Revisi✓
P
erumahan rumah sederhana di komplek pinggiran kota, merupakan permukiman yang sangat disukai oleh orang-orang dengan ekonomi menengah dan kebawah, termasuk aku.
Rumah peninggalan nenek ku berada di sekitar seratus kilometer dari pantai, terdengar indah, jika di mana-mana pesisir pantai menjadi tempat wisata, berbeda dengan daerah yang aku tempati.
Daerah pesisir tidak bisa dijangkau dengan kendaraan umum seperti bus. Sehingga harga jual tanahnya pun relatif lebih rendah dari pada di sekitar pusat kota.
Namun jangan salah sangka, meski kebanyakan dihuni oleh kalangan menengah ke bawah, penduduk disini sangat menyanjung kebersihan.
Kebanyakan warganya sudah teredukasi untuk mengelola sampah mereka. Para turis akan terpukau dengan kebersihan jalannya, tempat sampah organik ataupun non-organik dapat mudah ditemukan dipinggiran jalan.
Aku membuka pagar halaman yang tingginya hanya mencapai dada. Lalu masuk kehalaman, sempat menyapa seekor burung Lovebird peliharaan nenek didalam sangkar yang letaknya tak jauh dariku dan menutup kembali pintu pagar.
"Nona Katrina baru pulang?" suara ramah wanita tua terdengar dari arah kiri.
Aku menoleh, disambut dengan senyuman hangat seorang nenek dari sebelah rumah. Kedua tangannya memegang sebuah tas kain belanjaan.
"Iya, nek," balas ku sambil ikut tersenyum ramah.
Wanita tua itu adalah tetangga ku. Dulu waktu kecil aku sering bermain dengannya saat menginap dirumah nenek, namun dahulu wanita itu masih muda, tidak ada kerutan diwajah cantiknya seperti sekarang.
"Aku membuat kue tadi, dan aku tidak bisa menghabiskannya sendirian. Kamu mau mencicipinya?" tawarnya masih tersenyum hangat.
Kalau di ingat-ingat, tidak ada bahan masakan di rumah sebab aku sering makan diluar.
Aku jelas tidak bisa memasak, itulah asalannya dapur rumah tak pernah terpakai selama menginap disani. Sekilas aku melihat kearah pintu dan kembali menatap wanita itu.
"Aku mau,"
Aku bergegas keluar dari halaman rumah ketika nenek tua itu berjalan masuk kedalam rumah dengan tertatih. Aku membantu membawakan belanjaan yang di tenteng oleh Grandma Rissa, panggilan ku untuk wanita paruh baya tadi.
Ketika masuk kedalam rumah, aku menyapu pandanganku keseluruh sudut ruangan. Cat dindingnya berwarna putih bersih, televisi berukuran sedang dihimpit oleh dua rak besar, disana terpajang cantik piala-piala penghargaan yang mengkilap. Kamar mandi utama berada dilantai bawah yang berdekatan langsung dengan dapur.
Aku mengamati Grandma Rissa yang sedang meletakkan kue gulung buatannya di meja makan, tidak lupa diberikan beberapa buah strawberry yang baru dibelinya keatas kue tersebut.
Aku mengambil satu potong, merasakan kue lembut itu melebur didalam mulut, dan buah strawberry yang manis serta asam menambah cita rasa kue gulung buatan grandma rissa menjadi sangat enak.
"Aku merindukan kue ini," kataku sembari memasukkan lagi satu suap kue gulung kedalam mulut. "Grandma Rissa, kau memang tidak pernah gagal dalam membuat kue," pujiku.
Grandma Rissa terkekeh, lalu menyodorkan secangkir teh kimonil hangat disamping piring kue ku. "Kamu lupa sewaktu muda dulu aku membuka toko roti di persimpangan jalan perumahan?"
"Ouh... Aku ingat! Nenek sering mengajakku dulu kesana. Itu toko milikmu?"
"Sebenarnya itu toko roti punya kakak perempuanku, tetapi yang membuat rotinya disana aku,"
"Pantas saja! Tetapi kenapa Grandma Rissa tidak mau membuka toko kue lagi disana? Sekarang ruko itu sudah menjadi toko bunga,"
"Kau menyuruh nenek tua seperti ku berkerja, Katrina? Tentu jika aku bisa, aku akan melakukannya. Sayangnya aku sudah tidak bisa beraktivitas seperti dulu lagi," sahut Grandma Rissa dengan raut wajah sedih.
"Kamu masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah," puji ku, lagi.
"Benarkan? Apakah aku masih terlihat cantik dimatamu seperti dulu?"
"Hey! walaupun wajahmu keriput dan bergelambir, kau tetap menjadi perempuan tercantik yang pernah ku lihat dahulu,"
"Ah, kau berlebihan, Katrina," kata Grandma Rissa sambil memakan satu buah strawberry.
Aku memakan habis sepotong kue dipiring. Lalu menyeruput sedikit teh kesukaanku sejak kecil. "Apakah kau tidak mau tahu kabar Cania?"
Grandma Rissa, tertawa. " Benar! Bagaimana kabar nenek mu? Apakah dia baik-baik saja? Apa dia sudah tidak mengonsumsi gula disana?"
"Nenek ku baik-baik saja. Di begitu kurus karena selama beberapa tahun puasa dengan gula,"
"Kadar gula yang tinggi didalam makanan bagi lansia seperti kami memang tidak baik, Kat. Kue yang tadi kumakan saja hanya mengandalkan manis dari madu,"
Aku mengangguk mengerti lalu mengedarkan pandanganku keseluruh ruangan lagi seperti sedang mencari seseorang.
"Aku tidak melihat Grandpa Leo disini, kemana dia?"
Grandma Rissa tersenyum kecut. "Ia telah meninggalkan ku, Kat,"
"Maksudnya?"
"Grandpa Leo mengalami kecelakaan kapal saat sedang mencari ikan bersama teman-temannya di tengah laut. Saat itu aku sedang mengandung, usia kehamilan ku baru sekitar lima bulan namun leo pergi meninggalkan ku selama-lamanya,"
Aku bangkit dari kursinya, ia menghampiri Grandma Rissa yang tampak sedang menahan tangis. Aku memeluk wanita paruh baya itu erat sembari mengucapkan kata-kata penenang.
"Maaf, harusnya aku tak bertanya soal ini kepadamu," kataku.
Lekas itu Grandma Rissa meminta izin untuk ke kamar demi menenangkan diri. Ia tidak ingin aku melihatnya menangis.
Sedangkan kini aku memasukkan kue-kue diatas meja makan ke dalam kulkas. Lalu memindahkan cangkir tehnya ke meja ruang tengah.
Aku melihat-lihat koleksi piala disana. Piala besar yang cukup panjang disalah satu rak sedari tadi menarik perhatian. Aku memerhatikan tulisan dibawah piala itu.
Juara pertama Olimpiade Fisika.
Tidak lama setelah membaca kalimat itu dan sempat terpaku beberapa detik, terdengar suara pintu yang terbuka, lalu seseorang masuk kedalam rumah mengagetkanku.
Seorang laki-laki berperawakan tinggi, celana jeans biru yang melekat di kakinya, outer abu-abu yang melapisi kaos putih polosnya tampak tidak begitu asing dimata ku.
Seperti tidak mengetahui jika diruang tengah ada aku, lelaki itu justru langsung menyelonong naik ke lantai dua setelah menutup pintu tanpa melihat kearahku sedikitpun.
Aku semakin melongo dan langsung memutuskan untuk pulang kerumah tanpa memberitahu Grandma Rissa yang sedari tadi belum keluar dari kamarnya.
To be continued...
⋆.ೃ࿔*:・
Anyway guys, happy new year!!
update kali ini spesial malam tahun baru 2023, hampir setahun cerita ini berjalan, dan sampai saat ini pun aku masih belum bisa menamatkan ceritanya.
But I'm trying my best untuk tetap ngelanjutin dan namatin cerita ini. sabar yaaa, jangan bosen-bosen pokoknya sama ceritaku.
Ohya, selasa bakal tetap update ya. Stay tuned!
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Merman
Fantastik"Jadi kamu benar-benar Merman?" Niat awal Katrina datang ke Italia hanyalah untuk melarikan diri dari seluruh masalah yang menimpanya di Indonesia. Namun, disana ia bertemu dengan sosok Merman baik hati yang perlahan berhasil membuatnya jatuh cinta...