Bab 10

392 89 13
                                    

Revisi✓

Aku dan Liam masih terus melangkahkan kaki kami di trotoar jalan yang hanya diterangi oleh temaramnya lampu dan rembulan menuju area pusat bazar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku dan Liam masih terus melangkahkan kaki kami di trotoar jalan yang hanya diterangi oleh temaramnya lampu dan rembulan menuju area pusat bazar.

Ditengah-tengah keheningan yang melingkupi kami, kalimat yang keluar secara tiba-tiba dari bibir ku berhasil membuat lelaki itu memberhentikan langkahnya.

"Bisa kamu jelaskan kenapa kau begitu tertarik dengan dunia manusia dan... pada ku?"

Liam berhenti melangkah. Begitu juga dengan aku yang sedari tadi berjalan dibelakang laki-laki itu. Aku masih memperhatikan Liam yang jelas sekali sedang kebingungan menjari jawaban dari pertanyaanku barusan.

Kedua alisnya sedikit bergerak. Kepalanya menunduk, maniknya menatap kosong jalanan trotoar yang begitu kering penuh debu.

Liam menghela napasnya pelan. Ia kembali mendongakkan matanya. Menatap penuh pada manik mata ku yang mempunyai warna secoklat beruang madu.

Tatapan itu membuat kami saling terikat satu sama lain. Seolah ada benang tipis tak kasat mata yang menyatukan keduanya.

"Aku juga tidak mengerti pasti, Katrina," katanya begitu pelan, bahkan angin yang berhembus dalam diam itupun hampir membuatnya tak terdengar.

"Menurutku dunia manusia begitu menakjubkan. Penuh dengan hal menarik dan baru yang ku ketahui. Lalu soal dirimu..."

Liam mengantungkan kalimatnya di udara.

"Kamu tidak perlu mengatakannya padaku sekarang. Lagi pula aku sedang tidak memburumu," aku pun kembali melangkah. Penciptakan jarak antara diriku dan juga Liam yang masih terdiam di tempatnya.

Baru berjalan empat langkah didepan laki-laki itu, suara langkah kaki yang ku tebak milik Liam itu terdengar mengejarku, hingga entah mengapa tiba-tiba saja sudah berada tepat disalah satu sisiku.

"Mungkin karena kamu yang menarikku," ucapnya sambil berjalan mundur, fokus menatapku.

Kalimat itu membuat ku kembali memberhentikan langkah.

Aku terasa membeku begitu saja, waktu sepertinya sedang berjalan lambat karena lagi-lagi Liam melemparkan sebuah senyuman menawan kepadaku.

Sepertinya Liam tetap akan terus memberikan senyuman manisnya, yang akan terus-menerus membuat detak jantung kumenjadi menggila.

"Mungkin kamu bertanya, apa maksudnya. Namun aku selalu merasa bahwa kamu yang menarikku, Katrina. Tepatnya ketika pertama kali aku melihatmu di dek siang itu, kamu terasa seperti sebuah magnet dan aku adalah targetnya─

Hingga entah dengan kekuatan apa, aku bisa langsung menyapamu waktu itu. Padahal aku tidak seperti biasanya langsung terang-terangan memperkenalkan diriku pada manusia lain," ucap Liam berusaha menjelaskan.

Aku memberanikan diri untuk menghadapi pernyataan itu barusan. Melihat langsung ke mata biru cerah milik Liam yang tampak berkilatan cahaya dibawah lampu jalan yang temaram.

Menatap Liam sama saja sedang menyelusuri samudra yang begitu luas, ia begitu dalam, tidak berdasar dan memiliki begitu banyak rahasia tak terungkap.

Dan yang membuat ku lebih terpana adalah, aku melihat sebuah kejujuran disana, terbalut oleh perasaan simpati dan sedikit taburan kecemasan.

Sebentar... Apa barusan aku bisa membaca matanya?

Absurd sekali cara kerja otak ku, kali ini aku bahkan bisa membacanya.

Atau jangan-jangan Liam memang sedang membuka pelindungnya. Meruntuhkan segala kekhawatiran yang dipunya nya dan membaginya kepada ku.

Aku tertawa kecil. "Terkadang aku selalu berfikir bahwa pertemuan kita didasari dari kesedihan, dan kita ingin sama-sama mengusir kesedihan itu dengan bertemunya kita di dek hampir setiap hari. Aku juga berfikir bahwa tidak ada hubungan baik yang berawal karena kesedihan, karena itu adalah hal negatif. Tetapi sekarang... kamu datang dengan penjelasan itu. Aku cukup terkejut, Liam. Namun aku juga lega karena akhirnya kamu mau mulai mengungkapkannya,"

Setelah mendengar pernyataan panjang lebar dari ku, Liam meraih tangan kecil ku sebagai tanggapan. Ia menggenggamnya begitu erat dan memberi kehangatan pada jari jemari lentik ku yang kedinginan.

Liam seperti tengah menjaga kerapuhanku agar tidak sampai luruh. Laki-laki itu bahkan selalu memperlakukanku baik-baik bagaikan porselen yang mudah hancur.

Bibirnya yang membentuk lengkungan sempurna, sehingga matanya menjadi menyipit karena senyumannya, membuat ku kembali tersadar bahwa aku ingin terus menatap senyuman yang begitu menenangkan itu.

⋆.ೃ࿔*:・

Aku hanya bisa melebarkan mata memandangi kerumunan orang ditengah jalan. Sedangkan beraneka para pedagang pernak-pernik khas natal membuka tenda mereka masing-masing dipinggir jalanan.

Semua orang berbondong-bondong turun dari kendaraanya di pintu masuk bazar, lalu membiarkan diri mereka terbawa arus manusia yang terlihat seperti melebur menjadi satu saking banyaknya.

Aku yang sedang digiring oleh Liam kesalah satu tempat penjual pernak-pernik hanya bisa mengikutinya dari belakang.

Pikiranku sedang kacau sekarang, bagaimana tidak? Liam bertingkah seolah-olah ia mengerti semuanya. Mengerti tentang hal-hal yang dilakukan manusia padahal seharusnya ia tidak mengerti sama sekali.

Setelah cukup lama bertanya-tanya pada pedagang pernak-pernik itu, akhirnya Liam memutuskan membeli sebuah kalung emas yang mengkilap, dengan permata berwarna biru langit yang terang terlihat menggantung ditengah-tengahnya.

Setelah membelinya, tanpa basa-basi Liam menyingkap rambut panjang ku dan memakaikan kalung indah itu dileherku.

Aku tentu saja kaget, aku bahkan sempat menghalang Liam untuk memberi uang kepada pedagang itu namun Liam bersikeras untuk membeli.

"Liam, kalung ini mahal sekali!"

"Tidak apa-apa. Itu untuk mu, sesekali,"

"Tidak... Aku tidak mau menerimanya kalau begitu,"

"Kalau begitu aku memaksa,"

"Benarkah? Kamu bahkan tidak mempunyai hak untuk memaksaku, Liam,"

"Katrina, terima saja kalung itu. Anggap saja sebagai hadiah ku untuk mu. Kamu pun harus memakainya selalu, kemana pun kamu pergi kalung itu akan harus selalu ada di lehermu,"

Akhirnya aku menerima hadiah itu. Aku mengucap banyak-banyak terima kasih pada Liam sehingga membuat laki-laki itu kesal dan berkata;

"Bisakah kau berhenti berucap terimakasih pada ku? lama-lama kalimat itu terdengar menyebalkan,"

⋆.ೃ࿔*:・

Gemaaassss

Prince Merman Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang