkan diriku mengalir bersama takdir yang membawaku pergi.
Namun, kemunculan Merman itu di suatu sore, mampu mengubah semua yang ku maksud. Harapan-harapan perlahan mulai memenuhi pikiran ku.
Aku pernah berharap sekali untuk Liam akan terus ada bersamaku, berharap Liam bisa hidup sebagaimana seorang manusia, berharap perbedaan dunia itu tidak membuat kami berjarak.
Tapi nyatanya semua harapan, tentu akan kalah dengan garis takdir nantinya.
Menyukai Liam bagaikan menggenggam erat bom waktu yang bisa kapan saja meledak, menyakitkan memang, dan itu cukup membuatku tersadar kalau mau sejauh manapun aku berlari dari kenyataan, mencintai seorang Pangeran Merman adalah sebuah kesalahan.
Disinilah aku sekarang, dii dalam kamar rumah nenekku yang sepi dan sunyi.
Tiga hari berlalu sejak insiden Liam meninggalkanku secara tiba-tiba, tanpa aba-aba, ia membawa pergi separuh hatiku yang menyukainya itu.
Tiga hari itu juga aku enggan untuk pergi ke pantai menemui Liam di dek. Aku takut akan kenyataan bahwa memang aku tidak akan pernah bisa melihatnya lagi.
Harusnya sedari awal aku tak berharap banyak kepada Liam.
Aku bangkit dari ranjang, kemudian melangkah ke depan jendela dan membukanya perlahan. Angin malam menerpa wajahku, menerbangkan beberapa helaian rambut yang tak kuncir itu.
Aku memejamkan mataku sesaat. Menikmati udara kosong yang seolah berisikan untaian-untaian rinduku kepada Liam. Semakin ku rasakan, semakin sakit pula rasanya.
Menyesakkan.
Suara bel yang menggema ke seluruh sudut ruangan membuat aku tersadar. Lalu aku segera turun ke lantai bawah, tidak lupa juga menyambar sebuah cardingan ─karna ku hanya menggunakan baju lengan pendek─ dan memakainya.
Seorang laki-laki tampak menyembulkan kepalanya di pintu yang hanya terbuka sedikit, ah itu Kyle.
Aku mendekat padanya dan membukakan pintu untuk lelaki itu. Kyle masuk kedalam dan duduk disebuah sofa. Lelaki itu tampak sibuk meletakan beberapa box pizza di meja yang tak jauh dari sofa.
Aku berdecak sebal. "Ini sudah kesekian kalinya aku melarangmu untuk membelikan ku pizza malam-malam begini, Kyle!"
Kyle hanya mengangkat kedua bahunya tak peduli, ia memotong pizza sampai beberapa potong dan mengambilnya. Ia berikan potongan pizza itu kepada ku, sebelum ia mengambilkan pizza untuk dirinya sendiri.
"Aku sedang tidak ingin makan pizza," tolakku.
"Kemarin kamu yang meminta!" seru Kyle gemas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Merman
FantasyApa yang akan kamu lakukan ketika mengetahui bahwa laki-laki yang mengajakmu mengobrol di tepi pantai adalah seorang makhluk mitologi yang biasa disebut sebagai Merman. Takut? Atau justru berkenalan dengannya layaknya manusia biasa seperti yang dila...