Pernahkah kau berandai-andai? Benarkah cinta dapat datang dari situasi apa saja? Pikiran-pikiran dan pertanyaan seperti itu selalu membuat gadis itu berdebar-debar.
Namanya Damaris, dia adalah gadis yang sangat mendambakan perasaan cinta. Dari mendengar kisah ibunya, yang adalah satu-satunya keluarganya, Damaris selalu bertanya mengenai cinta.
" Ibu, cinta itu rasanya seperti apa? " tanya Damaris kecil.
Ibunya tersenyum lumrah dan mengangkat putrinya untuk duduk di atas pangkuannya. " Cinta itu mendebarkan, seperti rasanya pertama kali melihat kue ulang tahun. Rasanya sangat membahagiakan seperti itu, Damaris. "
" Apakah ibu pernah merasakan cinta? " tanya Damaris lagi.
Ibu Damaris mengangguk. " Tentu saja. Jika tidak, Damaris tidak akan ada disini. "
—-
" Ibu! Air di pegunungan ini sangat sejuk! Apakah cinta rasanya sejuk seperti air ini? " tanya Damaris kecil kepada ibunya.
Ibunya mengangguk. " Betul, Damaris. Cinta itu sejuk seperti air di pegunungan ini. Cinta itu mengalir dan terus mengalir, memberikan rasa jawaban pada kehausan yang kita miliki. "
" Kalau begitu, aku ingin mencoba juga rasa cinta, ibu! Apakah aku bisa mencobanya? " tanya Damaris kecil dengan semangat.
" Tentu bisa. Jika kau sudah beranjak besar, Damaris. Tentu bisa. " jawab ibunya dan Damaris bersorak senang.
" Kalau begitu, aku ingin cepat besar! "
—-
Sebuah petir menggelegar di luar rumah, membuat Damaris kecil melarikan diri dan bersembunyi di dalam pelukan ibunya.
" Ibu. Cinta tidak menakutkan seperti petir ini bukan? "
Ibunya menggeleng. " Asal Damaris bertemu dengan orang yang tepat, cinta tidak akan semenakutkan petir ini, Damaris. "
Damaris mengernyitkan salah satu alisnya. " Kalau aku tidak bertemu orang yang tepat? Apakah akan seram seperti petir-petir ini? "
Ibunya mengangguk. " Bahkan lebih menyeramkan, Damaris. Jangan sampai kau bertemu dengan orang yang tidak tepat. Itu hanya memberikan malapetaka. "
Damaris kecil mengangguk mengerti.—-
Damaris mengangkat tas kopernya dan naik ke atas kereta. Berjalan melewati kerumunan orang-orang yang memenuhi bagian dalam gerbong kereta. Akhirnya Damaris berhasil sampai di tempat duduknya, dia membuka pintu ruangan dan menemukan seorang pria sedang duduk membaca disana. Damaris menundukkan kepalanya, tanda permisi, dan memasukkan kopernya ke atas rak penyimpanan. Dia duduk di seberang pemuda itu dan menghadap keluar jendela.
Setelah kereta mulai menjalankan mesinnya, Damaris baru memerhatikan pria yang ada di depan matanya.
Matanya tajam seperti elang, berwarna coklat terang. Rambutnya coklat dan pendek bagaikan warna biji pohon mahoni. Perawakannya tegap dan tetap seperti orang yang berwibawa.
" Kenapa kau menatapku? " tanya pemuda itu.
Damaris berdehem dan memainkan jari-jarinya. " Maaf. Namaku Damaris, boleh berkenalan denganmu? "
Pemuda itu menutup bukunya dan menatap Damaris. " Namaku Brontes. "
" Salam kenal Brontes, semoga kita akur-akur selama perjalanan ini. " jawab Damaris ceria.
Brontes tersenyum dan mengangguk. " Baiklah. Semoga kita tetap akur-akur. "
—-
Damaris berjalan masuk ke dalam restoran dalam kereta, menemukan kalau Brontes sudah disana dan makan duluan tanpa menunggu kedatangan Damaris. Damaris berjalan ke arahnya dan duduk di depannya, menggerutu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Hujan
RomanceBuku ini berisi kisah-kisah cinta. Kisah cinta seorang gadis pada pria yang ada di mimpinya, Kisah cinta seorang yang abadi dan cintanya yang terus bereinkarnasi, Kisah cinta seseorang yang buta warna, menemukan warna dalam cinta, Kisah-kisah yang m...